Paris (ANTARA News) - Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, Selasa, mengutuk kejadian yang ia sebut i "tindakan keras berdarah" terhadap demonstran di Iran. Sarkozy menyerukan pembebasan orang-orang yang ditangkap oleh pasukan keamanan.

Prancis meminta "penghentian kekerasan, pembebasan semua anggota oposisi yang dipenjarakan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia", kata pernyataan yang disiarkan di situs Internet kepresidenan dan dikutip AFP.

Sarkozy juga meminta diakhirinya penangkapan, yang ia katakan hanya membuat situasi bertambah buruk.

Campur-tangan Sarkozy terjadi hanya beberapa jam setelah pemenang hadiah Nobel perdamaian Iran Shirin Ebadi melaporkan saudara perempuannya telah ditangkap. Perkembangan itu dikecam dengan cepat oleh Menlu Prancis Bernard Kouchner.

Pengacara Ebadi mengatakan agen-agen intelijen telah menangkap Nooshin Ebadi, seorang guru besar medis, di rumahnya Senin. Ebadi "bukan aktivis", kata saudaranya.

Ebadi termasuk di antara puluhan wartawan dan aktivis yang ditangkap Senin, satu hari setelah sedikit-dikitnya delapan orang tewas dalam kerusuhan di Teheran dan kota lain di Iran.

Pasukan keamanan menggunakan gas air mata, tongkat dan akhirnya lima berondongan tembakan langsung dengan amunisi untuk menekan ribuan demonstran pada hari Asyura.

"Sejak pemilihan 12 Juni, rayat Iran telah minta dengan damai hak untuk mengekspresikan diri mereka secara bebas dan untuk memilih tujuan mereka," kata pernyataan Sarkozy, yang merujuk kepada pemilihan presiden yang diperselisihkan di Iran.

Prancis di pihak mereka, "seperti itulah setiap kali orang meminta kebebasan dan keadilan", pernyataan tersebut menambahkan.

Iran telah berada dalam kekacauan politik sejak pemilihan presiden Juni. Mahmoud Ahmadinejad secara resmi dinyatakan menang dalam proses tersebut, yang telah memicu demonstrasi jalanan dari para pendukung penantang yang kalah Mir Hossein Mousavi.

Selasa pagi, seorang pemimpin gerakan oposisi Iran terkenal yang tinggal di Paris minta pada para penentang rezim di Teheran untuk bersatu dalam upaya mereka untuk menggulingkan pemerintahan ulama.

Maryam Rajavi, pemimpin Dewan Perlawanan Nasional Iran, mengatakan para pengikutnya telah bekerja sama dengan gerakan protes paling belakangan di jalanan Teheran dan ia meminta para pemimpin oposisi untuk berbuat sama.

Kecaman baru dari Paris itu terjadi di tengah ketegangan karena pemeriksaan pengadilan Iran atas seorang warga Prancis berusia 24 tahun, Clotilde Reiss, yang dituduh mengambil bagian dalam demonstrasi yang meletus setelah pemilihan presiden Juni, yang diperselisihkan.

Prancis mati-matian menyatakan ketidakbersalahan Reiss dalam semua tuduhan, dan menuduh Iran berusaha untuk memeras Paris agar membebaskan seorang agen Iran yang dipenjarakan di Prancis karena pembunuhan yang terjadi tahun 1991 terhadap seorang bekas perdana menteri di pengasingan.