Surabaya (ANTARA News) - Mantan Ketua Tanfiziah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur Prof Dr KH Ali Maschan Moesa MSi mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PBNU dalam Muktamar ke-32 di Makassar pada 23-27 Maret mendatang.

"Saya mendeklarasikan diri sebagai calon Ketua Umum PBNU untuk memperbaiki diri, karena kalau untuk memperbaiki NU itu terlalu sok. Seperti dikatakan kiai Muchit yang ingin masuk NU untuk `ndandani awak` (memperbaiki diri)," katanya di Surabaya, Minggu.

Anggota FKB DPR RI itu mengemukakan rencana pencalonannya dalam muktamar kepada wartawan dalam tasyakuran di pesantren asuhannya yakni Pesantren Luhur "Al-Husna" Jalan Jemurwonosari, Surabaya.

Kandidat Ketua Umum PBNU yang mengemuka menjelang Muktamar ke-32 NU adalah Prof Said Agil Siradj, Ir H Solahudin Wahid (Gus Solah), Masdar F Mas`udi, Achmad Bagdja, Ulil Absar Abdalla, Slamet Effendy Yusuf, dan Ali Maschan.

Ditanya dukungan yang dimiliki, Ali Maschan yang juga dosen Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya itu mengaku dirinya maju karena dorongan mayoritas dari 43 pengurus cabang NU se-Jatim saat pengukuhan dirinya sebagai guru besar IAIN Surabaya pada 11 November 2009.

"Dukungan teman-teman pengurus cabang se-Jatim merupakan modal bagi saya, karena itu saya siap untuk mencalonkan diri, bahkan dukungan serupa juga diberikan pengurus NU saat saya melakukan kunjungan sebagai anggota DPR RI ke NTB, Maluku, Kalimantan, dan sebagainya," katanya.

Ia berjanji akan mengundurkan diri sebagai anggota DPR RI bila benar-benar terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. "Saya juga sudah mendapat dukungan sejumlah kiai, tapi saya nggak enak kalau menyebut nama mereka. Yang jelas, saya sudah pamitan kepada Rais Syuriah PWNU Jatim KH Miftachul Akhyar," katanya.

Dalam deklarasi itu, Ali Maschan menyebut visi dan misi jika dirinya terpilih menjadi Ketua Umum PBNU yakni ingin mengembalikan NU seperti keinginan para pendiri NU yakni KHM Hasyim Asy`ari, KH Syaichona Kholil, KH As`ad Syamsul Arifin, dan KH Wahab Hasbullah.

"Seperti tertuang dalam Qonun Asasi (UUD) yang dinarasikan Hadratussyeikh KH Hasyim Asy`ari tentang tiga tujuan pendirian NU yakni mewujudkan persatuan dan kebersamaan antarwarga NU, menciptakan rasa aman bagi warga bangsa, dan mengembangkan tradisi keilmuan yang akademis dan berkepribadian," katanya.

Selain itu, ia juga ingin mengimplementasikan tiga isyarat dari al-Maghfurlah Syiachona Kholil terkait pendirian NU yakni surah Thaha 17-21 yang bermakna pemberdayaan rakyat miskin, tongkat yang bermakna mempertahankan NKRI sebagai `nation-state`, dan tasbih yang bermakna pentingnya spiritualitas.

Tentang hubungan NU dan politik praktis, ia mengatakan garis perjuangan NU dalam Khittah NU 1926 sudah jelas yakni NU tidak ada hubungan dengan partai politik atau politik praktis secara kelembagaan.

"Kalau ada orang NU ingin berpolitik praktis, maka dia boleh-boleh saja dengan mewakili individu. Kalau berpolitik praktis jangan pakai stempel atau bendera NU, jangan memakai rapat-rapat NU, dan jangan mengatasnamakan pengurus NU," kata mantan calon Wakil Gubernur Jatim itu.
(*)