Peneliti: hampir 6 persen orang di Inggris pernah derita COVID-19
13 Agustus 2020 16:25 WIB
Seseorang berenang di sebelah angsa di The Serpentine, Hyde Park, di tengah wabah penyakit virus corona (COIVD-19), London, Inggris, Sabtu (8/8/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Simon Dawson/WSJ/djo (REUTERS/SIMON DAWSON)
London (ANTARA) - Hampir 6 persen orang di Inggris kemungkinan terinfeksi COVID-19 selama puncak pandemi, kata para peneliti yang mempelajari prevalensi infeksi, Kamis.
Sebanyak 313.798 orang dinyatakan positif COVID-19 di Inggris, 270.971 di antaranya berada di Inggris, atau hanya 0,5 persen dari populasi Inggris.
Namun, sebuah penelitian yang menguji lebih dari 100.000 orang di seluruh Inggris untuk antibodi terhadap virus corona menunjukkan bahwa hampir 6 persen orang memilikinya, menunjukkan bahwa 3,4 juta orang sebelumnya telah tertular COVID-19 pada akhir Juni.
Hasilnya konsisten dengan survei lain, seperti yang dilakukan oleh Kantor Statistik Nasional, yang menunjukkan tingkat COVID-19 yang lebih tinggi di komunitas selama pandemi daripada yang ditunjukkan oleh statistik pengujian harian.
Baca juga: Inggris tanda tangani kesepakatan dengan Pfizer untuk vaksin COVID-19
Baca juga: Cegah kebangkitan corona, Inggris tingkatkan dana perawatan kesehatan
Petugas kesehatan dan perawatan kemungkinan besar pernah terinfeksi sebelumnya. Prevalensi infeksi tampaknya tertinggi di London, di mana 13 persen orang memiliki antibodi, sementara kelompok etnis minoritas memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih mungkin terkena COVID-19 dibandingkan orang kulit putih.
Perdana Menteri Boris Johnson sejak awal memuji tes antibodi sebagai pengubah permainan dalam mengatasi pandemi. Namun, meski berguna untuk studi populasi, para ilmuwan mengatakan margin of error (batas kesalahan) untuk tes membuat tes tersebut tidak dapat diandalkan untuk digunakan di tingkat individu.
Para peneliti juga memperingatkan bahwa meskipun tes antibodi sangat membantu untuk menjalankan penelitian berskala besar, itu bukan jaminan kekebalan di masa depan.
"Masih banyak yang tidak diketahui tentang virus baru ini, termasuk sejauh mana keberadaan antibodi menawarkan perlindungan terhadap infeksi di masa depan," kata Graham Cooke, pemimpin penelitian di Imperial.
"Menggunakan uji tusuk jari yang cocok untuk pengujian rumah skala besar telah memberi kami wawasan paling jelas tentang penyebaran virus di negara itu dan siapa yang memiliki risiko terbesar."
Reuters
Baca juga: Inggris laporkan lonjakan harian tertinggi COVID-19 sejak 21 Juni
Baca juga: Inggris bagikan jutaan alat tes, mampu deteksi corona dalam 90 menit
Sebanyak 313.798 orang dinyatakan positif COVID-19 di Inggris, 270.971 di antaranya berada di Inggris, atau hanya 0,5 persen dari populasi Inggris.
Namun, sebuah penelitian yang menguji lebih dari 100.000 orang di seluruh Inggris untuk antibodi terhadap virus corona menunjukkan bahwa hampir 6 persen orang memilikinya, menunjukkan bahwa 3,4 juta orang sebelumnya telah tertular COVID-19 pada akhir Juni.
Hasilnya konsisten dengan survei lain, seperti yang dilakukan oleh Kantor Statistik Nasional, yang menunjukkan tingkat COVID-19 yang lebih tinggi di komunitas selama pandemi daripada yang ditunjukkan oleh statistik pengujian harian.
Baca juga: Inggris tanda tangani kesepakatan dengan Pfizer untuk vaksin COVID-19
Baca juga: Cegah kebangkitan corona, Inggris tingkatkan dana perawatan kesehatan
Petugas kesehatan dan perawatan kemungkinan besar pernah terinfeksi sebelumnya. Prevalensi infeksi tampaknya tertinggi di London, di mana 13 persen orang memiliki antibodi, sementara kelompok etnis minoritas memiliki risiko dua hingga tiga kali lebih mungkin terkena COVID-19 dibandingkan orang kulit putih.
Perdana Menteri Boris Johnson sejak awal memuji tes antibodi sebagai pengubah permainan dalam mengatasi pandemi. Namun, meski berguna untuk studi populasi, para ilmuwan mengatakan margin of error (batas kesalahan) untuk tes membuat tes tersebut tidak dapat diandalkan untuk digunakan di tingkat individu.
Para peneliti juga memperingatkan bahwa meskipun tes antibodi sangat membantu untuk menjalankan penelitian berskala besar, itu bukan jaminan kekebalan di masa depan.
"Masih banyak yang tidak diketahui tentang virus baru ini, termasuk sejauh mana keberadaan antibodi menawarkan perlindungan terhadap infeksi di masa depan," kata Graham Cooke, pemimpin penelitian di Imperial.
"Menggunakan uji tusuk jari yang cocok untuk pengujian rumah skala besar telah memberi kami wawasan paling jelas tentang penyebaran virus di negara itu dan siapa yang memiliki risiko terbesar."
Reuters
Baca juga: Inggris laporkan lonjakan harian tertinggi COVID-19 sejak 21 Juni
Baca juga: Inggris bagikan jutaan alat tes, mampu deteksi corona dalam 90 menit
Penerjemah: Azis Kurmala
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: