SMRC: Mayoritas warga tak setuju investasi asing berdampak positif
9 Agustus 2020 19:40 WIB
Ilustrasi. Seorang wartawan merekam rilis hasil survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww.
Jakarta (ANTARA) - Survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan bahwa mayoritas warga tidak setuju dengan anggapan kehadiran investasi asing membawa efek positif bagi perbaikan ekonomi.
Manajer Program Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, memaparkan 54 persen warga tidak setuju dengan anggapan tersebut. Sementara yang setuju sebesar 37 persen.
Survei dilakukan pada 29 Juli-1 Agustus 2020 dengan wawancara per telepon kepada 1.203 responden yang terpilih secara random dengan margin of error 2,9 persen.
"Mereka yang berpendidikan lebih tinggi dan berpendapatan lebih tinggi dan mereka yang tinggal di perkotaan akan cenderung menganggap lebih positif kehadiran investasi asing bagi ekonomi Indonesia dibandingkan mereka yang berpendidikan dan berpendapatan lebih rendah serta tinggal di pedesaan," katanya.
Saidiman menambahkan warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional lebih baik akan cenderung memiliki penilaian lebih positif kehadiran investasi asing, dibandingkan warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional jauh lebih buruk.
Menurut dia, temuan ini penting untuk diperhatikan pemerintah mengingat peningkatan investasi asing adalah salah satu strategi utama yang diperlukan untuk menggenjot ekonomi nasional.
"Kehadiran RUU Cipta Kerja, misalnya, dikatakan bertujuan untuk membuat iklim investasi asing di Indonesia menjadi lebih baik," ujarnya.
Karena itu, menurut Saidiman, sangat penting untuk memahami sikap masyarakat tentang investasi asing dalam hubungannya dengan perbaikan ekonomi nasional.
"Sentimen positif publik terhadap investasi tentu diharapkan ikut membantu menciptakan iklim kondusif bagi investasi di Indonesia. Temuan survei nasional SMRC menunjukkan masih ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk membangun sikap positif tersebut," imbuhnya.
Dalam pemaparannya, Saidiman menunjukkan ada perbedaan penilaian terhadap investasi asing di antara warga perkotaan dan pedesaan, demikian juga antar wilayah DKI+Banten dengan wilayah-wilayah lainnya.
Sekitar 42 persen warga kota menganggap investasi asing membawa pengaruh positif, sementara hanya 32 persen warga pedesaan setuju dengan pendapat itu.
Di DKI+Banten, 51 persen warga menganggap investasi asing membawa pengaruh positif, sementara di Jawa Barat hanya 45 persen warga yang berpandangan sama. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan provinsi lainnya, persentase warga yang setuju investasi asing membawa efek positif hanya berada di kisaran 30-35 persen.
Perbedaan cara pandang juga terlihat di antara warga berpendidikan rendah dan lebih tinggi, serta antara warga yang berpenghasilan rendah dan lebih tinggi.
Di kalangan warga yang berpendidikan SD, hanya 34 persen yang menganggap positif investasi asing, sementara 44 persen warga berlatar belakang perguruan tinggi menganggap positif investasi asing.
Demikian pula, hanya 34 persen warga berpenghasilan di bawah Rp1 juta/bulan yang menilai investasi asing membawa perbaikan ekonomi, sementara sekitar 41 persen warga yang berpendapatan di atas Rp4 juta/bulan menilai investasi asing positif bagi perbaikan ekonomi Indonesia.
Bila dilihat dari profesi, kalangan yang paling percaya bahwa investasi asing membawa perbaikan ekonomi adalah pegawai/guru/dosen/profesional, sementara yang paling negatif melihat kontribusi investasi asing adalah kalangan pengangguran/pencari pekerjaan. Sekitar 46 persen pegawai/guru/dosen/profesional percaya pada efek positif investasi asing, sementara hanya 13 persen pencari pekerjaan yang berpandangan sama.
Di pihak lain, perbedaan penilaian terhadap investasi asing ini juga berhubungan dengan cara pandang warga terhadap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional saat ini.
Mereka yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional saat ini memburuk cenderung untuk menilai kehadiran investasi asing positif bagi ekonomi nasional, sementara sebaliknya mereka yang menganggap kondisi ekonomi saat ini lebih baik tidak percaya bahwa kehadiran investasi asing berefek positif bagi ekonomi nasional.
Sekitar 52-53 persen warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional sekarang jauh lebih buruk menganggap investasi asing positif bagi ekonomi Indonesia, sementara 30-40 persen warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional sekarang lebih baik menganggap positif investasi asing positif bagi ekonomi Indonesia.
Secara umum, menurut Saidiman, survei itu menunjukkan warga yang berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi, dan tinggal di perkotaan memiliki sikap lebih positif terhadap investasi asing. Hal itu terkait dengan kepercayaan diri untuk berkompetisi dengan kehadiran perusahaan asing yang mungkin juga membawa kehadiran pekerja asing.
"Kalangan ini lebih siap untuk berkompetisi dan tidak takut berhadapan dengan tenaga kerja asing," ujarnya.
Untuk jangka panjang, kata Saidiman, pekerjaan rumah pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak-pihak lain yang bertanggungjawab di bidang pengembangan sumber daya manusia.
"Investasi di bidang pendidikan harus benar-benar dijalankan untuk memperkuat kualitas SDM nasional. Dengan cara itu, bonus demografi akan menjadi berkah bagi Indonesia, dan bukan sebaliknya, justru bisa menjadi sumber kutukan bagi kita," kata Saidiman.
Baca juga: Luhut: Indonesia butuh tenaga kerja asing karena SDM lokal tidak cukup
Baca juga: Pengamat: Investor asing minati produk properti Cikarang
Manajer Program Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, memaparkan 54 persen warga tidak setuju dengan anggapan tersebut. Sementara yang setuju sebesar 37 persen.
Survei dilakukan pada 29 Juli-1 Agustus 2020 dengan wawancara per telepon kepada 1.203 responden yang terpilih secara random dengan margin of error 2,9 persen.
"Mereka yang berpendidikan lebih tinggi dan berpendapatan lebih tinggi dan mereka yang tinggal di perkotaan akan cenderung menganggap lebih positif kehadiran investasi asing bagi ekonomi Indonesia dibandingkan mereka yang berpendidikan dan berpendapatan lebih rendah serta tinggal di pedesaan," katanya.
Saidiman menambahkan warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional lebih baik akan cenderung memiliki penilaian lebih positif kehadiran investasi asing, dibandingkan warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional jauh lebih buruk.
Menurut dia, temuan ini penting untuk diperhatikan pemerintah mengingat peningkatan investasi asing adalah salah satu strategi utama yang diperlukan untuk menggenjot ekonomi nasional.
"Kehadiran RUU Cipta Kerja, misalnya, dikatakan bertujuan untuk membuat iklim investasi asing di Indonesia menjadi lebih baik," ujarnya.
Karena itu, menurut Saidiman, sangat penting untuk memahami sikap masyarakat tentang investasi asing dalam hubungannya dengan perbaikan ekonomi nasional.
"Sentimen positif publik terhadap investasi tentu diharapkan ikut membantu menciptakan iklim kondusif bagi investasi di Indonesia. Temuan survei nasional SMRC menunjukkan masih ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk membangun sikap positif tersebut," imbuhnya.
Dalam pemaparannya, Saidiman menunjukkan ada perbedaan penilaian terhadap investasi asing di antara warga perkotaan dan pedesaan, demikian juga antar wilayah DKI+Banten dengan wilayah-wilayah lainnya.
Sekitar 42 persen warga kota menganggap investasi asing membawa pengaruh positif, sementara hanya 32 persen warga pedesaan setuju dengan pendapat itu.
Di DKI+Banten, 51 persen warga menganggap investasi asing membawa pengaruh positif, sementara di Jawa Barat hanya 45 persen warga yang berpandangan sama. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan provinsi lainnya, persentase warga yang setuju investasi asing membawa efek positif hanya berada di kisaran 30-35 persen.
Perbedaan cara pandang juga terlihat di antara warga berpendidikan rendah dan lebih tinggi, serta antara warga yang berpenghasilan rendah dan lebih tinggi.
Di kalangan warga yang berpendidikan SD, hanya 34 persen yang menganggap positif investasi asing, sementara 44 persen warga berlatar belakang perguruan tinggi menganggap positif investasi asing.
Demikian pula, hanya 34 persen warga berpenghasilan di bawah Rp1 juta/bulan yang menilai investasi asing membawa perbaikan ekonomi, sementara sekitar 41 persen warga yang berpendapatan di atas Rp4 juta/bulan menilai investasi asing positif bagi perbaikan ekonomi Indonesia.
Bila dilihat dari profesi, kalangan yang paling percaya bahwa investasi asing membawa perbaikan ekonomi adalah pegawai/guru/dosen/profesional, sementara yang paling negatif melihat kontribusi investasi asing adalah kalangan pengangguran/pencari pekerjaan. Sekitar 46 persen pegawai/guru/dosen/profesional percaya pada efek positif investasi asing, sementara hanya 13 persen pencari pekerjaan yang berpandangan sama.
Di pihak lain, perbedaan penilaian terhadap investasi asing ini juga berhubungan dengan cara pandang warga terhadap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional saat ini.
Mereka yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional saat ini memburuk cenderung untuk menilai kehadiran investasi asing positif bagi ekonomi nasional, sementara sebaliknya mereka yang menganggap kondisi ekonomi saat ini lebih baik tidak percaya bahwa kehadiran investasi asing berefek positif bagi ekonomi nasional.
Sekitar 52-53 persen warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional sekarang jauh lebih buruk menganggap investasi asing positif bagi ekonomi Indonesia, sementara 30-40 persen warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional sekarang lebih baik menganggap positif investasi asing positif bagi ekonomi Indonesia.
Secara umum, menurut Saidiman, survei itu menunjukkan warga yang berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi, dan tinggal di perkotaan memiliki sikap lebih positif terhadap investasi asing. Hal itu terkait dengan kepercayaan diri untuk berkompetisi dengan kehadiran perusahaan asing yang mungkin juga membawa kehadiran pekerja asing.
"Kalangan ini lebih siap untuk berkompetisi dan tidak takut berhadapan dengan tenaga kerja asing," ujarnya.
Untuk jangka panjang, kata Saidiman, pekerjaan rumah pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Ketenagakerjaan dan pihak-pihak lain yang bertanggungjawab di bidang pengembangan sumber daya manusia.
"Investasi di bidang pendidikan harus benar-benar dijalankan untuk memperkuat kualitas SDM nasional. Dengan cara itu, bonus demografi akan menjadi berkah bagi Indonesia, dan bukan sebaliknya, justru bisa menjadi sumber kutukan bagi kita," kata Saidiman.
Baca juga: Luhut: Indonesia butuh tenaga kerja asing karena SDM lokal tidak cukup
Baca juga: Pengamat: Investor asing minati produk properti Cikarang
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020
Tags: