Menlu Retno: COVID-19 uji relevansi PBB hadapi masalah dunia
13 Agustus 2020 17:07 WIB
Tangkapan Layar - Menteri Luar Negeri Republik indonesia Retno Marsudi (kanan atas) memberi sambutan pada acara diskusi virtual bertajuk "The Future We Want, the UN We Need: Refleksi Kritis 75 Tahun PBB dalam Menghadapi Tantangan Global" yang diselenggarakan secara virtual oleh Kementerian Luar Negeri RI, Kamis (13/8/2020). ANTARA/Tangkapan layar Youtube DG Multirateral/pri.
Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 jadi momentum untuk menguji relevansi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menghadapi masalah dunia, kata Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi, Kamis.
Dalam melewati salah satu ujian itu, menurut Retno, PBB harus memastikan seluruh pihak mendapatkan akses yang sama terhadap vaksin dan obat COVID-19.
"Relevansi PBB diuji dalam mengatasi pandemi ini. Dalam jangka pendek, PBB harus mendukung upaya masyarakat internasional dalam mitigasi pandemi dan dampak sosial ekonominya, termasuk akses terhadap obat-obatan dan vaksin untuk semua," terang Retno saat memberi sambutan pada diskusi virtual bertajuk "Refleksi Kritis 75 Tahun PBB", Kamis.
Tidak hanya itu, untuk jangka panjang, PBB juga harus aktif memperbaiki tata kelola kesehatan dunia, di antaranya termasuk mencegah pandemi pada masa mendatang, tambah Menlu Retno.
Baca juga: WHO: kurangnya kepemimpinan global "ancaman terbesar" perangi pandemi
Baca juga: PBB tegaskan kembali soal solidaritas negara dunia hadapi pandemi
Pendapat itu disampaikan Retno karena selama pandemi ada kecenderungan beberapa negara maju justru melakukan aksi sepihak yang tidak mencerminkan sikap solidaritas global dan nilai-nilai multilateralisme.
Contohnya, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump memutuskan keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di tengah masa pandemi.
Dalam kesempatan itu, Retno juga menyoroti lamanya waktu yang dibutuhkan Dewan Keamanan PBB untuk menyepakati resolusi 2532 tentang gencatan senjata selama pandemi.
"Kalau kita ingat, DK-PBB memerlukan waktu lebih dari empat bulan untuk menyepakati resolusi 2532 terkait COVID-19," kata Menlu Retno.
Resolusi 2532 yang telah diadopsi oleh DK-PBB bulan lalu memerintahkan gencatan senjata secara serentak selama 90 hari berturut-turut demi membuka akses untuk bantuan kemanusiaan di daerah konflik selama pandemi COVID-19.
Terkait masalah itu, Retno menyampaikan tiga pandangan agar PBB dapat memanfaatkan masa pandemi sebagai momentum memperkuat relevansinya menghadapi masalah dunia.
"PBB harus jadi motor penggerak solidaritas, kerja sama, dan kepemimpinan global. PBB harus jadi penggerak untuk menggalang solidaritas internasional. Sudah terlalu lama, PBB hanya dijadikan forum untuk memperbesar dan mempertajam perbedaan," sebut Retno.
Menurut dia, PBB juga harus berhenti menyampaikan solusi yang retoris.
"Sistem PBB harus dapat berguna (mengatasi masalah). (Solusi) retoris bukan lagi pilihan. Kerja PBB harus berorientasi pada hasil konkret dan manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat," terang Retno.
Ia menambahkan PBB juga diharapkan melakukan evaluasi terhadap sistem dan kinerjanya demi mengukur sejauh mana efektivitas lembaga dunia itu mampu menjawab persoalan masyarakat global.
"Ketiga dan terakhir, PBB harus dapat mengantisipasi berbagai tantangan masa depan. Tantangan itu tidak akan semakin ringan, justru semakin unpredictable (sukar diprediksi) dan volatile (kerap berubah)," sebut Retno.
Baca juga: PBB gelar dialog tingkat kawasan untuk bangun kerjasama antar-agama
Baca juga: Sekjen PBB nyatakan dukungan bagi WHO di tengah pandemi COVID-19
Dalam melewati salah satu ujian itu, menurut Retno, PBB harus memastikan seluruh pihak mendapatkan akses yang sama terhadap vaksin dan obat COVID-19.
"Relevansi PBB diuji dalam mengatasi pandemi ini. Dalam jangka pendek, PBB harus mendukung upaya masyarakat internasional dalam mitigasi pandemi dan dampak sosial ekonominya, termasuk akses terhadap obat-obatan dan vaksin untuk semua," terang Retno saat memberi sambutan pada diskusi virtual bertajuk "Refleksi Kritis 75 Tahun PBB", Kamis.
Tidak hanya itu, untuk jangka panjang, PBB juga harus aktif memperbaiki tata kelola kesehatan dunia, di antaranya termasuk mencegah pandemi pada masa mendatang, tambah Menlu Retno.
Baca juga: WHO: kurangnya kepemimpinan global "ancaman terbesar" perangi pandemi
Baca juga: PBB tegaskan kembali soal solidaritas negara dunia hadapi pandemi
Pendapat itu disampaikan Retno karena selama pandemi ada kecenderungan beberapa negara maju justru melakukan aksi sepihak yang tidak mencerminkan sikap solidaritas global dan nilai-nilai multilateralisme.
Contohnya, Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump memutuskan keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di tengah masa pandemi.
Dalam kesempatan itu, Retno juga menyoroti lamanya waktu yang dibutuhkan Dewan Keamanan PBB untuk menyepakati resolusi 2532 tentang gencatan senjata selama pandemi.
"Kalau kita ingat, DK-PBB memerlukan waktu lebih dari empat bulan untuk menyepakati resolusi 2532 terkait COVID-19," kata Menlu Retno.
Resolusi 2532 yang telah diadopsi oleh DK-PBB bulan lalu memerintahkan gencatan senjata secara serentak selama 90 hari berturut-turut demi membuka akses untuk bantuan kemanusiaan di daerah konflik selama pandemi COVID-19.
Terkait masalah itu, Retno menyampaikan tiga pandangan agar PBB dapat memanfaatkan masa pandemi sebagai momentum memperkuat relevansinya menghadapi masalah dunia.
"PBB harus jadi motor penggerak solidaritas, kerja sama, dan kepemimpinan global. PBB harus jadi penggerak untuk menggalang solidaritas internasional. Sudah terlalu lama, PBB hanya dijadikan forum untuk memperbesar dan mempertajam perbedaan," sebut Retno.
Menurut dia, PBB juga harus berhenti menyampaikan solusi yang retoris.
"Sistem PBB harus dapat berguna (mengatasi masalah). (Solusi) retoris bukan lagi pilihan. Kerja PBB harus berorientasi pada hasil konkret dan manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat," terang Retno.
Ia menambahkan PBB juga diharapkan melakukan evaluasi terhadap sistem dan kinerjanya demi mengukur sejauh mana efektivitas lembaga dunia itu mampu menjawab persoalan masyarakat global.
"Ketiga dan terakhir, PBB harus dapat mengantisipasi berbagai tantangan masa depan. Tantangan itu tidak akan semakin ringan, justru semakin unpredictable (sukar diprediksi) dan volatile (kerap berubah)," sebut Retno.
Baca juga: PBB gelar dialog tingkat kawasan untuk bangun kerjasama antar-agama
Baca juga: Sekjen PBB nyatakan dukungan bagi WHO di tengah pandemi COVID-19
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: