Dubai (ANTARA News/Reuters) - Yaman, yang sedang mengejar Al Qaida dalam perbatasannya, yakin pasukan keamanannya sendiri harus memerangi para gerilyawan di wilayahnya dan menolak intervensi langsung Amerika Serikat, kata menteri luar negeri negara itu.

Yaman, negara Arab paling miskin, didorong masuk dalam garis depan perang pimpinan Amerika Serikat terhadap kelompok garis keras Islam setelah sayap Al Qaida di Yaman mengatakan berada dibelakang usaha pemboman yang gagal terhadap sebuah pesawat tujuan AS pada Hari Natal.

Menjawab pertanyaan stasiun televisi AS CNN, Kamis apakah Yaman akan menyetujui intervensi langsung AS , Menteri Luar Negeri Abubakr al Qirbi mengatakan : "Tidak, saya kira kami tidak akan menyetujui itu. Saya kira AS, juga harus mengambil pelajaran dari Afghanistan dan Irak dan tempat-tempat lain yang dapat merusak diri sendiri.

"Kami kira ini adalah prioritas dan tanggungjawab pasukan keamanan dan tentara kami," kata Qirbi kepada stasiun televisi AS itu.

Pihak berwenang Yaman melancarkan satu operasi pekan ini untuk menumpas gerilyawan Al Qaida yang menurut mereka berada dibelakang ancaman-ancaman yang memaksa sejumlah kedutaan Barat ditutup.

Operasi itu, yang menewaskan dua gerilyawan, menenangkan kecemasan-kecemasan AS dan mengizinkan misinya yang dijaga ketat untuk dibuka kembali.

"Yang kami butuhkan dari Amerika Serikat dan mitra-mitra lainnya adalah membangun kemampuan kami, membantu kami dengan ketrampilan teknik, dengan peralatan, dengan informasi intelijen dan dengan senjata ," kata Qirbi.

Yaman mengirim pasukan untuk ikut serta dalam satu operasi terhadap Al Qaida di tiga provinsi dalam empat hari belakangan ini. Satu sumber keamanan mengatakan pasukan telah membangun pos-pos pemeriksaan tambahan di jalan-jalan utama.

Pasukan Yaman mengepung seorang pemimpin regional Al Qaida dekat ibu kota itu, Rabu dan menangkap delapan anggota biasa Al Qaida dalam hari-hari belakangan ini, termasuk tiga orang yang cedera dalam operasi Senin, kata sumber-sumber keamanan.

Barat dan Arab Saudi khawatir al Qaida akan mengambil keuntungan dari ketidakstabilan Yaman untuk memperluas operasi-operasinya ke kerajaan yang pengekspor minyak terbesar dunia itu, dan Yaman adalah produser minyak yang kecil.

Yaman meningkatkan keamanan di pantainya untuk menghambat para gerilyawan mencapai pantainya dari Somalia. Qirbi mengatakan ada 200 sampai 300 kaki tangan Al Qaida di Yaman.

Para pejabat Yaman mengakui perlunya bantuan AS dengan kontra terorisme, tetapi mengatakan pemerintah kekurangan sumber-sumber untuk menangani kemiskinan yang menyebabkan Al Qaida dapat merekrut para pendukungnya..

Para pejabat pertahanan dan kontra terorisme mengatakan Washington secara diam-diam memasok peralatan militer , informasi intelijen dan melatih pasukan Yaman untuk menghancurkan tempat-tempat persembunyian Al Qaida.

Perang saudara dan kekacauan menjadikan Yaman satu pangkalan alternatif bagi Al Qaida, yang menurut para pejabat AS banyak datang dari Afghanistan dan mendapat tekanan militer dari tentara Pakistan di daerah-daerah suku di perbatasan dengan Afghanistan.(*)