Singapura (ANTARA News) - Harga minyak beringsut naik di perdagangan Asia pada Selasa karena didukung konsumsi yang lebih tinggi dari bahan bakar pemanas karena hawa dingin yang menggigit di belahan bumi utara, kata para analis.

Data menunjukkan bahwa sektor manufaktur di AS membukukan laju aktivitas terkuat sejak April 2006 dan juga didukung harga, dengan kalangan analis mengatakan bahwa pemulihan yang kukuh di perekonomian terbesar di dunia itu baik untuk mendorong kebutuhan energi.

Kontrak utama berjangka minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman Februari di New York naik 32 sen menjadi 81,83 dolar AS per barel di perdagangan pagi.

Sementara harga minyak mentah Laut Utara Brent untuk pengiriman Februari naik 11 sen menjadi 80,23 dolar.

"Ini pertanda yang membesarkan harapan untuk melihat adanya cukup alasan bagi turunnya cadangan minyak hasil penyulingan ... sehingga anda punya sedikit momentum di pasar," kata Mark Pervan, analis komoditas senior di ANZ Bank di Melbourne seperti dikutip dari AFP.

Harga minyak juga terangkat oleh berita tentang menguatnya aktivitas sektor manufaktur di AS, menandai lebih jauh bahwa perekonomian AS, sebagai mesin utama pertumbuhan global, membaik dalam cara untuk memulihkan diri dari resesi yang dalam.

Institute for Supply Management mengatakan indeks manufaktur, yang juga dikenal sebagai indeks pembelian manajer, merangkak menjadi 55,9 persen pada bulan Desember dari 53,6 persen pada bulan November, naik untuk lima bulan berturut-turut.

Angka itu lebih kuat daripada perkiraan hasil konsensus yang sedikit naik menjadi 54,3 persen. Setiap angka di atas 50 persen menunjukkan adanya pertumbuhan.

"Kebanyakan kalangan analis membersihkan pandangan mereka untuk tahun 2010 dan saya pikir sebagian besar pasar menangkap pandangan yang lebih baik mengenai permintaan dibandingkan tahun lalu," kata Pervan.

Konsultan berbasis di London, Capital Economics, mengatakan, pemulihan kembali indeks manufaktur di AS "harus mengembalikan kepercayan pada berlanjutnya pemulihan industri."

Namun, dikatakan "berlanjutnya penurunan belanja konstruksi memberi gambaran bahwa pemulihan masih jauh dari fenomena ekonomi secara luas."(*)