Konsorsium Riset tegaskan belum ada obat khusus COVID-19
18 Agustus 2020 18:34 WIB
Tangkapan layar - Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN Ali Ghufron Mukti dalam diskusi Satgas Penanganan COVID-19 di Jakarta, Selasa (18/8/2020) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Sampai saat ini belum ada obat yang bisa diklaim khusus untuk menyembuhkan COVID-19, kata Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN Ali Ghufron Mukti.
"Jadi sampai sekarang belum ada satu pun yang kita bisa klaim sebetulnya merupakan satu obat, meski banyak klaim-klaim dari beberapa yang mengatakan penelitian, tapi termasuk dalam konsorsium belum satu pun yang bisa dikatakan obat spesifik khusus untuk COVID-19," katanya dalam diskusi Satgas Penanganan COVID-19 di Graha BNPN Jakarta, Selasa.
Sejauh ini, Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 masih dalam proses mengembangkan vaksin hasil kolaborasi Lembaga Eijkman dan Konsorsium bersama Biofarma dan Badan Intelijen Negara.
Ia mengatakan untuk kandidat imunomodulator atau obat untuk mendukung imunitas yang penting dalam melawan COVID-19 juga baru melewati proses uji klinis di RS Darurat Wisma Atlet.
Baca juga: Klaim obat COVID-19 tanpa pengujian bisa timbulkan misinformasi
Pernyataan Ali Ghufron itu juga didukung oleh Dr. Anwar Santoso dari Komite Nasional Penilai Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengatakan beberapa obat memang telah menjalani uji klinis.
Meski prosesnya sudah berjalan, Anwar menegaskan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang secara spesifik manjur serta aman untuk pengobatan COVID-19.
"Sampai sekarang belum ada satu 'statement' yang menyatakan bahwa ini ada obat yang manjur dan aman untuk COVID-19. Semuanya masih dalam fase uji klinik," kata ahli jantung dari RS Harapan Kita itu.
Bahkan, dia menegaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) juga tidak memberikan pernyataan resmi ada obat yang direkomendasikan dan aman untuk pengobatan COVID-19 tetapi dalam tahapan uji klinis.
Baca juga: BPOM ingatkan warga waspadai klaim berlebihan khasiat obat herbal
Baca juga: BPOM tidak pernah keluarkan klaim jamu bunuh virus COVID-19
Baca juga: Kemenkes bantah klaim obat tradisional untuk sembuhkan COVID-19
"Jadi sampai sekarang belum ada satu pun yang kita bisa klaim sebetulnya merupakan satu obat, meski banyak klaim-klaim dari beberapa yang mengatakan penelitian, tapi termasuk dalam konsorsium belum satu pun yang bisa dikatakan obat spesifik khusus untuk COVID-19," katanya dalam diskusi Satgas Penanganan COVID-19 di Graha BNPN Jakarta, Selasa.
Sejauh ini, Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 masih dalam proses mengembangkan vaksin hasil kolaborasi Lembaga Eijkman dan Konsorsium bersama Biofarma dan Badan Intelijen Negara.
Ia mengatakan untuk kandidat imunomodulator atau obat untuk mendukung imunitas yang penting dalam melawan COVID-19 juga baru melewati proses uji klinis di RS Darurat Wisma Atlet.
Baca juga: Klaim obat COVID-19 tanpa pengujian bisa timbulkan misinformasi
Pernyataan Ali Ghufron itu juga didukung oleh Dr. Anwar Santoso dari Komite Nasional Penilai Obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengatakan beberapa obat memang telah menjalani uji klinis.
Meski prosesnya sudah berjalan, Anwar menegaskan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang secara spesifik manjur serta aman untuk pengobatan COVID-19.
"Sampai sekarang belum ada satu 'statement' yang menyatakan bahwa ini ada obat yang manjur dan aman untuk COVID-19. Semuanya masih dalam fase uji klinik," kata ahli jantung dari RS Harapan Kita itu.
Bahkan, dia menegaskan, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) juga tidak memberikan pernyataan resmi ada obat yang direkomendasikan dan aman untuk pengobatan COVID-19 tetapi dalam tahapan uji klinis.
Baca juga: BPOM ingatkan warga waspadai klaim berlebihan khasiat obat herbal
Baca juga: BPOM tidak pernah keluarkan klaim jamu bunuh virus COVID-19
Baca juga: Kemenkes bantah klaim obat tradisional untuk sembuhkan COVID-19
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020
Tags: