Tim UGM: Mutasi D614G masih bisa diatasi dengan vaksin COVID-19
2 September 2020 19:50 WIB
Jumpa pers terkait mutasi SARS-CoV-2 di Yogyakarta dan Jawa Tengah di Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu. (FOTO ANTARA/Luqman Hakim)
Yogyakarta (ANTARA) - Tim Laboratorium Diagnostik COVID-19 Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM meyakini virus SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G masih bisa diatasi dengan vaksin COVID-19 yang saat ini tengah disiapkan Pemerintah RI.
"Penelitian terbaru mengatakan bahwa kita tidak perlu khawatir karena vaksin apapun ternyata bisa memberikan perlindungan dari virus yang sudah mengalami mutasi ini," kata Ketua Laboratorium Diagnostik COVID-19 FK-KMK UGM dr Titik Nuryastuti saat jumpa pers di Kampus UGM Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, meski mutasi D614G sudah menyebar hampir di seluruh pelosok dunia, berdasarkan urutan keseluruhan genom (Whole Genome Sequencing/WGS) virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 ini masih bisa ditangani oleh vaksin yang kini sedang dikembangkan.
Baca juga: Menristek: Mutasi virus corona terdeteksi di sejumlah daerah Indonesia
"Jadi mungkin nanti vaksin yang akan dirilis ini saya kira masih tetap efektif," kata dia.
Selain itu, Titik menyebutkan hingga saat ini belum ada bukti penelitian yang menyimpulkan bahwa mutasi itu mampu memperparah kondisi pasien yang terjangkit COVID-19.
"Tidak perlu kita berasumsi terlalu jauh mengaitkan dengan keparahan klinis pasien. Tapi memang transmisi (penularan) dari strain yang bermutasi ini lebih tinggi," kata dia.
Ketua Pokja Genetik FK-KMK UGM, dr Gunadi mengatakan mutasi merupakan salah satu cara mahluk hidup untuk bertahan hidup, termasuk virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang bermutasi dengan varian D614G.
Baca juga: Eijkman: Mutasi D614G terdeteksi dari isolat virus April 2020
Sebelumnya, Pokja Genetik FK-KMK UGM dan tim berhasil mengidentifikasi Whole Genome Sequencing (WGS) empat isolat SARS-CoV-2 dari Yogyakarta dan Jawa Tengah di mana tiga di antaranya mengandung mutasi D614G.
Gunadi menjelaskan mutasi virus itu teridentifikasi pertama kali pada 24 Agustus 2020, setelah timnya mengirimkan genom tiga isolat SARS-CoV-2 dari Yogyakarta ke GISAID yang hasilnya dua di antaranya mengandung strain GH, artinya ada mutasi pada D614G.
Kemudian pada 31 Agustus 2020, timnya kembali mengirimkan data isolat dari Jawa Tengah dan hasilnya juga mengandung mutasi D614G.
Menurut dia, kecepatan tingkat infeksi D614G memerlukan penelitian lanjutan pada tingkat komunitas masyarakat. Tingkat infeksi yang disebutkan memiliki kecepatan 10 kali lipat itu baru dilihat berdasarkan penelitian pada sel.
Baca juga: Menristek: Mutasi virus corona tidak mengganggu pengembangan vaksin
"Jadi penelitian pakai mikroskop pada sel kultur in vitro, dia memang 10 kali menginfeksi lebih cepat," kata Gunadi.
Namun demikian, ia berharap semua pihak mulai meningkatkan kewaspadaan dengan lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak fisik.
D614G telah tersebar hampir di seluruh pelosok dunia, yaitu 77,5 persen dari total 92.090 isolat mengandung mutasi D614G.
Baca juga: Menristek: Belum ada bukti SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G lebih ganas
Sedangkan, di Indonesia sendiri sebanyak 9 dari 24 isolat yang dilaporkan di GISAID mengandung mutasi D614G. Sepertiganya terdeteksi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Presiden RI Joko Widodo Pada Selasa (1/9) menyampaikan pengembangan Vaksin Merah Putih hingga saat ini sudah mencapai 30-40 persen, dan vaksin tersebut diperkirakan dapat diproduksi pada pertengahan 2021.
Vaksin Merah Putih dikembangkan oleh konsorsium domestik berdasarkan strain virus yang ditemukan di Indonesia.
"Direncanakan dapat diuji klinis pada awal tahun depan. InsyaAllah ini siap produksi di pertengahan 2021," kata Presiden.
Baca juga: UGM temukan mutasi SARS-CoV-2 di Yogyakarta dan Jawa Tengah
"Penelitian terbaru mengatakan bahwa kita tidak perlu khawatir karena vaksin apapun ternyata bisa memberikan perlindungan dari virus yang sudah mengalami mutasi ini," kata Ketua Laboratorium Diagnostik COVID-19 FK-KMK UGM dr Titik Nuryastuti saat jumpa pers di Kampus UGM Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, meski mutasi D614G sudah menyebar hampir di seluruh pelosok dunia, berdasarkan urutan keseluruhan genom (Whole Genome Sequencing/WGS) virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 ini masih bisa ditangani oleh vaksin yang kini sedang dikembangkan.
Baca juga: Menristek: Mutasi virus corona terdeteksi di sejumlah daerah Indonesia
"Jadi mungkin nanti vaksin yang akan dirilis ini saya kira masih tetap efektif," kata dia.
Selain itu, Titik menyebutkan hingga saat ini belum ada bukti penelitian yang menyimpulkan bahwa mutasi itu mampu memperparah kondisi pasien yang terjangkit COVID-19.
"Tidak perlu kita berasumsi terlalu jauh mengaitkan dengan keparahan klinis pasien. Tapi memang transmisi (penularan) dari strain yang bermutasi ini lebih tinggi," kata dia.
Ketua Pokja Genetik FK-KMK UGM, dr Gunadi mengatakan mutasi merupakan salah satu cara mahluk hidup untuk bertahan hidup, termasuk virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang bermutasi dengan varian D614G.
Baca juga: Eijkman: Mutasi D614G terdeteksi dari isolat virus April 2020
Sebelumnya, Pokja Genetik FK-KMK UGM dan tim berhasil mengidentifikasi Whole Genome Sequencing (WGS) empat isolat SARS-CoV-2 dari Yogyakarta dan Jawa Tengah di mana tiga di antaranya mengandung mutasi D614G.
Gunadi menjelaskan mutasi virus itu teridentifikasi pertama kali pada 24 Agustus 2020, setelah timnya mengirimkan genom tiga isolat SARS-CoV-2 dari Yogyakarta ke GISAID yang hasilnya dua di antaranya mengandung strain GH, artinya ada mutasi pada D614G.
Kemudian pada 31 Agustus 2020, timnya kembali mengirimkan data isolat dari Jawa Tengah dan hasilnya juga mengandung mutasi D614G.
Menurut dia, kecepatan tingkat infeksi D614G memerlukan penelitian lanjutan pada tingkat komunitas masyarakat. Tingkat infeksi yang disebutkan memiliki kecepatan 10 kali lipat itu baru dilihat berdasarkan penelitian pada sel.
Baca juga: Menristek: Mutasi virus corona tidak mengganggu pengembangan vaksin
"Jadi penelitian pakai mikroskop pada sel kultur in vitro, dia memang 10 kali menginfeksi lebih cepat," kata Gunadi.
Namun demikian, ia berharap semua pihak mulai meningkatkan kewaspadaan dengan lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak fisik.
D614G telah tersebar hampir di seluruh pelosok dunia, yaitu 77,5 persen dari total 92.090 isolat mengandung mutasi D614G.
Baca juga: Menristek: Belum ada bukti SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G lebih ganas
Sedangkan, di Indonesia sendiri sebanyak 9 dari 24 isolat yang dilaporkan di GISAID mengandung mutasi D614G. Sepertiganya terdeteksi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Presiden RI Joko Widodo Pada Selasa (1/9) menyampaikan pengembangan Vaksin Merah Putih hingga saat ini sudah mencapai 30-40 persen, dan vaksin tersebut diperkirakan dapat diproduksi pada pertengahan 2021.
Vaksin Merah Putih dikembangkan oleh konsorsium domestik berdasarkan strain virus yang ditemukan di Indonesia.
"Direncanakan dapat diuji klinis pada awal tahun depan. InsyaAllah ini siap produksi di pertengahan 2021," kata Presiden.
Baca juga: UGM temukan mutasi SARS-CoV-2 di Yogyakarta dan Jawa Tengah
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020
Tags: