Semarang (ANTARA News) - Sutradara senior, Chaerul Umam, menilai, merebaknya film-film religi Islam saat ini baru menjadi gejala akan bangkitnya film bertema keagamaan di tengah kepungan film dengan tema-tema lain seperti horor, seks, dan percintaan.

"Saya pikir perkembangan film religi di Indonesia masih menjadi gejala, sebab sumber daya pembuatan film religi memang masih terbatas," katanya usai apresiasi film "Ketika Cinta Bertasbih" di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Kamis.

Menurut dia, pembuatan film bertema religi hingga saat ini masih terkendala sumber daya manusia, sebab banyak pihak yang belum siap dan sadar untuk menyuguhkan tema Islam sebagai alternatif membuat film, dibandingkan tema-tema lain yang mungkin lebih diminati.

"Hal itu dibuktikan dengan banyaknya film bertema religi yang dibuat dan diputar di bioskop, namun dibuat oleh sutradara yang itu-itu saja. Tidak banyak yang mau membuat film bertema religi," kata sutradara film "Ketika Cinta Bertasbih" tersebut.

Selain masalah sumber daya manusia, kata dia, pembuatan film religi juga terkendala sumber dana, karena banyak produser yang cenderung memilih film dengan tema-tema lain, karena dianggap lebih memiliki nilai jual dibandingkan dengan film religi.

Ditanya tentang kebangkitan film-film religi di Indonesia, ia mengatakan, kemungkinan besar akan terjadi, ditandai dengan semakin banyaknya produksi film religi belakangan ini, namun kualitas film religi yang dibuat juga perlu mendapatkan perhatian.

"Jangan sampai nilai-nilai religiusitas hanya digunakan sebagai formalitas untuk membuat film bertema itu," kata sutradara yang mengaku telah membuat sekitar lima film bertema religi sejak tahun 1977 tersebut.

Ia menilai, pembuatan film bertema religi harus lebih mengutamakan nilai dakwah, tanpa meninggalkan unsur-unsur yang membuat film tersebut memiliki nilai jual, meskipun antara nilai dakwah dan nilai jual merupakan dua hal yang berbeda dan tidak dapat disamakan.

Ditanya tentang kekhawatiran merebaknya film-film religi nantinya akan dijadikan `aji mumpung`, ia mengatakan, hal itu bisa dihindari dengan keselektifan pembuatan film, agar film yang dihasilkan dapat berkualitas. "Kalau memang bagus, kan tidak apa-apa," katanya.

Chaerul mengatakan, pihaknya saat ini gencar menggelar `workshop` pembuatan film untuk melatih dan menyadarkan masyarakat dan ternyata banyak diminati, terutama kalangan muda, meskipun hal tersebut memang agak terlambat dilakukan.

Menurut dia, hal terpenting untuk membuat film religi adalah kedekatan pembuat film dengan masalah yang akan diangkat dalam film dan pembuat film religi juga harus benar-benar menguasai seluk beluk permasalahan berkaitan dengan agama Islam, selain soal sinematografi.

"Kalau ditanya bagaimana ilmu untuk membuat film religi, sebenarnya memang tidak ada ilmunya, namun yang terpenting pembuatan film tersebut jangan dipaksakan," kata Chaerul.(*)