Apjatel keberatan terhadap tarif sewa utilltas di Surabaya
10 Agustus 2020 23:38 WIB
Seorang petugas PLN menyambung kabel Tegangan Menengah (TM) bawah tanah di Jalan Soepomo, Jakarta, Selasa (26/4). Kabel TM yang berfungsi menyumplai daya listrik untuk keperluan rumah tangga, gedung-gedung, dan pertokoan itu harus terawat dan terjaga agar suplai tetap aman. (ANTARA/Riska Hasnawaty)
Surabaya (ANTARA) - Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Indonesia (Apjatel) menyatakan berkeberatan terhadap tarif sewa lahan untuk penyelenggara jaringan utilitas di wilayah itu karena skema harganya sangat memberatkan.
"Saat ini telekomunikasi merupakan kebutuhan utama masyarakat, sudah seperti listrik dan air. Terlebih lagi di saat pandemi. Rencana Pemkot Surabaya jelas-jelas bertolak belakang dengan rencana Presiden Jokowi," kata Ketua Umum Apjatel, Muhammad Arif, dalam keterangan persnya, di Surabaya, Senin.
Pemkot Surabaya, kata dia, selain mengenakan harga yang sangat tinggi, juga hanya mengenakan sewa kepada seluruh operator telekomunikasi, tanpa ada upaya untuk membuat sarana terpadu utilitas untuk mendukung aktivitas operator telekomunikasi seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI.
“Pemkot Surabaya hanya mengenakan sewa saja terhadap kabel telekomunikasi di jalan atau area yang dilewati kabel, padahal area tersebut tidak hanya digunakan khusus untuk kabel saja, melainkan untuk area umum juga, dan tanpa difasilitasi dengan sarana jaringan utilitas terpadu sebagai bentuk penataan kabel udara," katanya.
Baca juga: Apjatel: Aturan jaringan utilitas berpotensi tambah beban industri
Ia meminta, apabila pemkot memberlakukan sewa, maka harus ada kejelasan mengenai hak dan kewajiban dari pengelola dan penyewa sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
Oleh karena itu, dia akan melayangkan surat permohonan kepada Pemkot Surabaya agar meninjau kembali tarif sewa lahan untuk penyelenggara jaringan utilitas itu.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya akan mengenakan sewa dengan harga komersial terhadap jaringan telekomunikasi yang melintas di seluruh wilayah Kota Surabaya.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Surabaya, Ikhsan S memberikan contoh di Jalan Raya Darmo, saat ini harga pasar tanah mencapai Rp30 juta per meter. Jika diasumsikan satu jaringan utilitas dimanfaatkan oleh 25 operator, maka Pemkot Surabaya mengenakan sewa sebesar Rp13.333 per meter per tahun per operator.
Baca juga: Apjatel: Berbagi jaringan berpotensi timbulkan persaingan tak sehat
Harga sewa satu wilayah dengan wilayah lainnya akan berbeda-beda, tergantung harga nilai pasar tanah di wilayah tersebut.
Jika operator telekomunikasi memiliki kabel di sepanjang Jalan Raya Darmo sepanjang empat kilometer (km) artinya setiap operator harus membayar minimal Rp53 juta per tahun.
Jumlah yang harus dibayar operator akan jauh lebih tinggi lagi ketika mereka memiliki jaringan kabel di dua ruas Jalan Raya Darmo atau memiliki jaringan di wilayah lain di Kota Surabaya.
Pemkot Surabaya mengancam, jika tidak segera membayar sewa setelah mendapatkan surat peringatan ketiga akan diproses oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan jaringan yang dimiliki operator telekomunikasi akan ditertibkan atau diputus oleh SATPOL PP Pemkot Surabaya.
Baca juga: Harga sewa jaringan utilitas bawah tanah belum ditetapkan
Saat ini hampir semua operator sudah mendapatkan surat peringatan pertama. Surat itu dilayangkan Pemkot Surabaya pada akhir Juli 2020 ke seluruh operator telekomunikasi.
"Saat ini telekomunikasi merupakan kebutuhan utama masyarakat, sudah seperti listrik dan air. Terlebih lagi di saat pandemi. Rencana Pemkot Surabaya jelas-jelas bertolak belakang dengan rencana Presiden Jokowi," kata Ketua Umum Apjatel, Muhammad Arif, dalam keterangan persnya, di Surabaya, Senin.
Pemkot Surabaya, kata dia, selain mengenakan harga yang sangat tinggi, juga hanya mengenakan sewa kepada seluruh operator telekomunikasi, tanpa ada upaya untuk membuat sarana terpadu utilitas untuk mendukung aktivitas operator telekomunikasi seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI.
“Pemkot Surabaya hanya mengenakan sewa saja terhadap kabel telekomunikasi di jalan atau area yang dilewati kabel, padahal area tersebut tidak hanya digunakan khusus untuk kabel saja, melainkan untuk area umum juga, dan tanpa difasilitasi dengan sarana jaringan utilitas terpadu sebagai bentuk penataan kabel udara," katanya.
Baca juga: Apjatel: Aturan jaringan utilitas berpotensi tambah beban industri
Ia meminta, apabila pemkot memberlakukan sewa, maka harus ada kejelasan mengenai hak dan kewajiban dari pengelola dan penyewa sehingga menguntungkan kedua belah pihak.
Oleh karena itu, dia akan melayangkan surat permohonan kepada Pemkot Surabaya agar meninjau kembali tarif sewa lahan untuk penyelenggara jaringan utilitas itu.
Sebelumnya, Pemkot Surabaya akan mengenakan sewa dengan harga komersial terhadap jaringan telekomunikasi yang melintas di seluruh wilayah Kota Surabaya.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kota Surabaya, Ikhsan S memberikan contoh di Jalan Raya Darmo, saat ini harga pasar tanah mencapai Rp30 juta per meter. Jika diasumsikan satu jaringan utilitas dimanfaatkan oleh 25 operator, maka Pemkot Surabaya mengenakan sewa sebesar Rp13.333 per meter per tahun per operator.
Baca juga: Apjatel: Berbagi jaringan berpotensi timbulkan persaingan tak sehat
Harga sewa satu wilayah dengan wilayah lainnya akan berbeda-beda, tergantung harga nilai pasar tanah di wilayah tersebut.
Jika operator telekomunikasi memiliki kabel di sepanjang Jalan Raya Darmo sepanjang empat kilometer (km) artinya setiap operator harus membayar minimal Rp53 juta per tahun.
Jumlah yang harus dibayar operator akan jauh lebih tinggi lagi ketika mereka memiliki jaringan kabel di dua ruas Jalan Raya Darmo atau memiliki jaringan di wilayah lain di Kota Surabaya.
Pemkot Surabaya mengancam, jika tidak segera membayar sewa setelah mendapatkan surat peringatan ketiga akan diproses oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan jaringan yang dimiliki operator telekomunikasi akan ditertibkan atau diputus oleh SATPOL PP Pemkot Surabaya.
Baca juga: Harga sewa jaringan utilitas bawah tanah belum ditetapkan
Saat ini hampir semua operator sudah mendapatkan surat peringatan pertama. Surat itu dilayangkan Pemkot Surabaya pada akhir Juli 2020 ke seluruh operator telekomunikasi.
Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020
Tags: