Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan sejumlah wilayah Jakarta selama bulan September hingga akhir Oktober masih memasuki musim kemarau, ditandai dengan udara panas yang dirasakan warga Ibu Kota.
"September merupakan periode puncak musim kemarau di sebagian besar pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, pada periode tersebut cuaca yang paling dominan adalah cuaca cerah atau berawan, dimana sedikit sekali jumlah awannya," kata Kepala Staf Sub Bidang Analisis Informasi Iklim BMKG Pusat, Adi Ripaldi kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Pakar: Suhu lebih panas tak mencegah virus corona
Menurut Ripaldi, kondisi tersebut mengakibatkan udara yang dirasakan oleh masyarakat menjadi panas dan gerah pada siang hari dan terasa dingin menjelang pagi serta dini hari.
Kondisi ini dikarenakan sedikitnya jumlah awan sehingga sinar matahari maksimum jatuh ke darat, hal ini yang membuat masyarakat yang tengah beraktivitas di luar merasa panas yang menyengat.
"Ditambah pula saat musim kemarau yang kering partikular debu cukup banyak bertebaran di udara menambah rasa gerah kala siang hari," katanya.
Baca juga: Warga keluhkan udara panas, BMKG catat suhu maksimum 34-36 derajat
Namun, lanjut Ripaldi, kondisi sebaliknya dirasakan pada malam hari dan menjelang dini hari, udara terasa dingin sekali karena bumi sudah mengembalikan energi panasnya ke atmosfer dengan begitu cepat karena tidak terhalang awan-awan pada malam atau dini hari.
Menurut dia, suhu udara yang akan terjadi pada periode September akan berkisar 22 - 34 derajat celsius (°C).
"Sebenarnya perlu diketahui periode Juli- Agustus -September rata-rata suhu di Pulau Jawa Bali, Nusa Tenggara justru merupakan periode suhu rendah dibanding bulan-bulan lainnya," kata Ripaldi.
Hal ini, lanjut Ripaldi, berkaitan dengan posisi gerak semu matahari yang sedang berada di belahan Bumi Utara sejak Juni, serta pada periode Juni - Juli Agustus dipengaruhi juga oleh intrusi udara dingin dari Benua Australia yang sedang mengalami musim dingin sehingga pada periode tersebut masyarakat di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara merasakan hawa atau suhu udara lebih dingin dari biasanya.
Baca juga: Suhu panas Jabodetabek akibat pergerakan matahari ke utara
Pada periode ini juga dirasakan suhu udara maksimum yakni 34 derajat celsius dapat terjadi sekitar pukul 13.00-14.00 WIB.
Lebih lanjut Ripaldi mengatakan variasi suhu di Indonesia tidak terlalu besar tiap bulannya jadi dari temperatur udara sepanjang tahun tetap cocok untuk tanaman tropis.
Walaupun masyarakat merasakan panas atau gerah tidak terlalu berpengaruh ke kesesuaian tanaman apalagi ke gagal panen, karena dari kisaran suhu udara yang terjadi pada periode ini masih pada kisaran aman bagi tumbuhan di daerah tropis.
Selanjutnya, suhu udara terasa panas karena memang masih musim kemarau, kurang atau jarang hujan, kurang awan yang menutupi atmosfer, sehingga radiasi matahari terasa seperti langsung menyengat kulit.
"Ditambah partikel debu yang bertebaran saat masa-masa kemarau menambah rasa gerah atau panas pada saat musim kemarau," ujarnya.
Dampak yang akan dirasakan masyarakat dengan suhu panas ini adalah kekurangan cairan, oleh karena itu masyarakat diimbau untuk memperbanyak minum air agar terhindar dari dehidrasi.
"Sebenarnya enggak terlalu panas, cuma karena kemarau jarang hujan banyak debu udara siang hari jadi berasa gerah dan panas. Bawaannya haus aja di siang hari, perbanyak minum air putih biar enggak dehidrasi," kata Ripaldi.
Ini penjelasan BMKG soal udara panas di Jakarta pada bulan September
2 September 2020 10:58 WIB
Ilustrasi cuaca panas (Shutterstock)
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020
Tags: