KPPPA: Cegah perkawinan anak demi kepentingan terbaik anak
25 Agustus 2020 17:24 WIB
Seorang anak membawa poster saat aksi peringatan Hari Perempuan Internasional di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (8/3/2020). Aksi tersebut untuk mensosialisasikan pencegahan perkawinan anak guna menekan angka perkawinan usia dini yang masih marak terjadi. ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.
Jakarta (ANTARA) - Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan perkawinan anak harus dicegah untuk memastikan kepentingan terbaik bagi anak.
"Pencegahan perkawinan anak adalah tanggung jawab semua pihak. Jumlah anak mencapai sepertiga penduduk Indonesia yang merupakan masa depan bangsa," kata Lenny dalam sebuah seminar daring yang diikuti dari Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak. Karena itu, pencegahan perkawinan anak merupakan salah satu upaya untuk melindungi dan memenuhi hak anak.
Hal itu sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, yaitu "Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong" serta salah satu dari lima arahan Presiden kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yaitu pencegahan perkawinan anak.
"Jangan sampai kita sudah melakukan yang terbaik bagi anak, tetapi belum waktunya malah sudah dikawinkan," tuturnya.
Baca juga: Perkawinan anak hambat pembangunan manusia dan SDG's
Baca juga: MA sedang siapkan peraturan untuk pencegahan perkawinan anak
Lenny mengatakan pencegahan perkawinan anak juga bagian dari upaya pemerintah daerah untuk menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak. Salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak adalah tidak boleh ada perkawinan anak.
Data proporsi perempuan usia 20 tahun hingga 24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun secara nasional memang terus menurun setiap tahun, meskipun bila dilihat masing-masing provinsi masih lebih banyak yang proporsinya di atas angka nasional.
Pada 2017, proporsinya mencapai 11,54 persen, kemudian berturut-turut pada 2018 dan 2019 adalah 11,21 persen dan 10,82 persen.
"Pada 2024, ditargetkan proporsinya 8,74 persen," ujarnya.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah diubah pertama kali melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang disahkan pada 15 Oktober 2019 dan diundangkan pada 16 Oktober 2019.
Perubahan terhadap Undang-Undang tersebut hanya satu pasal, yaitu Pasal 7 mengenai batas usia perkawinan dari sebelumnya dibedakan 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan menjadi 19 tahun untuk keduanya.
Baca juga: KPPPA: Pengadilan harus mencegah perkawinan anak
Baca juga: Menteri PPPA ingatkan perkawinan anak langgar hak anak, harus disetop
"Pencegahan perkawinan anak adalah tanggung jawab semua pihak. Jumlah anak mencapai sepertiga penduduk Indonesia yang merupakan masa depan bangsa," kata Lenny dalam sebuah seminar daring yang diikuti dari Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak. Karena itu, pencegahan perkawinan anak merupakan salah satu upaya untuk melindungi dan memenuhi hak anak.
Hal itu sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, yaitu "Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong" serta salah satu dari lima arahan Presiden kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yaitu pencegahan perkawinan anak.
"Jangan sampai kita sudah melakukan yang terbaik bagi anak, tetapi belum waktunya malah sudah dikawinkan," tuturnya.
Baca juga: Perkawinan anak hambat pembangunan manusia dan SDG's
Baca juga: MA sedang siapkan peraturan untuk pencegahan perkawinan anak
Lenny mengatakan pencegahan perkawinan anak juga bagian dari upaya pemerintah daerah untuk menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak. Salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak adalah tidak boleh ada perkawinan anak.
Data proporsi perempuan usia 20 tahun hingga 24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun secara nasional memang terus menurun setiap tahun, meskipun bila dilihat masing-masing provinsi masih lebih banyak yang proporsinya di atas angka nasional.
Pada 2017, proporsinya mencapai 11,54 persen, kemudian berturut-turut pada 2018 dan 2019 adalah 11,21 persen dan 10,82 persen.
"Pada 2024, ditargetkan proporsinya 8,74 persen," ujarnya.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah diubah pertama kali melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang disahkan pada 15 Oktober 2019 dan diundangkan pada 16 Oktober 2019.
Perubahan terhadap Undang-Undang tersebut hanya satu pasal, yaitu Pasal 7 mengenai batas usia perkawinan dari sebelumnya dibedakan 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan menjadi 19 tahun untuk keduanya.
Baca juga: KPPPA: Pengadilan harus mencegah perkawinan anak
Baca juga: Menteri PPPA ingatkan perkawinan anak langgar hak anak, harus disetop
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020
Tags: