Jakarta (ANTARA) - Executive Director CCROM-SEAP Institut Pertanian Bogor Rizaldi Boer mengatakan target Nationally Determined Contributions (NDC) setiap negara yang meratifikasi Paris Agreement perlu naik lima kali lipat untuk menghadang dampak perubahan iklim.

Dari celah laporan penilaian UNEP 2019, emisi gas rumah kaca (GRK) global harus bisa diturunkan sebesar 7,6 persen per tahun antara 2020-2030 untuk dapat menahan kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius, kata Rizaldi dalam webinar Indonesia 2050 Vision on Climate Change yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diakses dari Jakarta, Selasa.

Komitmen tidak bersyarat untuk menurunkan emisi GRK yang tercantum dalam NDC tiap-tiap negara yang menandatangani Paris Agreement saat ini jika dilaksanakan dengan baik maka kenaikan suhu global akan mencapai 3,2 derajat Celsius di 2030, dan akan membawa dampak perubahan iklim yang besar bagi penduduk Bumi.

Karenanya, ia mengatakan untuk mencapai target 1,5 derajat Celsius, maka target NDC yang ada sekarang harus ditingkatkan sampai lima kali lipat dari target yang ada saat ini.

Baca juga: Indonesia bisa rugi 6 persen dari PDB karena perubahan iklim di 2100

Baca juga: Menristek sebut photovoltaic jadi upaya mitigasi perubahan iklim


Untuk dapat menahan peningkatan suhu tidak melewati 1,5 derajat Celsius, berdasarkan Nature Climate Change, maka target penurunan emisi di 2030 harus mencapai 40 persen dibanding tingkat emisi 2010, serta harus mendekati nol emisi di 2050.

Sedangkan untuk menahan peningkatan suhu Bumi 2 derajat Celsius di 2030 maka perlu menurunkan emisi 20 persen dibanding tingkat emisi 2010, serta perlu menurunkan sekitar 2 tCO2e per kapita di 2050, dan mendekati nol emisi di 2070.

Namun, Rizaldi mengatakan sesuai dengan laporan Panel Antar Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) dampak pemanasan global jika mampu menahan peningkatan suhu tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius akan mengurangi jumlah cuaca ekstrem, kenaikan rata-rata muka air laut di 2100 akan berkurang 10 sentimeter (cm), jumlah manusia yang terpapar risiko kenaikan muka air laut berkurang 10 juta.

Selain itu, masyarakat rentan (miskin) yang terpapar risiko iklim berkurang lebih dari beberapa ratus juta pada 2050, populasi global yang terpapar kekurangan air 50 persen lebih sedikit, penurunan hasil pangan (jagung, beras, gandum) lebih rendah.

Dampak terhadap keanekaragaman hayati dan spesies, menurut Rizaldi, juga lebih rendah. Dan risiko untuk perikanan dan mata pencaharian yang bergantung padanya juga lebih rendah.*

Baca juga: Akademisi: Ekologi politik harus punya etika dan moral

Baca juga: BMKG ajak petani siasati perubahan iklim melalui rekayasa komoditas