Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno mengatakan Komisi II telah membentuk tim khusus untuk melakukan pengawasan terkait pembuatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

"Komisi II menilai penting membentuk tim khusus untuk mengawasi program SIAK ini," kata Teguh Juwarno di Gedung DPR, Jakarta, Kamis.

Dikatakannya, tim khusus yang dibentuk untuk memastikan agar amanah pembuatan "Single Identity Number" (SIN) atau NIK tuggal bisa dilaksanakan dengan baik oleh Dpartemen Dalam Negeri (Depdagri).

Menurut dia, pada program pembuatan NIK dalam SIAK selama periode 2004 hingga 2008 telah menghabiskan anggaran negara sebesar Rp800 miliar tapi hasilnya belum optimal.

Apalagi, katanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga berjanji akan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proyek NIK dalam SIAK hingga tahun 2014 yang seluruhnya mengangarkan dana sekitar Rp6,6 triliun.

Sementara itu, anggota Komisi II DPR Ignatius Mulyono meminta pemerintah menunda pengesahan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 yang akan disahkan pada akhir Januari 2010.

Dikatakannya, permintaan penundaan tersebut karena belum ada "grand" desain dan belum memenuhi persyaratan pembuatan NIK, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.

Rencana pembuatan NIK pada 2010 mengganggarkan dana sebesar Rp134 miliar.

"Jika SIAK yang menjadi bagian dari RPJM 2010-2014 tidak ditunda dan tetap dilaksanakan tanpa adanya "grand" desain dikhawatir tidak ada hasilnya dan hanya akan memboroskan anggaran negara," kata Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini.

Menurut dia, persyaratan yang harus dipenuhi pada proyek pembuatan NIK yakni harus memiliki "grand" desain kependudukan, harus memiliki database kependudukan dan dalam kondisi bersih di seluruh daerah di Indonesia, serta memiliki alat yang mampu mencetak sidik jari secara nasional dalam waktu singkat.

"Sebelum persyaratan itu dipenuhi, maka proyek pembuatan NIK tidak akan memperoleh hasil optimal," katanya.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat ini mentohkan, pembuatan SIN atau NIK yang dilakukan pemerintah tanpa "grand` desain dan tidak memenuhi persyaratan selama periode 2004-2008 menghasilkan data daftar pemilih tetap (DPT) yang "amburadul".

"Hal itu terbukti pada DPT Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilu Legislatif, dan Pemilihan Presiden pada 2009 yang tidak akurat sehingga muncul kasus sebanyak 28 juta pemilih tidak teraftar di DPT," kata Mulyono.(*)