Lebak (ANTARA) - Pengamat politik Haris Hijrah Wicaksana menyatakan gerakan deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) biasa-biasa saja untuk menyuarakan repleksi demokrasi, sehingga pemerintah tidak perlu panik.

"Di negara demokrasi hal itu hal wajar para tokoh menyuarakan dengan lantang mengkritisi kebijakan pemerintah, sepanjang kritikannya membangun dan solusi," kata Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisip) Setia Budhi Rangkasbitung Kabupaten Lebak Provinsi Banten, Kamis.

Baca juga: Politikus PDIP sebut deklarasi KAMI sebagai manuver politik

Dalam deklarasi KAMI yang diketuai Din Syamsudin juga terdapat beberapa tokoh dan pemerintah memandang hal biasa di era demokrasi tersebut.

Pemerintah tidak perlu membesar-besarkan karena gerakan oposisi itu biasa-biasa saja sebagai refleksi demokrasi.

Baca juga: Deklarasi KAMI, Din Syamsudin sebut 150 tokoh bergabung

Di negara demokrasi itu tentu perlu ada kaum oposisi dengan menyuarakan lantang, karena mereka tidak berada di posisi pemerintahan.

Mereka para tokoh oposisi itu hanya memandang secara subyektif saja dengan selalu menyalahkan kebijakan pemerintah.

Baca juga: Survei: Mayoritas elite percaya Jokowi mampu tangani COVID-19

"Kami menilai gerakan deklarasi KAMI itu sebagai aksi damai dan tidak menjadikan ancaman untuk melakukan pemakjulan maupun menggulingkan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) yang sah dan legal," katanya menjelaskan.

Menurut dia, mekanisme sistem presidentil sangat berat untuk menggulingkan presiden dan syaratnya harus ada sidang paripurna MPR juga harus menyetujui 2/3 anggota legislatif.

Sedangkan, legislatif yang ada saat ini sekitar 90 persen dibawah koalisi pemerintahan Jokowi.

Gerakan deklarasi KAMI itu, kata dia, hanya untuk mendapatkan perhatian pemerintah agar para tokoh bisa kembali berkoalisi di bawah naungan pemerintah Jokowi.

Sebab, di antaranya ada tokoh yang pernah menjabat pemerintahan Jokowi, seperti Rizal Ramli, Said Didu dan Gatot Purnawirawan Jenderal Nurmantyo.

"Kami melihat mereka itu ingin kembali diberikan jabatan oleh pemerintahan Jokowi," kata Dosen Untirta itu.

Ia mengatakan, deklarasi KAMI yang menuntut delapan maklumat di antaranya penyelamatan Pancasila, penanggulangan pandemi COVID-19, resesi ekonomi dan penegakan supremasi hukum itu tidak mendasar.

Selama ini, Jokowi dinilai berhasil untuk mengatasi pandemi COVID-19 ketika ekonomi nasional menurun, namun kebijakan pemerintah Jokowi menerapkan era normal baru untuk pemulihan ekonomi.

Selain itu juga kebijakan pemerintah Jokowi dalam menangani COVID-19 cukup besar mengalokasikan anggaran untuk subsidi bantuan langsung tunai (BLT) Rp600 ribu/jiwa.

Begitu juga memberikan bantuan subsidi modal kepada pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Rp2,4 juta/unit usaha.

Pemerintah Jokowi juga memberikan subsidi listrik, keringanan bunga perbankan hingga menyetop angsuran leasing kendaraan.

"Kami melihat maklumat delapan tuntutan itu tidak jelas kemana arahnya, sebab pemerintah Jokowi tengah mengupayakan penanganan resesi ekonomi maupun pandemi COVID-19 itu," katanya.