Jadi BUMN hulu migas, Legislator pertanyakan kinerja Pertamina
27 Agustus 2020 16:54 WIB
Wakil Menteri BUMN Kartiko Wiryoatmojo (tengah) berfoto dengan jajaran komisaris baru PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (kedua kanan), Komjen (Pol) Condro Kirono (paling kanan), dan Budi G Sadikin (paling kiri), serta Direktur Keuangan Pertamina yang baru Emma Sri Martini (kedua kiri) usai acara penyerahan surat keputusan (SK) di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (25/11/2019). Keempatnya ditunjuk Menteri BUMN Erick Thohir untuk bertugas meningkatkan kinerja Pertamina. ANTARA FOTO/Trisno Ardi/app/foc.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi mempertanyakan kesiapan Pertamina jika ditunjuk untuk menjadi BUMN khusus hulu migas seperti yang diwacanakan dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Baidowi menilai keraguan tersebut tidak terlepas dari dari kinerja Pertamina yang membukukan kerugian hingga mencapai 767,92 juta dolar AS atau setara Rp11,13 triliun pada semester I-2020.
"Seharusnya dengan potensi yang ada, dan kewenangan yang dimilikinya, Pertamina dengan mudah untung. Bukan malah merugi dengan angka yang cukup besar seperti ini," kata Baidowi dalam seminar "Menyoal BUMN Khusus Hulu Migas Dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja" di Jakarta, Kamis.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini menyebut bahwa ada keinginan dari pemerintah ingin membentuk BUMN khusus hulu migas.
Menurut Baidowi, ada tiga opsi yang berkembang yaitu membentuk BUMN baru yang mengurusi hulu migas, menunjuk Pertamina sebagai BUMN hulu migas, atau, meningkatkan status SKK migas untuk ditunjuk BUMN hulu migas.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Energy Policy, Kholid Syeirazi juga menilai bahwa Pertamina harus memiliki kinerja yang lebih berakuntabilitas dan transparan, demi mendapat kepercayaan publik.
Khalid menambahkan bahwa posisi Pertamina saat ini dinilai ambivalen. Di satu sisi menurut Undang-Undang Migas, Pertamina harus "profit seeking" atau mencari keuntungan, sehingga seharusnya tidak lagi mengemban fungsi PSO (Public Service Obligation).
Namn di sisi lain, menurut UU BUMN, Pertamina harus melaksanakan kewajiban PSO. Agar bisa lebih kompetitif, Pertamina harus mengubah mindset dengan fokus pada menjadi entitas bisnis.
"Sektor hulu harus digenjot sehingga bisa ekspansif. Bukan hanya mengambil minyak dari dalam negeri, tetapi juga bisa mengambil minyak dari negara, sehingga dia bukan hanya menjadi National Oil Company, tetapi menjadi International National Company," kata Kholid.
Baca juga: Pertamina rugi, pengamat: Seharusnya penjualan BBM meningkat pesat
Baca juga: Pertamina alami "triple shock", tapi yakin kinerja 2020 tetap positif
Baidowi menilai keraguan tersebut tidak terlepas dari dari kinerja Pertamina yang membukukan kerugian hingga mencapai 767,92 juta dolar AS atau setara Rp11,13 triliun pada semester I-2020.
"Seharusnya dengan potensi yang ada, dan kewenangan yang dimilikinya, Pertamina dengan mudah untung. Bukan malah merugi dengan angka yang cukup besar seperti ini," kata Baidowi dalam seminar "Menyoal BUMN Khusus Hulu Migas Dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja" di Jakarta, Kamis.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini menyebut bahwa ada keinginan dari pemerintah ingin membentuk BUMN khusus hulu migas.
Menurut Baidowi, ada tiga opsi yang berkembang yaitu membentuk BUMN baru yang mengurusi hulu migas, menunjuk Pertamina sebagai BUMN hulu migas, atau, meningkatkan status SKK migas untuk ditunjuk BUMN hulu migas.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Energy Policy, Kholid Syeirazi juga menilai bahwa Pertamina harus memiliki kinerja yang lebih berakuntabilitas dan transparan, demi mendapat kepercayaan publik.
Khalid menambahkan bahwa posisi Pertamina saat ini dinilai ambivalen. Di satu sisi menurut Undang-Undang Migas, Pertamina harus "profit seeking" atau mencari keuntungan, sehingga seharusnya tidak lagi mengemban fungsi PSO (Public Service Obligation).
Namn di sisi lain, menurut UU BUMN, Pertamina harus melaksanakan kewajiban PSO. Agar bisa lebih kompetitif, Pertamina harus mengubah mindset dengan fokus pada menjadi entitas bisnis.
"Sektor hulu harus digenjot sehingga bisa ekspansif. Bukan hanya mengambil minyak dari dalam negeri, tetapi juga bisa mengambil minyak dari negara, sehingga dia bukan hanya menjadi National Oil Company, tetapi menjadi International National Company," kata Kholid.
Baca juga: Pertamina rugi, pengamat: Seharusnya penjualan BBM meningkat pesat
Baca juga: Pertamina alami "triple shock", tapi yakin kinerja 2020 tetap positif
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020
Tags: