Legislator desak pemerintah terbitkan PP yang diamanahkan UU SDA
3 September 2020 13:39 WIB
Dokumentasi - Seorang pengunjung melihat secara langsung pengelolaan air bersih di DAM Duriangkang, Sungai Beduk, Batam (9/3/2020). ANTARA/Pradanna P Tampi/aa.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi V DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) khususnya untuk mengatur secara teknis Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA) sebagaimana diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA).
Menurut legislator yang disapa Rifqi ini, kewajiban BJPSDA sudah ada, bahkan sebelum para legislator di DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, di mana dalam UU ini jelas disebutkan adanya kewajiban bagi pihak-pihak yang memanfaatkan sumber daya air dari negara untuk membayar biaya tertentu.
"Kendati demikian memang sampai saat ini konkrit hukum berupa peraturan pemerintah yang mengatur lebih teknis terkait dengan bagaimana pengutipannya, berapa besarannya, dan bagaimana pengelolaannya, hal-hal ini memang belum dikeluarkan oleh pemerintah," ujarnya saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.
Baca juga: PUPR sebut proyek sumber daya air belum 'pecah telur'
Sehingga kemudian dianggaplah terjadi kekosongan hukum dan tidak implementatif, padahal kalau melihat dari sisi regulasi sebelum UU SDA ini terbit sebetulnya sudah terdapat Permen PUPR yang mengatur tentang BJPSDA.
DPR RI mengesahkan UU Sumber Daya Air pada tahun 2019 dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) PUPR 18/PRT/M/2015 yang memerinci tentang pembiayaan pengelolaan sumber daya air di Indonesia.
Anggota Komisi V DPR RI tersebut menilai bahwa regulasi Permen ini implementatif, di mana dalam beberapa kasus sudah dilakukan pungutan dan telah terdapat keputusan menterinya terkait dengan bagaimana pengutipan BJPSDA terutama misalnya yang dilakukan oleh BUMN, BUMD dan perusahaan swasta besar yang mengelola waduk, PLTA dan sebagainya.
Baca juga: Kementerian PUPR ajak pemangku kepentingan kelola SDA terintegrasi
"Jadi saya pikir kalau ada pembicaraan lagi mengenai hal tersebut, pembicaraan itu positif bagi DPR RI dalam rangka mendorong pemerintah agar segera mengeluarkan PP sebagaimana diamanahkan oleh UU Nomor 17 Tahun 2019," kata Rifqi.
Sementara itu Perum Jasa Tirta II atau PJT II selaku BUMN pengelola sumber daya air menyampaikan bahwa BJPSDA diperuntukkan untuk pengelolaan dan konservasi sumber daya air.
Plt Direktur Utama PJT II Haris Zulkarnain mengatakan pada prinsipnya BJPSDA dari air kembali ke air, artinya penerimaan BJPSDA harus dikembalikan lagi ke air dalam hal ini melaksanakan pengelolaan SDA di Wilayah Sungai Citarum.
Baca juga: Pengamat sebut Jakarta belum optimal kelola sumber daya air
Sesuai Peraturan Menteri PUPR 18/PRT/M/2015, BJPSDA sendiri berperan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan SDA yang mengacu kepada lima Prinsip BJPSDA, antara lain melaksanakan kegiatan sistem Informasi untuk pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebarluasan informasi sumber daya air melalui SISDA, memonitor kualitas air setiap hari setiap jam, hari, minggu, bulan dan tahun.
Kemudian membuat perencanaan, untuk melakukan penyusunan kegiatan kebijakan, pola, dan rencana pengelolaan sumber daya air. Prinsip selanjutnya melaksanakan pelaksanaan konstruksi, mencakup pelaksanaan fisik dan nonfisik kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Prinsip berikutnya melaksanakan operasi dan pemeliharaan, mencakup operasi prasarana sumber daya air serta pemeliharaan sumber daya air dan prasarana sumber daya air misalnya pengerukan kali mati, pengerukan sedimen, pengangkatan sampah, dan lain-lain.
Lalu melaksanakan kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pemberdayaan masyarakat, melaksanakan kegiatan untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air serta biaya untuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.
Baca juga: RUU SDA disetujui menjadi undang-undang, ini kata pemerintah
Menurut legislator yang disapa Rifqi ini, kewajiban BJPSDA sudah ada, bahkan sebelum para legislator di DPR RI mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, di mana dalam UU ini jelas disebutkan adanya kewajiban bagi pihak-pihak yang memanfaatkan sumber daya air dari negara untuk membayar biaya tertentu.
"Kendati demikian memang sampai saat ini konkrit hukum berupa peraturan pemerintah yang mengatur lebih teknis terkait dengan bagaimana pengutipannya, berapa besarannya, dan bagaimana pengelolaannya, hal-hal ini memang belum dikeluarkan oleh pemerintah," ujarnya saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.
Baca juga: PUPR sebut proyek sumber daya air belum 'pecah telur'
Sehingga kemudian dianggaplah terjadi kekosongan hukum dan tidak implementatif, padahal kalau melihat dari sisi regulasi sebelum UU SDA ini terbit sebetulnya sudah terdapat Permen PUPR yang mengatur tentang BJPSDA.
DPR RI mengesahkan UU Sumber Daya Air pada tahun 2019 dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) PUPR 18/PRT/M/2015 yang memerinci tentang pembiayaan pengelolaan sumber daya air di Indonesia.
Anggota Komisi V DPR RI tersebut menilai bahwa regulasi Permen ini implementatif, di mana dalam beberapa kasus sudah dilakukan pungutan dan telah terdapat keputusan menterinya terkait dengan bagaimana pengutipan BJPSDA terutama misalnya yang dilakukan oleh BUMN, BUMD dan perusahaan swasta besar yang mengelola waduk, PLTA dan sebagainya.
Baca juga: Kementerian PUPR ajak pemangku kepentingan kelola SDA terintegrasi
"Jadi saya pikir kalau ada pembicaraan lagi mengenai hal tersebut, pembicaraan itu positif bagi DPR RI dalam rangka mendorong pemerintah agar segera mengeluarkan PP sebagaimana diamanahkan oleh UU Nomor 17 Tahun 2019," kata Rifqi.
Sementara itu Perum Jasa Tirta II atau PJT II selaku BUMN pengelola sumber daya air menyampaikan bahwa BJPSDA diperuntukkan untuk pengelolaan dan konservasi sumber daya air.
Plt Direktur Utama PJT II Haris Zulkarnain mengatakan pada prinsipnya BJPSDA dari air kembali ke air, artinya penerimaan BJPSDA harus dikembalikan lagi ke air dalam hal ini melaksanakan pengelolaan SDA di Wilayah Sungai Citarum.
Baca juga: Pengamat sebut Jakarta belum optimal kelola sumber daya air
Sesuai Peraturan Menteri PUPR 18/PRT/M/2015, BJPSDA sendiri berperan dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan SDA yang mengacu kepada lima Prinsip BJPSDA, antara lain melaksanakan kegiatan sistem Informasi untuk pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebarluasan informasi sumber daya air melalui SISDA, memonitor kualitas air setiap hari setiap jam, hari, minggu, bulan dan tahun.
Kemudian membuat perencanaan, untuk melakukan penyusunan kegiatan kebijakan, pola, dan rencana pengelolaan sumber daya air. Prinsip selanjutnya melaksanakan pelaksanaan konstruksi, mencakup pelaksanaan fisik dan nonfisik kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Prinsip berikutnya melaksanakan operasi dan pemeliharaan, mencakup operasi prasarana sumber daya air serta pemeliharaan sumber daya air dan prasarana sumber daya air misalnya pengerukan kali mati, pengerukan sedimen, pengangkatan sampah, dan lain-lain.
Lalu melaksanakan kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pemberdayaan masyarakat, melaksanakan kegiatan untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air serta biaya untuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air.
Baca juga: RUU SDA disetujui menjadi undang-undang, ini kata pemerintah
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: