Sukadana, Lampung Timur (ANTARA News) - Sebagian petani di Kecamatan Gunung Pelindung, Lampung Timur (Lamtim) mengonsumsi beras bermutu rendah karena beras hasil panen sebelumnya telah dijual ke pedagang di daerah itu.
"Beras yang kami konsumsi harganya lebih murah, sehingga mutu juga kurang," kata seorang petani, Rohman (37), di Kecamatan Marga Tiga, Lampung Timur, Selasa.
Rendahnya mutu beras yang dikonsumsi itu, kata dia, karena beras hasil panen sebelumnya telah dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Akibat terdesak kebutuhan ekonomi, petani ingin menjual stok beras yang dimiliki ke sejumlah pedagang," ujarnya.
Ditambahkannya, para petani di daerahnya menjual beras yang bermutu bagus seharga Rp5.500 per kg, yang kemudian ditukarkan dengan beras bermutu lebih rendah dengan harga Rp4.000 per kg.
"Hasil penjualan beras bagus satu kuintal, ditukar dengan dua kuintal beras bermutu biasa," ungkapnya.
Salah seorang warga di Desa Pempen, Kecamatan Gunung Pelindung, Sarif (56), Senin, mengatakan, beras yang bermutu super atau bagus, biasanya cepat dikirim ke luar daerah, sedangkan sisanya dikonsumsi warga sendiri.
"Petani lebih memilih beras yang biasa saja, sedangkan yang bagus-bagus malah dijualnya, bahkan petani rela mengonsumsi "gaplek" untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Lampung Timur, M Sahid Alkarim, di Sukadana, Senin, mengatakan, sebenarnya tidak merekomendasikan petani untuk menjual beras berkualitas bagus, sedangkan petani itu sendiri mengonsumsi beras bermutu rendah.
"Itu namanya menyiksa diri, kalau petani mempunyai beras bagus, jangan dijual semuanya," ujarnya.
Dia, mengharapkan petani bisa menahan stok beras yang baru dipanen, sehingga petani masih memiliki cadangan beras yang mencukupi saat masa tanam berlangsung.
Selain itu, jika memang stok beras melimpah, baru petani bisa menjual sebagian sisa lebih dari cadangan yang dimilikinya.(*)
Petani Konsumsi Beras Bermutu Rendah
15 Desember 2009 06:36 WIB
(ANTARA/Rahmad)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
Tags: