Jakarta (ANTARA News) - Empat mantan menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Fahmi Idris, Andi Mattalatta, Rachmat Witoelar, dan MS Kaban, melaporkan rincian harta kekayaan mereka ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa.

Menurut KPK, total harta kekayaan mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris adalah Rp65,7 miliar yang terdiri dari beberapa komponen, antara lain harta bergerak, tidak bergerak, surat bergarga, tabungan, dan piutang.

Fahmi Idris mengakui, harta kekayaannya meningkat setelah dia mengakhiri jabatannya sebagai menteri.

"Memang terjadi perubahan karena saya menjual mobil," katanya.

Dia juga menjelaskan, peningkatan jumlah kekayaan itu disebabkan oleh peningkatan nilai aset akibat perubahan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

Sementara kekayaan mantan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta berjumlah Rp7,8 miliar dan 93,2 ribu dolar AS.

Dalam data tertanggal 20 Oktober 2009 itu juga menyebutkan kekayaan Andi pada 2007 sudah sebesar Rp7,4 miliar dan 92 ribu dolar AS.

Harta mantan Menteri Kehutanan, MS Kaban, juga meningkat. Pada 2007, kekayaannya sebesar Rp4,1 miliar dan kemudian meningkat menjadi Rp4,2 miliar terhitung pada 19 Oktober 2009.

Menurut Kaban, perubahan itu antara lain akibat bisnis peternakan yang dia geluti. "Saya piara lembu, jadi lembu itu beranak-anak," katanya.

Jumlah kekayaan mantan Menteri Linkungan Hidup, Rachmat Witoelar, pada 2007 sebesar Rp7,03 miliar dan 4 ribu dolar AS, sedangkan pada 29 Oktober 2009 sebesar Rp6,1 miliar dan 18 ribu dolar AS.

Wakil Ketua KPK, M Jasin menjelaskan, dari 36 mantan menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu pertama, 35 orang diantaranya sudah melaporkan kekayaan.

Namun Jasin tidak menyebut satu mantan menteri yang belum melapor. Seharusnya, para mantan menteri itu melapor sebelum tenggat waktu yang ditentukan, yaitu awal Desember 2009.

Sementara itu, seluruh menteri (37 orang) pada Kabinet Indonesia Bersatu kedua sudah melaporkan harta kekayaan. Akan tetapi, enam dari sembilan wakil menteri belum melapor.

Laporan harta kekayaan diatur dalam pasal 5 UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Aturan itu menyatakan, setiap penyelenggara negara wajib melaporkan dan mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat.

KPK diberi kewenangan melalui Undang-undang untuk memeriksa dan meneliti laporan harta kekayaan dalam format Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
(*)