Fraksi Gerindra DPR RI dorong APBN dilaksanakan lebih serius
18 Agustus 2020 20:36 WIB
Tangkapan layar saat Juru Bicara Fraksi Partai Gerindra DPR RI Heri Gunawan berbicara dalam Rapat Paripurna ke-2 Masa Persidangan 2020-2021 di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/8/2020). (ANTARA/ Abdu Faisal)
Jakarta (ANTARA) - Juru bicara Fraksi Partai Gerindra DPR RI dalam Rapat Paripurna ke-2 Masa Persidangan 2020-2021, Heri Gunawan mendorong pemerintah lebih serius melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Dengan mempertimbangkan kondisi sebagaimana dikemukakan, pemerintah perlu lebih serius dalam melaksanakan APBN yang sudah disepakati bersama pemerintah dan DPR," kata Heri di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa.
Anggota Komisi XI DPR RI daerah pemilihan Jawa Barat IV itu menambahkan, dengan melesetnya sejumlah target APBN 2019 menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah dalam melaksanakan APBN masih belum maksimal.
"Mengingat penyusunan APBN tahun anggaran 2019 dimulai dengan pembicaraan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, dengan merujuk tujuh indikator asumsi ekonomi makro, hanya dua indikator yang mencapai target yang ditetapkan, yaitu indikator inflasi dan nilai tukar rupiah," kata Heri.
Baca juga: Puan ingatkan APBN harus memastikan keberlanjutan pembangunan nasional
Adapun tingkat inflasi 2019 sebesar 2,72 persen di bawah target inflasi maksimal yang ditetapkan sebesar 3,5 persen. Sedangkan rata-rata nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp14.146 per dolar AS.
Namun, lima indikator ekonomi makro dikatakan meleset dari target awal yaitu harga minyak mentah (Indonesian Crude Price/ ICP), lifting minyak bumi yang hanya 746.000 dari target rata-rata 750.000 barel per hari, lifting gas bumi yang hanya mencapai 1,05 juta barel per hari dari target 1,25 juta barel per hari, pertumbuhan ekonomi 2019 5,02 persen tidak sampai target 5,3 persen, dan suku bunga perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan (rata-rata) tidak sampai 5,3 persen.
"Secara umum dapat dikatakan bahwa capaian realisasi dari asumsi pada APBN 2019 meleset dari target yang ditetapkan," kata Heri.
Seharusnya, kata Heri, pemerintah memiliki target pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019.
Namun, pemerintah cenderung kesulitan karena gejolak ekonomi eksternal dan gejolak ekonomi global sehingga target pertumbuhan ekonomi pun diturunkan.
"Padahal porsi ekonomi eksternal dan ekonomi global dalam struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tidaklah signifikan," kata Heri.
Baca juga: Ketua DPR: Sediakan ruang fiskal antisipatif pada APBN 2021
Namun, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 juga tidak mampu mencapai target yang diharapkan. Heri mengatakan pencapaian pemerintah yang hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen kurang memenuhi ekspektasi rakyat.
"Bertambah besarnya anggaran pembangunan ternyata belum mampu mendatangkan perbaikan fundamental ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Yang terjadi malah sebaliknya, penurunan," kata Heri.
Menurut dia, penurunan pertumbuhan ekonomi terlihat dalam porsi industri pengolahan atau manufaktur terhadap produk domestik yang mengalami tekanan atau kontraksi dari tahun ke tahun.
Penurunan pertumbuhan ekonomi juga dirasakan berkontribusi besar terhadap persoalan bangsa di antaranya angka pengangguran mencapai 7,5 juta orang pada tahun 2019, jumlah penduduk miskin dengan garis kemiskinan Rp440.538 per kapita per bulan mencapai 24,79 juta orang pada tahun 2019.
Sementara pada tahun 2020 diperkirakan dunia akan mengalami krisis bahkan resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Baca juga: Pemerintah akan bicara dengan DPR soal perubahan desain RAPBN 2021
Ia berharap kecenderungan penurunan realisasi APBN diharapkan tidak lagi berlanjut, apalagi pada tahun 2020 yang memerlukan kerja keras di tengah ancaman resesi ekonomi global.
Pemerintah perlu melakukan perbaikan dalam penyerapan anggaran yang tidak hanya sebatas angka semata, namun mengutamakan manfaat dan kualitas penyerapan serta tepat sasaran.
Selain itu, kata Heri, pemerintah seyogianya mematok target yang lebih realistis terhadap asumsi-asumsi dalam perencanaan APBN serta berupaya mendorong postur APBN yang surplus di mana memiliki fokus yang jelas dan terarah dalam pembangunan.
Ia mengatakan Fraksi Partai Gerindra DPR RI mengusulkan pembangunan difokuskan pada indikator pertanian dan perikanan yang optimal demi mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Dua indikator itu diharapkan mendapat intervensi negara dalam menjaga ketahanan pangan dan mengendalikan impor pangan.
"Adalah ideal apabila negara maritim seperti Indonesia menempatkan nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan sebagai indikator pembangunan. Petani dan nelayan memegang peran penting dalam mengelola kekayaan alam yang melimpah," katanya.
Baca juga: DPR minta pemerintah rancang kebijakan fiskal ekspansif-konsolidatif
Fraksi Gerindra DPR RI, lanjut Heri, juga mengusulkan agar pemerintah meningkatkan pendapatan negara dari potensi-potensi sumber daya yang tersedia, termasuk menaikkan rasio pajak, sehingga negara memiliki sumber penerimaan yang cukup dan mengurangi ketergantungan terhadap utang sebagai sumber pembiayaan di setiap tahun anggaran.
"Dengan demikian, Fraksi Gerindra dapat menyetujui dengan catatan, terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2019. Dengan harapan, catatan-catatan di atas menjadi koreksi yang konstruktif bagi pelaksanaan APBN di tahun-tahun yang akan datang," kata Heri.
"Dengan mempertimbangkan kondisi sebagaimana dikemukakan, pemerintah perlu lebih serius dalam melaksanakan APBN yang sudah disepakati bersama pemerintah dan DPR," kata Heri di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa.
Anggota Komisi XI DPR RI daerah pemilihan Jawa Barat IV itu menambahkan, dengan melesetnya sejumlah target APBN 2019 menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah dalam melaksanakan APBN masih belum maksimal.
"Mengingat penyusunan APBN tahun anggaran 2019 dimulai dengan pembicaraan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, dengan merujuk tujuh indikator asumsi ekonomi makro, hanya dua indikator yang mencapai target yang ditetapkan, yaitu indikator inflasi dan nilai tukar rupiah," kata Heri.
Baca juga: Puan ingatkan APBN harus memastikan keberlanjutan pembangunan nasional
Adapun tingkat inflasi 2019 sebesar 2,72 persen di bawah target inflasi maksimal yang ditetapkan sebesar 3,5 persen. Sedangkan rata-rata nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp14.146 per dolar AS.
Namun, lima indikator ekonomi makro dikatakan meleset dari target awal yaitu harga minyak mentah (Indonesian Crude Price/ ICP), lifting minyak bumi yang hanya 746.000 dari target rata-rata 750.000 barel per hari, lifting gas bumi yang hanya mencapai 1,05 juta barel per hari dari target 1,25 juta barel per hari, pertumbuhan ekonomi 2019 5,02 persen tidak sampai target 5,3 persen, dan suku bunga perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan (rata-rata) tidak sampai 5,3 persen.
"Secara umum dapat dikatakan bahwa capaian realisasi dari asumsi pada APBN 2019 meleset dari target yang ditetapkan," kata Heri.
Seharusnya, kata Heri, pemerintah memiliki target pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019.
Namun, pemerintah cenderung kesulitan karena gejolak ekonomi eksternal dan gejolak ekonomi global sehingga target pertumbuhan ekonomi pun diturunkan.
"Padahal porsi ekonomi eksternal dan ekonomi global dalam struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tidaklah signifikan," kata Heri.
Baca juga: Ketua DPR: Sediakan ruang fiskal antisipatif pada APBN 2021
Namun, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 juga tidak mampu mencapai target yang diharapkan. Heri mengatakan pencapaian pemerintah yang hanya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen kurang memenuhi ekspektasi rakyat.
"Bertambah besarnya anggaran pembangunan ternyata belum mampu mendatangkan perbaikan fundamental ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Yang terjadi malah sebaliknya, penurunan," kata Heri.
Menurut dia, penurunan pertumbuhan ekonomi terlihat dalam porsi industri pengolahan atau manufaktur terhadap produk domestik yang mengalami tekanan atau kontraksi dari tahun ke tahun.
Penurunan pertumbuhan ekonomi juga dirasakan berkontribusi besar terhadap persoalan bangsa di antaranya angka pengangguran mencapai 7,5 juta orang pada tahun 2019, jumlah penduduk miskin dengan garis kemiskinan Rp440.538 per kapita per bulan mencapai 24,79 juta orang pada tahun 2019.
Sementara pada tahun 2020 diperkirakan dunia akan mengalami krisis bahkan resesi ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Baca juga: Pemerintah akan bicara dengan DPR soal perubahan desain RAPBN 2021
Ia berharap kecenderungan penurunan realisasi APBN diharapkan tidak lagi berlanjut, apalagi pada tahun 2020 yang memerlukan kerja keras di tengah ancaman resesi ekonomi global.
Pemerintah perlu melakukan perbaikan dalam penyerapan anggaran yang tidak hanya sebatas angka semata, namun mengutamakan manfaat dan kualitas penyerapan serta tepat sasaran.
Selain itu, kata Heri, pemerintah seyogianya mematok target yang lebih realistis terhadap asumsi-asumsi dalam perencanaan APBN serta berupaya mendorong postur APBN yang surplus di mana memiliki fokus yang jelas dan terarah dalam pembangunan.
Ia mengatakan Fraksi Partai Gerindra DPR RI mengusulkan pembangunan difokuskan pada indikator pertanian dan perikanan yang optimal demi mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Dua indikator itu diharapkan mendapat intervensi negara dalam menjaga ketahanan pangan dan mengendalikan impor pangan.
"Adalah ideal apabila negara maritim seperti Indonesia menempatkan nilai tukar petani dan nilai tukar nelayan sebagai indikator pembangunan. Petani dan nelayan memegang peran penting dalam mengelola kekayaan alam yang melimpah," katanya.
Baca juga: DPR minta pemerintah rancang kebijakan fiskal ekspansif-konsolidatif
Fraksi Gerindra DPR RI, lanjut Heri, juga mengusulkan agar pemerintah meningkatkan pendapatan negara dari potensi-potensi sumber daya yang tersedia, termasuk menaikkan rasio pajak, sehingga negara memiliki sumber penerimaan yang cukup dan mengurangi ketergantungan terhadap utang sebagai sumber pembiayaan di setiap tahun anggaran.
"Dengan demikian, Fraksi Gerindra dapat menyetujui dengan catatan, terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2019. Dengan harapan, catatan-catatan di atas menjadi koreksi yang konstruktif bagi pelaksanaan APBN di tahun-tahun yang akan datang," kata Heri.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020
Tags: