Eijkman: Mutasi D614G terdeteksi dari isolat virus April 2020
2 September 2020 16:38 WIB
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof. Amin Soebandrio berbicara dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat (26/6/2020). (ANTARA/Katriana)
Jakarta (ANTARA) - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan keberadaan virus SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G sebetulnya sudah dideteksi di Indonesia melalui analisa isolat virus yang beredar di Tanah Air yang diperoleh pada April 2020.
"Keberadaannya dilaporkan bulan Mei yang lalu dan dari isolat yang sebetulnya diperoleh bulan April. Jadi sebetulnya bulan April sudah ada," kata Amin dalam konferensi pers virtual yang diadakan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 di kantor Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Rabu.
Kemudian, berturut-turut ditemukan di kota-kota lain seperti di Yogyakarta, Bandung dan Jakarta.
"Ini sebetulnya menunjukkan bahwa virus dengan mutasi D614G ini sudah berada di Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Menristek: Mutasi virus corona terdeteksi di sejumlah daerah Indonesia
Virus SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G pertama kali ditemukan pada Januari 2020 di Jerman dan China.
Dari keseluruhan data urutan genom utuh (whole genom sequencing) virus SARS-CoV-2 dari seluruh dunia yang sudah terkumpul di GISAID saat ini, maka sekitar 78 persen yang mengandung mutasi D614G.
Amin menuturkan Eijkman dan lembaga lain yang terkait terus melakukan whole genom sequencing dari isolat virus SARS-CoV-2 yang beredar di Indonesia untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang virus itu.
"Saat ini kami semuanya berupaya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari kota-kota lain Indonesia untuk mendapatkan gambaran seberapa luas penyebaran virus dengan mutasi D614G ini," ujarnya.
Baca juga: Menristek: Belum ada bukti SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G lebih ganas
Amin mengatakan berdasarkan informasi sementara dari kajian-kajian yang belum dilaporkan memang terindikasi ditemukannya mutasi D614G di virus-virus Corona yang lainnya.
Sementara ini, belum ada data ilmiah yang kuat yang menunjukkan bahwa mutasi D614G itu menyebabkan penularan yang lebih cepat atau lebih luas ataupun menambah beratnya penyakit COVID-19.
"Namun, kita tetap tidak boleh menganggap bahwa pandemi ini kemudian dapat diabaikan karena kita tetap harus melaksanakan kegiatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak)," ujar Amin.
Baca juga: UGM temukan mutasi SARS-CoV-2 di Yogyakarta dan Jawa Tengah
"Keberadaannya dilaporkan bulan Mei yang lalu dan dari isolat yang sebetulnya diperoleh bulan April. Jadi sebetulnya bulan April sudah ada," kata Amin dalam konferensi pers virtual yang diadakan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 di kantor Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Rabu.
Kemudian, berturut-turut ditemukan di kota-kota lain seperti di Yogyakarta, Bandung dan Jakarta.
"Ini sebetulnya menunjukkan bahwa virus dengan mutasi D614G ini sudah berada di Indonesia," ujarnya.
Baca juga: Menristek: Mutasi virus corona terdeteksi di sejumlah daerah Indonesia
Virus SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G pertama kali ditemukan pada Januari 2020 di Jerman dan China.
Dari keseluruhan data urutan genom utuh (whole genom sequencing) virus SARS-CoV-2 dari seluruh dunia yang sudah terkumpul di GISAID saat ini, maka sekitar 78 persen yang mengandung mutasi D614G.
Amin menuturkan Eijkman dan lembaga lain yang terkait terus melakukan whole genom sequencing dari isolat virus SARS-CoV-2 yang beredar di Indonesia untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam tentang virus itu.
"Saat ini kami semuanya berupaya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari kota-kota lain Indonesia untuk mendapatkan gambaran seberapa luas penyebaran virus dengan mutasi D614G ini," ujarnya.
Baca juga: Menristek: Belum ada bukti SARS-CoV-2 dengan mutasi D614G lebih ganas
Amin mengatakan berdasarkan informasi sementara dari kajian-kajian yang belum dilaporkan memang terindikasi ditemukannya mutasi D614G di virus-virus Corona yang lainnya.
Sementara ini, belum ada data ilmiah yang kuat yang menunjukkan bahwa mutasi D614G itu menyebabkan penularan yang lebih cepat atau lebih luas ataupun menambah beratnya penyakit COVID-19.
"Namun, kita tetap tidak boleh menganggap bahwa pandemi ini kemudian dapat diabaikan karena kita tetap harus melaksanakan kegiatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak)," ujar Amin.
Baca juga: UGM temukan mutasi SARS-CoV-2 di Yogyakarta dan Jawa Tengah
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020
Tags: