Jakarta (ANTARA) - Dokter Paru Rumah Sakit Persahabatan, Dr Andika Chandra Putra, PhD, SpP menduga sumbatan pada proses respirasi bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya happy hypoxia pada pasien COVID-19.

"Jadi memang banyak kemungkinan-kemungkinan, banyak hipotesis-hipotesis yang diduga menyebabkan terjadinya happy hypoxia ini," kata Andika melalui sambungan telepon dengan ANTARA di Jakarta, Senin.

Baca juga: Dokter paru perkirakan COVID-19 tidak menempel pada partikel asap

Ia mengatakan happy hypoxia merupakan fenomena adanya ketidaksamaan antara hasil oksigen dalam tubuh dengan tampilan pasien secara klinis.

Pada pasien-pasien yang mengalami happy hypoxia tersebut seringkali ditemukan gas oksigen yang sangat rendah, tetapi pasien seperti memiliki tampilan yang normal dan sama sekali tidak terpengaruh oleh rendahnya oksigen dalam darah tersebut.

"Kondisi mismatch antara 'perfomance' pasien dengan kadar oksigen tubuh itu kita sebut sebagai happy hipoxia ," katanya.

Ia menduga happy hypoxia tersebut disebabkan antara lain karena tersumbatnya proses respirasi oksigen ke dalam paru-paru. "Jadi proses respirasi itu perlu saya jelaskan ada tiga proses, mulai dari masuknya oksigen sampai penggunaannya di dalam tubuh kita. Itu yang kita sebut dengan respirasi," paparnya.

Proses respirasi, katanya, terdiri dari tiga tahapan. Tahapan pertama adalah proses ventilasi atau proses masuknya oksigen ke dalam paru-paru. Berikutnya adalah proses difusi atau proses perpindahan oksigen yang sudah ada di dalam paru-paru ke pembuluh darah dan terakhir proses penyebarluasan oksigen di dalam darah ke seluruh jaringan tubuh untuk digunakan (perfusi)

Pada pasien COVID-19 yang mengalami happy hypoxia, ia menduga ada sumbatan di dalam salah satu proses respirasi yang menyebabkan terhambatnya aliran oksigen, sehingga muncul fenomena klinis tersebut.

Baca juga: Dokter paru: ada kemungkinan 'negatif palsu' pada hasil PCR

Baca juga: Dokter paru klasifikasi 3 kelompok OTG yang perlu masyarakat ketahui


"Jadi diduga juga ada sumbatan pada proses difusi, sehingga oksigennya masuk ke dalam paru-paru, tetapi tidak bisa didifusikan. Tidak bisa dipindahkan dari paru-paru ke pembuluh darah," tuturnya.

Selain dugaan hambatan dalam proses respirasi, Andika juga menduga bahwa happy hypoxia dapat disebabkan karena ada kelainan pada batang otak yang mengatur oksigenasi. "Kita sesak napas pun salah satunya karena ada persepsi dalam otak bahwa tubuh kita memang membutuhkan oksigen. Jadi dugaannya karena ada gangguan persepsi pada batang otak," ujarnya.

Ia juga menduga happy hypoxia bisa terjadi pada penderita COVID-19 karena ada kelainan pada paru-paru pasien, sehingga menyebabkan ketidaksesuaian antara masuknya oksigen dengan terdapatnya oksigen dalam darah.

"Jadi, happy hypoxia itu diduga terjadi penyebabnya karena ada gangguan persepsi di batang otak, ada juga karena ditemukan trombus atau sumbatan di pembuluh darah yang menyebabkan gangguan difusi. Selain itu, juga disebabkan karena gangguan parunya sendiri," kata Andika.

Baca juga: Dokter paru: Kasus meninggal akibat COVID-19 karena faktor risiko