Makassar (ANTARA) - Dua pasangan bakal calon kepala daerah masing-masing Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Gowa, di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), berpotensi akan melawan kolom kosong karena hingga kini belum ada tanda-tanda ada penantangnya pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020.
"Potensi itu ada, sebab situasi Pilkada Gowa dan Soppeng memang kurang menggembirakan," ujar pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Andi Luhur Prianto saat dikonfirmasi, di Makassar, Kamis.
Dua pasangan tersebut yakni Andi Kaswadi Razak-Lutfi Halide yang akan berlaga di Kabupaten Soppeng, dan Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo-Abdul Rauf Malanganni di Kabupaten Gowa. Kedua kandidat ini adalah petahana.
Luhur mengatakan, tujuan dari pilkada langsung sebenarnya membuka akses seluas-luasnya bagi warga negara untuk berkompetisi memperebutkan formasi jabatan-jabatan publik. Tentunya, tidak menghendaki penumpukan kekuasaan di satu kelompok saja.
"Situasi di Soppeng dan Gowa terjadi karena kegagalan kelompok penantang mengonsolidasi kekuatan melawan kelompok petahana. Bahkan penantang lebih memilih bergabung ke petahana," ujarnya pula.
Baca juga: Bawaslu Sulsel temukan 14.380 pemilih pemula tidak terdaftar
Dengan pilihan yang terbatas itu, kata dia, tentu golongan putih (golput) ideologis punya alasan untuk tidak hadir di tempat pemungutan suara (TPS). Meskipun level kesadaran bagi pemilih untuk hadir di TPS masih lebih dominan. Apalagi kalau ditambah mobilisasi dari penyelenggara atau pemerintah itu berjalan optimal.
"Pasangan calon tunggal tetap tidak bisa langsung berpesta, seperti 'pemenang yang mabuk'. Tetap waspada. Sebab, pertarungan sebenarnya masih tetap terjadi di bilik suara. Kekuatan infrastuktur politik calon tunggal tidak boleh terlena dengan situasi ini," ujar dosen Fisip Unismuh Makassar ini.
Bila bercermin pada pengalaman Pemilihan Wali Kota Makassar 2018 lalu, kalau kekuatan pendukung kotak kosong betul-betul bisa terkonsolidasi, maka tidak mudah bagi calon tunggal untuk memenangkan kontestasi. Apalagi jika mereka mampu membangun strategi viktimisasi (psikologis korban) pada para pemilih.
Untuk itu, katanya pula, tantangan calon pasangan tunggal bersifat internal dan eksternal. Secara internal, psikologis pemenang yang seolah 'berada di atas angin' bisa berbahaya, jika kekuatan pendukung kotak kosong semakin terkonsolidasi.
"Secara eksternal, pembagian dan distribusi tugas-tugas elektoral di koalisi partai besar, kalau tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dominasi dan marginalisasi. Harus ada pembagian kerja proporsional di antara para pendukungnya," kata Luhur.
Baca juga: Partai Gerindra serahkan rekomendasi pilkada enam daerah di Sulsel
Pengamat politik lainnya, dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Firdaus Muhammad mengemukakan, potensi kandidat tunggal melawan kolom kosong cukup besar. Prediksi itu memang bisa saja terjadi selama belum ada kandidat yang bertarung melawannya.
"Bila melihat pasangan kandidat di Soppeng (Kaswadi-Lutfi) telah menyatu bahkan intens melaksanakan sosialisasi sampai mendominasi di daerahnya, tentu figur lain akan berpikir dan lebih memilih tidak maju karena melihat kekuatan mereka," kata Firdaus.
Meski demikian, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UINAM itu menilai, potensi kemenangan Kaswadi-Lutfi melawan kolom kosong cukup besar.
Ia menyebut, sebabnya selain Kaswadi berstatus petahana dan dianggap berhasil membangun Soppeng, juga memiliki infrastruktur yang matang didukung dengan koalisi partai politik.
"Tidak hanya kinerjanya selama ini menjadi bupati yang mendapat apresiasi, peluang menang juga ada, karena banyak faktor pendukung, baik parpol maupun masyarakat di sana. Namun semua bisa saja berubah tergantung kondisi peta politik di daerah masing-masing," katanya pula.
Sejauh ini, pasangan Kaswadi-Lutfi telah diusung sejumlah parpol melalui rekomendasi, seperti Partai Golkar memiliki 12 kursi di DPRD Soppeng, disusul NasDem lima kursi, Gerindra tiga kursi, PAN dan PKB satu kursi, dan terbaru PDIP lima kursi.
Sisanya Partai Demokrat yang memiliki tiga kursi juga dikabarkan akan merapat ke pasangan ini. Bila diakumulasi pasangan ini 'memborong' habis semua partai.
"Iya, kemungkinan mengarah ke sana (kolom kosong, Red). Tapi masih ada Demokrat belum menyerahkan dukungannya," ujar Kaswadi, saat menerima rekomendasi di Kantor PDIP Sulsel di Makassar belum lama ini.
Ditanyakan apakah dengan melawan kolom kosong, kemenangan itu bisa diraih, mengingat pengalaman di Pilkada Kota Makassar 2018 kolom kosong menang, menurut dia, sangat optimis menang meskipun melawan kolom kosong.
"Tidak menjadi masalah, kita tetap optimistis, meski syarat menang 50 persen plus satu suara. Jangan disamakan Soppeng dengan Makassar. Jelasnya kita optimislah," ujar Kaswadi menegaskan.
Pasangan petahana Adnan Purichta Ichsan-Abdul Rauf Malaganni di Kabupaten Gowa, juga telah 'memborong' delapan parpol, yaitu Partai NasDem, PKB, PPP, PDIP, Partai Golkar, Partai Perindo, Partai Demokrat, dan baru-baru ini PAN juga memberikan rekomendasi. Masih ada parpol yang tersisa belum menyatakan dukungan, yaitu Partai Gerindra dan PKS.
Baca juga: Bawaslu Sulsel dibatasi akses pengawasan Coklit Pilkada serentak
Pilkada serentak di Sulsel, dua daerah berpotensi kolom kosong
13 Agustus 2020 18:06 WIB
Ilustrasi - Pemilih hendak memasukkan kertas suara di kotak suara saat Pemilu 2019 lalu. (Dok ANTARA Foto).
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: