Chicago (ANTARA News/Reuters) - Penelitian terhadap tikus mengungkap alasan ketidakmanjuran obat stres atau anti-depresan terhadap setengah dari penggunannya di Amerika Serikat (AS).
Banyak obat anti-depresan yang umum digunakan, seperti Prozac dan Zoloft, bekerja dengan menambah jumlah serotonin, yaitu hormon yang secara kimiawi masuk ke dalam otak dibawa melalui sel yang dikenal sebagai lapisan saraf.
Para peneliti dari pusat medis Universitas Columbia di New York pada Rabu (13/1) waktu setempat mengatakan, tikus secara rekayasa genetik yang memiliki lebih pada satu penerima hormon serotonin di wilayah otaknya akan lambat merespon anti-depressan.
"Penerima ini menghambat kerja saraf produksi serotonin. Telalu banyak reseptor akan lebih menghambat saraf saraf," ujar Rene Hen, yang penelitiannya terdapat dalam jurnal saraf saat diwawancara Reuters per telepon.
"Hal itu terlalu banyak menghambat kerja sistem," ungkap Hen, yang penelitiannya memberikan masukan kepada dokter apakah pasien memiliki respon terhadap sebuah obat penghilang stres.
Selain itu, penelitiannya dapat membantu produsen obat agar lebih baik dalam melakukan percobaan secara klinis sekaligus membantu menemukan senyawa obat baru yang berguna bagi orang yang tidak menyukai manfaat dari obat anti stress biasa.
"Tujuannya adalah guna mencari tahu sesuatu yang berguna buat mereka yang tidak mendapat perubahan," katanya.
Untuk penelitiannya, Hen dan para peneliti lain membutuhkan pencapaian pada penerima serotonin hanya di bagian yang tepat dalam otak.
Untuk melakukan hal itu, tim peneliti di satu pihak menggunakkan tikus yang secara genetik berubah memiliki hanya sedikit penerima serotonin di wilayah lapisan saraf produksi serotonin berada.
Di lain pihak, peneliti lain menggunakkan tikus dengan tingkat penerima serotonin pada bagian yang berbeda dalam otak, mereka menguji perilaku dengan melihat keberanian tikus mengambil makanan di wilayah yang terang.
Tikus yang diberi obat penghilang stres biasanya lebih berani, tetapi hal itu tidak terbukti pada tikus dengan kelebihan penerima serotonin.
"Temuan yang paling dramatis terjadi pada tikus dengan tingkat penerimaan tinggi pada saraf saraf serotonin yang tak merespon terhadap fluoxetine atau Prozac," kata Hen.
Ketika mereka mengurangi jumlah dari penerima itu, ternyata mampu untuk membalikkan dampaknya, katanya.
"Dengan mengurangi jumlah penerima, kita mampu mengubah seorang yang tak merespon menjadi merespon," ujar Hen.
Paling tidak ada sekira 27 juta yang menggunakan obat penghilang stres di AS, yakni mendekati dua kali jumlah pada pertengahan tahun 1990an.
Eli Lilly dan wakil dari Prozac yang juga dikenal luas dengan fluoxetinenya, dan Pfizer Inc Zoloft sebagai pelopor obat anti-depressan yang terkenal selektif, sempat menarik kembali zat pencegah pertumbuhan atau SSRIs.
Sementara itu, obat penghilang stress umum lainnya, termasuk Forest Laboratories Inc's Celexa atau citalopram dan lexapro atau escitalopram; dan GlaxoSmithKline's Paxil atau paroxetine, juga melakukan hal yang sama. (*)
Tikus Ungkap Ketidakmanjuran Obat Stres
14 Januari 2010 20:08 WIB
Ilustrasi (ist)
Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010
Tags: