Klaim obat COVID-19 tanpa pengujian bisa timbulkan misinformasi
18 Agustus 2020 16:55 WIB
Tangkapan layar - Anggota Komite Nasional Penilai Obat BPOM Dr. Anwar Santoso dalam diskusi di Graha BNPB Jakarta, Selasa (18/8/2020). (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pakar kesehatan mengemukakan bahwa klaim obat herbal atau imunomodulator yang dapat menyembuhkan COVID-19 tanpa melewati pengujian klinis secara tepat dapat menimbulkan penyebaran informasi yang salah atau misinformasi di masyarakat.
"Ini yang sering belum mendapatkan uji klinis lalu dia mengklaim bahwa bisa khusus untuk imunomodulator untuk COVID-19 dan pasien yang diberikan pasti sembuh," kata Ketua Konsursium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN Ali Ghufron Mukti dalam diskusi Satgas Penanganan COVID-19 diadakan di Graha BNPB Jakarta pada Selasa.
Terdapat beberapa pihak yang mengklaim memproduksi produk imunomodulator, obat untuk memperkuat imunitas, terutama dari bahan herbal yang dapat menyembuhkan COVID-19.
Meskipun upaya meningkatkan imunitas adalah salah satu kunci menghadapi COVID-19, terutama untuk orang tanpa gejala atau bergejala ringan, katanya, klaim itu harus didukung dengan pengujian.
Obat herbal memiliki tiga jenis, yaitu yang sifatnya jamu, obat herbal tersandar (OHT) yang harus paling tidak melewati uji in vitro, dan fitofarmaka yang harus melewati uji klinis.
Baca juga: BPOM: Jamu untuk tingkatkan imun tubuh bukan membunuh virus
Anggota Komite Nasional Penilai Obat BPOM Dr. Anwar Santoso yang juga hadir dalam diskusi, mengatakan melakukan uji klinis sendiri tidaklah sederhana. Penyembuhan suatu penyakit memiliki banyak faktor serta terdapat faktor perancu dan uji klinis dilakukan untuk meminimalkan peranan faktor tersebut.
Oleh karena itu, klaim tanpa dukungan pengujian tersebut bisa menimbulkan tersebarnya informasi yang kurang tepat di masyarakat.
"Dampaknya apa? Akan terjadi misinformasi pada masyarakat, ini yang berbahaya. Karena uji klinis harus memberikan bukan hanya 'scientific value' tapi juga 'social value'," tegas ahli jantung di RS Jantung Harapan Kita itu.
Baca juga: YLKI paparkan empat penyebab klaim obat COVID-19 marak bermunculan
Baca juga: Kemenkes bantah klaim obat tradisional untuk sembuhkan COVID-19
Baca juga: Satgas COVID-19: Tidak bisa klaim obat tanpa uji lebih dulu
"Ini yang sering belum mendapatkan uji klinis lalu dia mengklaim bahwa bisa khusus untuk imunomodulator untuk COVID-19 dan pasien yang diberikan pasti sembuh," kata Ketua Konsursium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN Ali Ghufron Mukti dalam diskusi Satgas Penanganan COVID-19 diadakan di Graha BNPB Jakarta pada Selasa.
Terdapat beberapa pihak yang mengklaim memproduksi produk imunomodulator, obat untuk memperkuat imunitas, terutama dari bahan herbal yang dapat menyembuhkan COVID-19.
Meskipun upaya meningkatkan imunitas adalah salah satu kunci menghadapi COVID-19, terutama untuk orang tanpa gejala atau bergejala ringan, katanya, klaim itu harus didukung dengan pengujian.
Obat herbal memiliki tiga jenis, yaitu yang sifatnya jamu, obat herbal tersandar (OHT) yang harus paling tidak melewati uji in vitro, dan fitofarmaka yang harus melewati uji klinis.
Baca juga: BPOM: Jamu untuk tingkatkan imun tubuh bukan membunuh virus
Anggota Komite Nasional Penilai Obat BPOM Dr. Anwar Santoso yang juga hadir dalam diskusi, mengatakan melakukan uji klinis sendiri tidaklah sederhana. Penyembuhan suatu penyakit memiliki banyak faktor serta terdapat faktor perancu dan uji klinis dilakukan untuk meminimalkan peranan faktor tersebut.
Oleh karena itu, klaim tanpa dukungan pengujian tersebut bisa menimbulkan tersebarnya informasi yang kurang tepat di masyarakat.
"Dampaknya apa? Akan terjadi misinformasi pada masyarakat, ini yang berbahaya. Karena uji klinis harus memberikan bukan hanya 'scientific value' tapi juga 'social value'," tegas ahli jantung di RS Jantung Harapan Kita itu.
Baca juga: YLKI paparkan empat penyebab klaim obat COVID-19 marak bermunculan
Baca juga: Kemenkes bantah klaim obat tradisional untuk sembuhkan COVID-19
Baca juga: Satgas COVID-19: Tidak bisa klaim obat tanpa uji lebih dulu
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020
Tags: