Bandarlampung (ANTARA) - Memancing itu butuh kesabaran. Kata itu kerap muncul di area pemancingan ikan. Sabar yang dimaksud adalah menanti umpan dimakan atau diisap ikan.

Sebenarnya tidak hanya kesabaran yang "dimiliki" pemancing. Banyak faktor yang menyertainya, di antaranya rezeki yang diberikan Tuhan kepadanya di hari itu. Selanjutnya, umpan yang digunakan apakah disukai oleh ikan serta lapak (tempat) --di arena pemancingan yang paling sering didatangi ikan atau rumpon ikan-- dan ada faktor-faktor lainnya.

Dari tiga faktor tersebut, yang bisa diolah atau direkayasa oleh pemancing adalah umpan. Beragam cara dilakukan pemancing untuk meningkatkan mutu dan kualitas umpan agar ikan mencium aroma kemudian berkumpul dan memakan atau menyedotnya.

Maka, tak jarang pemancing terkadang rela mengeluarkan uang cukup banyak untuk membuat umpan seperti membeli perangsang atau essen dicampurkan ke umpan yang akan digunakan.

Sejumlah pemancing "kawakan" menceritakan bahwa beberapa tahun lalu, ketika awal mula diadakan pemancingan ikan mas secara umum dengan sistem siraman (ikan dilepaskan saat akan dimulai memancing), umpannya cukup mudah yakni hanya pelet pakan ikan yang diseduh air panas.

Kemudian ada inovasi dengan ditambah sedikit ikan laut, ikan nila, atau ikan dalam kaleng, dan ditambahkan kroto (telur semut rang-rang).

Untuk penggunaan kroto, tidak semua kolam memperbolehkan. Di Lampung, hanya kolam harian sedangkan untuk galatama dilarang keras.

Perkembangan selanjutnya, terutama untuk umpan galatama pelampungan --yang kini banyak bermunculan kolam dengan model tersebut-- pemancing terus berinovasi membikin umpan, karena ada kalanya ikan jenuh atau bosan dengan umpan yang hari ini disukai, belum tentu beberapa hari ke depan masih dimakan.

Baca juga: Warga Kembangan tak patuhi PSBB karena dengar isu ikan dua ton dilepas

Muncullah penggunaan belut dan model lambang sari. Untuk belut, beragam cara untuk membuat adonan agar disukai ikan, seperti dikukus diambil dagingnya kemudian dicampur dengan umpan bubuk agar menggumpal.

Syaryanto, salah seorang pemancing yang kerap menggunakan belut sebagai bahan dasar dengan target ikan besar (babon), menjelaskan tentang penggunaan belut dan bahan lainnya, yakni santan, vanili, daun pandan, serta bubur bayi beras merah.

Cara meraciknya, sejumlah belut dibersihkan kotorannya, kemudian dimasukkan ke panci atau wajan, masukkan santan sachet, daun pandan dan vanili. Direbus hingga air berkurang namun tidak sampai mengering dengan tujuan aroma ketiga bahan itu meresap ke dagingnya.

Kemudian, daging belum dipisahkan dari tulangnya dihancurkan hingga lembut. Selanjutnya, dalam kondisi dingin, ditambah dengan bubuk bubur bayi diaduk hingga mendapatkan kekenyalan yang diinginkan.

Teknik penggunaannya, yakni jari tangan dibasahi ketika akan mengambil umpan sebelum dipasang di mata kail agar tidak lengket.

Tapi, pemancing harus sabar menunggu ikan datang menyedot umpan tersebut.

Umpan model ini, sempat beberapa waktu "menguasai dunia" pemancingan di Bandarlampung dengan target ikan babon sebelum akhirnya beralih ke umpan jenis lain karena tidak begitu ganas si ikan menyedotnya.

Istilah menyedot, menurutnya, ternyata ikan mas tidak seperti ikan lele yang cara memakan umpan dengan disambar. Ikan mas akan menyedot umpan, manakala ia suka akan menelannya dan sebaliknya, ketika tidak diinginkan akan disemburkannya lagi ke luar dari mulutnya.

Karena itu, pemancing harus tahu kapan si ikan sedang menyedot. Saat itulah tangan langsung menyentak (menarik) joran karena mata kail masih di dalam mulut, peluang mendapatkannya cukup tinggi.

Selain itu, ikan mas termasuk yang super sensitif, sehingga perlu teknik khusus dalam penggunaan tali pancing (snar) dan umumnya berdiameter kecil namun memiliki kekuatan besar.

Sementara untuk umpan lambang sari yakni bahan bakunya mirip dengan cara membuat penganan khas tersebut yakni menggunakan tepung beras, ada aroma vanili, daun pandan dan santan, ditambah air secukupnya lalu dimasukkan plastik dan direbus dalam air mendidih beberapa menit sambil dibalik untuk meratakan pematangan.

Namun sebagian pemancing sering menambahkan campuran lain seperti keju, telur dan susu serta bahan lainnya yang menjadi rahasia mereka.

Teknik penggunaannya pun hampir sama dengan umpan berbahan belut, perlu kesabaran menunggu ikan babon datang dan fokus pada satu titik.

Baca juga: Melirik potensi wisata bahari di ujung Sidoarjo

Dua jenis umpan tersebut mulai ditinggalkan pemancing.

Dan kini telah muncul umpan menggunakan bahan dasar jajanan anak-anak yang tersedia hampir di setiap warung yakni sejenis wafer berbahan dasar keju. Cara pembuatannya pun cukup simpel.

Bejo Subowo, salah satu pemancing pemakai umpan jenis ini, mengaku hanya menggunakan tiga bahan, yakni telur, susu kental manis sachet, serta wafer.

Ketiga bahan tersebut dimasukkan dalam plastik kemudian diremas-remas hingga rata. Namun, pembuatannya minimal satu jam sebelum digunakan dengan tujuan umpan sudah "matang" alias menyatu.

Sementara Roni A, pemancing lainnya, mengaku hampir sama dengan Bejo dalam pembuatan umpan jenis tersebut, namun dia menambahkan madu untuk lebih mematangkan telur.

Namun adakalanya Roni merebus umpan tersebut agar telur lebih matang dan wafer tersebut lembut.

Dalam penggunaannya, Bejo menjelaskan harus dilakukan pada satu atau dua titik. Terutama di dekat blower karena umpan jenis ini sedikit ringan dan melayang sehingga lebih menarik perhatian ikan.

Umpan menggunakan bahan dasar wafer ini ternyata lebih bertahan lama dibandingkan menggunakan belut serta lambang sari. Sebab, hampir di setiap pemancingan galatama pelampungan di Bandarlampung ada yang menggunakannya dan di antaranya menjadi sang juara dengan mengangkat babon terberat.

Tetapi, tidak semua orang atau pemancing mampu meracik dan menggunakan dengan sempurna. Bahkan, ada yang dibagi umpan dengan jenis sama pun gagal mendapatkan ikan target.

Jadi, kembali ke teknik dan kemampuan dalam memainkan perangkat memancing guna menarik ikan datang selain "keberuntungan".

Baca juga: Melirik bisnis kolam pemancingan