Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang PS Brodjonegoro memuji kemampuan rekayasa balik atau "reverse engineering" Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Tidak bisa dibayangkan, kalau tidak menerapkan rekayasa balik, kalau tidak menerapkan rekayasa balik tersebut, maka kita sangat bergantung dengan impor," ujar Bambang saat memberikan sambutan pada peringatan HUT ke-42 BPPT di Jakarta, Senin.

Pada awal pandemi COVID-19, banyak masuk alat rapid test dari luar negeri, begitu juga perlengkapan untuk tes PCR. Bahkan ventilatornya juga impor.

Baca juga: Menristek katakan pandemi buat Indonesia sadar tekan impor alkes

"Kalau itu tidak dikuasai Indonesia, maka sangat bergantung dengan impor," terang dia.

Adanya impor tersebut menunjukkan bahwa industri alat kesehatan tidak dirancang untuk kemandirian bangsa dan tidak dirancang untuk menjamin kesehatan masyarakat Indonesia.

Namun dengan adanya kemampuan rekayasa balik tersebut, ketergantungan terhadap impor dapat dikurangi. Menristek mengaku gembira karena tidak hanya melakukan rekayasa balik tetapi juga melakukan pengembangan produk.

"Saya gembira karena versi lanjutan sudah muncul dan sudah diumumkan. Saya juga menangkap MoU BPPT dengan pihak farmasi itu juga mengarah kemandirian Indonesia."

Baca juga: Menteri: Pemerintah gunakan produk lokal tingkatkan kepercayaan rakyat

Kemudian yang tidak kalah penting, saat BPPT berhasil melahirkan produk generasi pertama tidak berhenti sampai di situ. Akan tetapi ada pengembangan produk yang dilakukan BPPT.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan pihaknya terus menggaungkan transformasi teknologi dan transformasi digital. BPPT juga siap mewujudkan lompatan besar inovasi, mendukung cita Indonesia Maju menuju negara berbasis inovasi.

Untuk menghadirkan inovasi dan layanan teknologi terbaik demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, lanjut Hammam, membutuhkan kolaborasi semua pemangku kepentingan, dalam sebuah ekosistem inovasi. Ekosistem inovasi pentahelix, mengusung pola kerja sama antarpemerintah, industri/bisnis, akademisi, hingga dukungan komunitas maupun media massa, yang merupakan pemangku kepentingan penyelenggara Iptek dalam menghasilkan produk inovasi buatan Indonesia.*

Baca juga: Menteri: Kecerdasan artifisial jadi dasar inovasi Indonesia masa depan
Baca juga: Bantuan alkes COVID-19 bentuk hilirisasi hasil riset bangsa
Baca juga: Menristek ajak tingkatkan literasi baru di Simposium PPI Dunia