Bikin "bayi virtual" di pameran seni Belanda
3 September 2020 15:01 WIB
Yoni van den Brink mendampingi pasangannya, Sophie van den Brink-Fitzsimmons yang memakai kacamata 3D untuk melihat bayi yang mereka buat di instalasi seni "IVF-X: Become a digital parent now!" dari seniman Belanda Victorine van Alphen di VondelCS Cultural Centre, Amsterdam, Belanda, (30/8/2020). ANTARA/REUTERS/Stringer/Esther Verkaik/aa.
Jakarta (ANTARA) - Pasangan yang ingin memiliki anak sendiri bisa mencicipi sekejap sensasi jadi orangtua dengan menciptakan "bayi digital" di pameran seni virtual reality di Belanda.
Dilansir Reuters, pengunjung bisa memilih karakter bayi, tampilan fisik dan fitur lain dengan menjawab pertanyaan di tablet komputer.
Mereka duduk di sofa dalam ruang futuristik dengan cahaya redup, bagian dari instalasi seni berjudul "IVFX: posthuman parenting in hybrid reality" ciptaan seniman visual Belanda Victorine van Alphen.
"Ada banyak percakapan pribadi mendalam yang menginspirasi," kata Van Alphen, termasuk dengan orang-orang yang ingin punya anak tapi tidak bisa, orang yang kehilangan buah hati dan tetangga yang mempertimbangkan inseminasi artifisial.
"Ada banyak obrolan menginspirasi, anekdot dan diskusi yang membentuk proyek futuristik ganjil ini," katanya. "Saya seperti memberi diri sendiri 'misi mustahil' untuk menciptakan kehadiran dalam realitas virtual."
Di antara pertanyaan yang diajukan kepada pasangan adalah apakah mereka akan membolehkan 'anak' itu nanti bereproduksi.
"Ini benar-benar cerdas," kata Jennifer van Exel, mendiskusikan pilihan itu dengan pasangannya, Frouke Engel.
Pilihan mereka diolah oleh komputer untuk menciptakan bayi -- makhluk merah muda di dalam inkubator yang menjerit dan punya detak jantung merah bersinar.
"Saya tidak tahu apakah kamu bisa lihat dia punya kepala atau tidak. Saya tidak yakin orang lain bisa memahaminya," kata van Exel, mengintip bentuk kehidupan baru lewat kacamata 3D sambil menyanyikan nina bobo.
"Kami adalah orangtua, jadi tentu saja kami menciptakannya dan ingin menyayanginya, tapi ini bukan manusia jadi sebetulnya sulit untuk merasa dekat dengannya," tambah dia.
Baca juga: British Airways akan uji layanan hiburan berbasis VR
Baca juga: Mozilla luncurkan Firefox Reality, bawa pengalaman 3-D ke browser
Baca juga: Arena bermain VR pertama di Jakarta resmi dibuka
Dilansir Reuters, pengunjung bisa memilih karakter bayi, tampilan fisik dan fitur lain dengan menjawab pertanyaan di tablet komputer.
Mereka duduk di sofa dalam ruang futuristik dengan cahaya redup, bagian dari instalasi seni berjudul "IVFX: posthuman parenting in hybrid reality" ciptaan seniman visual Belanda Victorine van Alphen.
"Ada banyak percakapan pribadi mendalam yang menginspirasi," kata Van Alphen, termasuk dengan orang-orang yang ingin punya anak tapi tidak bisa, orang yang kehilangan buah hati dan tetangga yang mempertimbangkan inseminasi artifisial.
"Ada banyak obrolan menginspirasi, anekdot dan diskusi yang membentuk proyek futuristik ganjil ini," katanya. "Saya seperti memberi diri sendiri 'misi mustahil' untuk menciptakan kehadiran dalam realitas virtual."
Di antara pertanyaan yang diajukan kepada pasangan adalah apakah mereka akan membolehkan 'anak' itu nanti bereproduksi.
"Ini benar-benar cerdas," kata Jennifer van Exel, mendiskusikan pilihan itu dengan pasangannya, Frouke Engel.
Pilihan mereka diolah oleh komputer untuk menciptakan bayi -- makhluk merah muda di dalam inkubator yang menjerit dan punya detak jantung merah bersinar.
"Saya tidak tahu apakah kamu bisa lihat dia punya kepala atau tidak. Saya tidak yakin orang lain bisa memahaminya," kata van Exel, mengintip bentuk kehidupan baru lewat kacamata 3D sambil menyanyikan nina bobo.
"Kami adalah orangtua, jadi tentu saja kami menciptakannya dan ingin menyayanginya, tapi ini bukan manusia jadi sebetulnya sulit untuk merasa dekat dengannya," tambah dia.
Baca juga: British Airways akan uji layanan hiburan berbasis VR
Baca juga: Mozilla luncurkan Firefox Reality, bawa pengalaman 3-D ke browser
Baca juga: Arena bermain VR pertama di Jakarta resmi dibuka
Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020
Tags: