Pemerintah diminta kaji ulang target pertumbuhan ekonomi 2021
4 September 2020 08:30 WIB
ilustrasi - Pekerja melintas dengan latar belakang pembangunan gedung bertingkat di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat (3/4/2020). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras. (.)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diminta melakukan kaji ulang lebih mendalam secara terukur dan lebih realistis terhadap target angka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 sebesar 4,5-5,5 persen.
"Masa normal saja realisasi pertumbuhan ekonomi sulit untuk dicapai, apalagi sekarang masih dalam masa pandemi yang secara realita ekonomi global dan domestik masih belum pulih," ujar Anggota Komisi XI DPR RI Junaidi Auly dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu, fokus kepada pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun 2021 penting agar sejalan dengan target RPJMN 2020-2024.
Pemerintah, masih menurut dia, juga perlu bekerja keras di tengah bayang-bayang risiko pandemi COVID-19 di 2021 dalam menentukan target pertumbuhan ekonomi.
Junaidi mengingatkan agar pencapaian target dan peningkatan kualitas ekonomi 2021 dengan kualitas yang semakin baik harus terus didorong karena kontraksi ekonomi tahun ini menyebabkan indikator-indikator sosial memburuk.
Baca juga: Agar tidak resesi, pemerintah diminta kelola konsumsi rumah tangga
"Tercatat pada triwulan II/2020 angka kemiskinan naik menjadi 26,42 juta orang atau naik 1,63 juta orang dalam enam bulan, jumlah pengangguran diprediksi melonjak menjadi 8,1-9,2 persen atau terjadi tambahan angka pengangguran sekitar 5,23 juta selama tahun 2020," paparnya.
Untuk itu, ia mendesak agar daya beli masyarakat terus ditingkatkan antara lain dengan membuka lapangan kerja yang mesti dipercepat dengan peningkatan investasi dan menjaga stabilitas harga pangan yang menjadi komponen terbesar dari alokasi belanja masyarakat.
"Semasa pandemi ini daya beli masyarakat menurun signifikan karena kebijakan PSBB yang membuat aktivitas ekonomi menurun," kata Junaidi.
Namun di sisi lain, lanjutnya, untuk menangani krisis kesehatan, kebijakan seperti PSBB ini juga dinilai menjadi sebuah kebutuhan.
Sebagaimana diwartakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan belanja negara tahun 2021 yang dialokasikan sebesar Rp2.747,5 triliun akan menjadi instrumen yang efektif untuk mendorong perekonomian tumbuh 4,5 persen sampai 5,5 persen.
Baca juga: Sri Mulyani perkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III masih negatif
Baca juga: Peneliti: Investasi asing sulit jadi pendongkrak ekonomi saat pandemi
“Belanja negara yang efektif dan efisien sesuai skala prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara terukur, terarah, dan akuntabel,” kata Menkeu di Jakarta, Selasa (1/9).
Sri Mulyani mengatakan pembangunan ekonomi akan diarahkan pada bidang kesehatan, pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi, perlindungan sosial, ketahanan pangan, infrastruktur, dan pariwisata.
Hal itu sejalan dengan RAPBN 2021 yang disusun sebagai instrumen countercyclical untuk pemulihan ekonomi dalam jangka pendek dan mengembalikan kepada jalur pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
Sri Mulyani menuturkan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran pada tahun depan maka pemerintah melakukan reformasi penganggaran yaitu melalui Redesain Sistem Perencanaan dan Penganggaran.
“Itu dilakukan dengan penyederhanaan dan pengurangan jumlah program Kementerian/Lembaga (K/L),” ujarnya.
Perbaikan pengelolaan fiskal lainnya adalah dengan terus meningkatkan efisiensi belanja operasional K/L dan Pemda agar menyesuaikan dengan kondisi pola kerja yang baru berdasarkan pengalaman pada 2020.
Baca juga: BPS sebut tren pelemahan daya beli terus terjadi
Baca juga: Kadin: Program subsidi upah bantu daya beli masyarakat
"Masa normal saja realisasi pertumbuhan ekonomi sulit untuk dicapai, apalagi sekarang masih dalam masa pandemi yang secara realita ekonomi global dan domestik masih belum pulih," ujar Anggota Komisi XI DPR RI Junaidi Auly dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu, fokus kepada pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun 2021 penting agar sejalan dengan target RPJMN 2020-2024.
Pemerintah, masih menurut dia, juga perlu bekerja keras di tengah bayang-bayang risiko pandemi COVID-19 di 2021 dalam menentukan target pertumbuhan ekonomi.
Junaidi mengingatkan agar pencapaian target dan peningkatan kualitas ekonomi 2021 dengan kualitas yang semakin baik harus terus didorong karena kontraksi ekonomi tahun ini menyebabkan indikator-indikator sosial memburuk.
Baca juga: Agar tidak resesi, pemerintah diminta kelola konsumsi rumah tangga
"Tercatat pada triwulan II/2020 angka kemiskinan naik menjadi 26,42 juta orang atau naik 1,63 juta orang dalam enam bulan, jumlah pengangguran diprediksi melonjak menjadi 8,1-9,2 persen atau terjadi tambahan angka pengangguran sekitar 5,23 juta selama tahun 2020," paparnya.
Untuk itu, ia mendesak agar daya beli masyarakat terus ditingkatkan antara lain dengan membuka lapangan kerja yang mesti dipercepat dengan peningkatan investasi dan menjaga stabilitas harga pangan yang menjadi komponen terbesar dari alokasi belanja masyarakat.
"Semasa pandemi ini daya beli masyarakat menurun signifikan karena kebijakan PSBB yang membuat aktivitas ekonomi menurun," kata Junaidi.
Namun di sisi lain, lanjutnya, untuk menangani krisis kesehatan, kebijakan seperti PSBB ini juga dinilai menjadi sebuah kebutuhan.
Sebagaimana diwartakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan belanja negara tahun 2021 yang dialokasikan sebesar Rp2.747,5 triliun akan menjadi instrumen yang efektif untuk mendorong perekonomian tumbuh 4,5 persen sampai 5,5 persen.
Baca juga: Sri Mulyani perkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III masih negatif
Baca juga: Peneliti: Investasi asing sulit jadi pendongkrak ekonomi saat pandemi
“Belanja negara yang efektif dan efisien sesuai skala prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara terukur, terarah, dan akuntabel,” kata Menkeu di Jakarta, Selasa (1/9).
Sri Mulyani mengatakan pembangunan ekonomi akan diarahkan pada bidang kesehatan, pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi, perlindungan sosial, ketahanan pangan, infrastruktur, dan pariwisata.
Hal itu sejalan dengan RAPBN 2021 yang disusun sebagai instrumen countercyclical untuk pemulihan ekonomi dalam jangka pendek dan mengembalikan kepada jalur pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
Sri Mulyani menuturkan dalam upaya untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran pada tahun depan maka pemerintah melakukan reformasi penganggaran yaitu melalui Redesain Sistem Perencanaan dan Penganggaran.
“Itu dilakukan dengan penyederhanaan dan pengurangan jumlah program Kementerian/Lembaga (K/L),” ujarnya.
Perbaikan pengelolaan fiskal lainnya adalah dengan terus meningkatkan efisiensi belanja operasional K/L dan Pemda agar menyesuaikan dengan kondisi pola kerja yang baru berdasarkan pengalaman pada 2020.
Baca juga: BPS sebut tren pelemahan daya beli terus terjadi
Baca juga: Kadin: Program subsidi upah bantu daya beli masyarakat
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: