Surabaya (ANTARA News) - Pengamat media dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Yayan Sakti Suryandaru, menyatakan bahwa Prita Mulyasari layak bebas dari jeratan hukum karena aturan yang ada sekarang masih sangat lemah.
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Unair ini Selasa menuturkan, hukum yang mengatur seperti Undang-Undang Informasi Teknologi dan Transaksi Elektronika (ITE) dan KUHP tidak mempunyai batasan yang jelas dan sudah tidak cocok lagi dengan kondisi sekarang.
"Dalam pasal 27 ayat 3 UU ITE dan pasal 310 dan 311 KUHP terkait pencemaran nama baik tidak dijelaskan secara gamblang jenis pelanggaran seperti apa yang disebut sebagai pencemaran nama baik," katanya.
Ia menambahkan, KUHP yang saat ini berlaku sudah harus direvisi karena sudah tidak cocok lagi jika diterapkan pada zaman modern seperti saat ini.
"Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) yang saat ini berlaku dibuat pada saat penjajahan zaman Belanda, ketika pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk menakut-nakuti aktivis media pada saat itu. Jadi jika masih dipakai hingga saat ini sangat tidak cocok dan perlu direvisi," katanya menjelaskan.
Selain itu, Yayan juga menambahkan, dibebaskannya Prita Mulyasari dari jeratan hukum bisa menjadi yurisprudensi terhadap kasus serupa di masa yang akan datang.
"Jadi jika ada kasus pencemaran nama baik melalui media, seperti internet, maka kemungkinan besar pelaku bisa bebas," katanya.
Dalam kasus Prita Mulyasari yang dianggap mencemarkan nama baik, seharusnya dari aparat penegak keadilan tidak hanya memberikan sanksi dan hukuman pada Prita, tapi juga pihak yang berniat menyebarkan informasi tersebut.
"Niat awal Prita Mulyasari adalah curhat dengan teman dekatnya, namun oleh pihak lain justru disebarkan sehingga publik pun bisa mengetahui masalah pribadi Prita tersebut. Jadi dalam hal ini yang harus dikenai hukuman adalah pihak yang berniat menyebarkan informasi tersebut," ucapnya.
Dengan terkuaknya kasus Prita Mulyasari, ia berharap pemerintah segera merevisi undang-undang yang ada serta membuat satu klausul pasal yang mengatur kode etik penggunaan media on line.
"Kode etik penggunaan media on line harus segera diatur karena masyarakat Indonesia saat ini sedang melalui proses lompatan peradaban teknologi komunikasi, di mana masih banyak masyarakat yang tidak melalui beberapa tahapan sehingga etika-etika yang dipahami pun belum maksimal," katanya.
(*)
Pengamat: Prita Layak Bebas
29 Desember 2009 19:58 WIB
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009
Tags: