Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, meski memasuki musim kemarau namun hangatnya kondisi perairan Indonesia memunculkan uap air intensif menimbulkan awan di wilayah tengah dan utara yang memicu curah hujan tinggi.

"Apalagi pasokan udara dari Pasifik yang relatif kandungan uap airnya tinggi sehingga memicu hujan. Sehingga wajar ada yang bertanya, katanya kemarau tapi ada banjir bandang. Ya itulah Indonesia dengan kondisi cuaca di setiap wilayahnya bervariasi," kata Dwikorita dalam webinar Program Kampung Iklim Untuk Membangun Kemandirian Pangan Masyarakat di Sekitar Hutan oleh Universitas Brawijaya diakses dari Jakarta, Rabu.

Baca juga: BMKG catat beberapa wilayah tidak alami hujan lebih dari 30 hari

Kondisi itu, menurut dia, diperparah dengan perubahan iklim global. Tanpa adanya perubahan iklimpun kondisi cuaca di Indonesia sudah dipengaruhi kondisi dua samudera yakni Pasifik dan Hindia, serta dua benua yakni Asia dan Australia.

"Maka dampak perubahan iklim semakin terasa di Indonesia," kata Dwikorita.

Perubahan iklim, ia mengatakan disebabkan secara langsung dan tidak langsung aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan sehingga perubahan iklim itu tidak mengada-ada atau menduga-duga.

Baca juga: BMKG: Curah hujan Banjarnegara rendah jelang puncak kemarau

Baca juga: BMKG perkirakan kekuatan gempa Bengkulu lebih dahsyat jika tidak dobel


Sebelumnya ia menjelaskan apabila ada tekanan udara di wilayah Asia maka angin akan berhembus ke Indonesia, dan saat itu terjadi monsun Asia. Saat ini sebaliknya, monsun Australia terjadi sehingga udara menjadi lebih kering dan dingin, terutama di wilayah selatan Khatulistiwa.

Uniknya, menurut dia, karena posisi Indonesia terletak di antara dua benua dan samudera maka sangat dipengaruhi pergerakan udara di kedua wilayah tersebut. Sehingga wilayah selatan khatulistiwa lebih dipengaruhi monsun Australia yang kering dan dingin, itu terjadi di sisi selatan Jawa dan Nusa Tenggara.

Dwikorita sebelumnya mengatakan sejumlah faktor yang menjadi pengendali iklim di Indonesia. Anomali suhu muka laut di Pasifik (El Nino-netral-La Nina), beda suhu muka laut di Samudera Hindia dari pantai timur Afrika hingga ke perairan barat daya Sumatera (IOD+ atau IOD-), angin monsun, dan suhu muka laut di perairan Indonesia.

Baca juga: BPBD laporkan satu rumah rusak akibat gempa magnitudo 6,9 di Bengkulu

Baca juga: Gempa magnitudo 6,9 guncang Bengkulu tidak berpotensi tsunami