Anies minta BPBD tidak tambah TOA untuk peringatan dini banjir
7 Agustus 2020 22:22 WIB
Ilustrasi - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kanan) usai acara koordinasi penanganan banjir Jabodetabek dan Jawa Barat di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Senin (2/3/2020). (ANTARA/Livia Kristianti)
Jakarta (ANTARA) - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk tidak lagi menambah atau membeli pengeras suara (TOA) yang difungsikan sebagai sistem peringatan dini banjir (early warning system/EWS).
Menurut Anies, untuk peringatan dini banjir cukup dengan menggunakan toa masjid atau pemberitahuan melalui WhatsApp.
"Lebih baik early warning system-nya gunakan WhatsApp, masjid, sama tempat yang ada speaker. Toa ini sudah telanjur ada, ya, sudah dipakai. Tapi tidak usah ditambah, lalu bangun sistem, jangan bangun toa seperti ini," ucap Anies dalam rekaman rapat pimpinan yang diunggah Pemprov DKI, Jumat.
Dalam rekaman yang membahas tentang pengendalian banjir Jakarta bersama para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diunggah pada Kamis (6/8) Anies meminta jajarannya membuka salah satu slide presentasi mengenai disaster warning system (DWS) yang ternyata terdapat gambar pengeras suara sebagai bagian DWS.
Baca juga: Alat DWS tingkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana
Baca juga: Drainase di Jakarta tak siap hadapi hujan ekstrem
Anies berujar, pembelian pengeras suara itu dilakukan sebelumnya setelah DKI memakai pengeras suara hibah dari Jepang yang menurutnya fungsinya kurang tepat karena alat tersebut diperuntukkan bagi peringatan tsunami.
"Ini adalah cara promosi paling bagus, hibah dulu habis itu pengadaan. Dan strategi mereka (Jepang) sukses lalu kita belanja terus ke Jepang. Lah buat apa? Ini kalau untuk kasus immediate (segera) seperti tsunami boleh. Kalau kita punya musuh perang, ini perlu warning system ada pesawat perang lewat," ujarnya.
Karenanya sebagai peringatan banjir, Anies menyarankan untuk tak lagi ditambah, karena selain kurang efektif, ketika diperiksa langsung ke lokasi ternyata banyak alat tidak berfungsi
"Ini akhirnya menjadi enggak relevan. Coba BPBD dicek berapa alat yang enggak berfungsi banjir kemarin. Bapak belum bertugas, ya. Itu banyak yang tidak berfungsi pada saat banjir," ujar Anies kepada Plt Kepala BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto.
Diinformasikan, pada awal tahun 2020, Pemprov DKI Jakarta berencana menambah enam set DWS untuk peringatan dini bencana pada tahun 2020 ini. Pembelian enam set DWS ini untuk melengkapi 14 set DWS yang sudah dimiliki sebelumnya.
"Memang kebutuhannya tahun 2020 hanya enam dan sudah mencakup semua aliran DAS. Pengadaan DWS enam set, anggaran Rp4,07 miliar," tutur Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta M Ridwan, Senin (13/1).
Cara kerjanya, saat ketinggian air di sebuah pos pantau sungai siaga tiga, petugas BPBD DKI Jakarta akan menginformasikan peringatan dini berbentuk pesan suara dari kantor BPBD. Output-nya, pesan suara tersebut akan didengar warga melalui pengeras suara yang ada pada tiang DWS yang terdengar sampai radius 500 meter.*
Baca juga: "Diet" kantong plastik
Baca juga: Banjir sudah surut, pos pengungsian masih aktif
Menurut Anies, untuk peringatan dini banjir cukup dengan menggunakan toa masjid atau pemberitahuan melalui WhatsApp.
"Lebih baik early warning system-nya gunakan WhatsApp, masjid, sama tempat yang ada speaker. Toa ini sudah telanjur ada, ya, sudah dipakai. Tapi tidak usah ditambah, lalu bangun sistem, jangan bangun toa seperti ini," ucap Anies dalam rekaman rapat pimpinan yang diunggah Pemprov DKI, Jumat.
Dalam rekaman yang membahas tentang pengendalian banjir Jakarta bersama para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang diunggah pada Kamis (6/8) Anies meminta jajarannya membuka salah satu slide presentasi mengenai disaster warning system (DWS) yang ternyata terdapat gambar pengeras suara sebagai bagian DWS.
Baca juga: Alat DWS tingkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana
Baca juga: Drainase di Jakarta tak siap hadapi hujan ekstrem
Anies berujar, pembelian pengeras suara itu dilakukan sebelumnya setelah DKI memakai pengeras suara hibah dari Jepang yang menurutnya fungsinya kurang tepat karena alat tersebut diperuntukkan bagi peringatan tsunami.
"Ini adalah cara promosi paling bagus, hibah dulu habis itu pengadaan. Dan strategi mereka (Jepang) sukses lalu kita belanja terus ke Jepang. Lah buat apa? Ini kalau untuk kasus immediate (segera) seperti tsunami boleh. Kalau kita punya musuh perang, ini perlu warning system ada pesawat perang lewat," ujarnya.
Karenanya sebagai peringatan banjir, Anies menyarankan untuk tak lagi ditambah, karena selain kurang efektif, ketika diperiksa langsung ke lokasi ternyata banyak alat tidak berfungsi
"Ini akhirnya menjadi enggak relevan. Coba BPBD dicek berapa alat yang enggak berfungsi banjir kemarin. Bapak belum bertugas, ya. Itu banyak yang tidak berfungsi pada saat banjir," ujar Anies kepada Plt Kepala BPBD DKI Jakarta Sabdo Kurnianto.
Diinformasikan, pada awal tahun 2020, Pemprov DKI Jakarta berencana menambah enam set DWS untuk peringatan dini bencana pada tahun 2020 ini. Pembelian enam set DWS ini untuk melengkapi 14 set DWS yang sudah dimiliki sebelumnya.
"Memang kebutuhannya tahun 2020 hanya enam dan sudah mencakup semua aliran DAS. Pengadaan DWS enam set, anggaran Rp4,07 miliar," tutur Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta M Ridwan, Senin (13/1).
Cara kerjanya, saat ketinggian air di sebuah pos pantau sungai siaga tiga, petugas BPBD DKI Jakarta akan menginformasikan peringatan dini berbentuk pesan suara dari kantor BPBD. Output-nya, pesan suara tersebut akan didengar warga melalui pengeras suara yang ada pada tiang DWS yang terdengar sampai radius 500 meter.*
Baca juga: "Diet" kantong plastik
Baca juga: Banjir sudah surut, pos pengungsian masih aktif
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020
Tags: