Mataram (ANTARA) - Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat mengoordinasikan kembali hasil audit kerugian negara yang muncul dalam kasus dugaan penyimpangan proyek pembangunan dermaga apung di kawasan wisata Gili Air, Kabupaten Lombok Utara.

Kasubdit III Bidang Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB Kompol Haris Dinzah di Mataram, Selasa, mengatakan koordinasi dengan Tim Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB dilakukan sesuai dengan petunjuk jaksa peneliti.

"Sesuai petunjuk jaksa, kita pertajam lagi koordinasi dengan ahli audit, ini masih berkaitan dengan kerugian negaranya," kata Haris Dinzah.

Tim Auditor BPKP Perwakilan NTB sebelumnya telah merilis nilai kerugian negara yang muncul dari kurangnya volume pekerjaan dan spesifikasi yang tidak sesuai dengan perencanaan.

Baca juga: Berkas tiga tersangka korupsi pembangunan Dermaga Gili Air dipulangkan
Baca juga: Tiga tersangka kasus dermaga Gili Air tidak ditahan penyidik
Baca juga: Dua tersangka korupsi dermaga Gili Air jalani wajib lapor


Hasil audit menyebutkan nominal kerugiannya mencapai Rp1,24 miliar dari nilai kontrak kerja Rp6,28 miliar.

Terkait itu, jelas Haris Dinzah, jaksa peneliti menilai nominal kerugian negara yang dirilis Tim Auditor BPKP Perwakilan NTB belum menyentuh dugaan penyimpangannya secara spesifik.

"Karena itu kita akan minta kejelasan mendalam ke ahli (Tim Auditor BPKP Perwakilan NTB)," ujarnya.

Setelah semuanya jelas, lanjutnya, penyidik dipastikan akan segera merampungkan berkas dan kembali melimpahkannya ke Jaksa Peneliti Kejati NTB.

Dalam penanganan kasusnya, penyidik menyiapkan berkas untuk lima tersangka yang hingga saat ini belum ditahan karena dianggap bersikap kooperatif selama penyidikan.

Lima tersangka tersebut yaitu, pejabat pembuat komitmen (PPK) berinisial AA, yang ketika proyek ini dikerjakan menjabat sebagai Kepala Bidang di Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan (Dishublutkan) Lombok Utara.

Kemudian dua tersangka dari pihak pelaksana proyek, berinisial ES dan SU. Dua tersangka lagi, yakni LH dan SW dari pihak konsultan pengawas proyek.

Meskipun berada dalam peran berbeda, namun ke lima tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat hingga menimbulkan kerugian negara yang nilainya mencapai Rp1,24 miliar.

Karenanya dalam berkas perkara, ke lima tersangka dijerat dengan pidana pasal serupa, yakni Pasal 2 dan atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Pengerjaan proyek dermaga apung di kawasan Gili Matra ini bersumber dari dana APBN yang disalurkan dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) pada tahun anggaran 2017.

Pekerjaannya sempat molor, tidak sesuai dengan masa kontrak kerja yang berakhir di bulan Desember 2017. Namun setelah dievaluasi, pelaksana proyek mendapat kesempatan untuk menyelesaikan tunggakannya hingga Januari 2018.

Namun demikian, hingga batas perpanjangannya selesai, proyek belum juga tuntas. Terdapat kekurangan pekerjaan yang menyisakan penyimpangan pekerjaan.