New York (ANTARA News) - Harga minyak jatuh pada Rabu waktu setempat, karena stok minyak mentah AS meningkat dan hal itu menunjukkan lemahnya permintaan menyusul batalnya cengkraman cuaca dingin.

Seperti dilaporkan AFP, kontrak berjangka utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman Februari, merosot 1,14 dolar menjadi ditutup pada 79,65 dolar per barel, setelah sempat jatuh ke terendah harian 78,37 dolar.

Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Februari merosot 99 sen menjadi menetap di 78,31 dolar setelah menyentuh 77,04 dolar.

Pasar bereaksi terhadap laporan Departmen Energi AS (DoE) Rabu, bahwa cadangan minyak mentah AS naik 3,7 juta barrel dalam pekan yang berakhir 8 Januari.

Itu jauh lebih dari ekspektasi oleh sebagian besar analis untuk kenaikan 1,0 juta barel.
Distilasi -- termasuk bahan bakar pemanas dan diesel -- naik sebesar 1,4 juta barel, kata DoE, mengalahkan perkiraan turun 1,8 juta barel.

Distilasi berada di bawah fokus pasar di tengah gigitan cuaca dingin yang berkelanjutan di Amerika Serikat. Peramal cuaca memperkirakan lebih ringan untuk beberapa minggu ke depan.

"Seluruh pasar didorong oleh laporan persediaan. Ini jelas sesuatu yang mengejutkan untuk melihat bangunan persediaan distilasi yang semuanya diberikan pada cuaca dingin," kata Andy Lipow dari Lipow Oil Associates.

Ellis Eckland, seorang analis independen, mengatakan pasar "ambruk ke depan 78 dolar, yang merupakan dukungan berikutnya" menyusul laporan stok AS.

Minyak mentah New York, yang sempat melonjak pada Senin ke tertinggi 15 bulan mendekati 84 dolar didukung data ekonomi China yang kuat.

Harga minyak telah merosot pada Selasa di tengah prospek berkurangnya permintaan bahan bakar pemanas di Amerika Serikat karena berkurangnya cuaca dingin dan langkah baru China untuk mendinginkan ekonominya.

Berita itu memicu pasar minyak karena China adalah konsumen minyak mentah terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Beijing minggu ini menaikkan persyaratan cadangan giro wajib minimum bank.

"Ini sinyal bahwa bank sentral sedang bergeser dari akomodatif menjadi memperketat dan akan mengambil beberapa momentum keluar dari pertumbuhan permintaan komoditas, di mana China telah bertanggung jawab atas sebagian besar tahun lalu," kata Mike Fitzpatrick, wakil presiden MF Global.

"Meningkatnya suhu di seluruh negara (AS) juga akan mengurangi permintaan bahan bakar pemanas dan juga akan membebani harga minyak," katanya. (*)