Pertemuan AHY-Puan dinilai perkuat fondasi rekonsiliasi politik
7 Agustus 2020 18:17 WIB
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menemui Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/8/2020). (ANTARA/ HO-Humas Demokrat)
Jakarta (ANTARA) - Pertemuan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua DPR RI Puan Maharani di gedung DPR RI, Senayan, Kamis (6/8), dinilai mampu memperkuat fondasi rekonsiliasi politik nasional.
Manager Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam, di Jakarta, Jumat, mengatakan pertemuan kedua tokoh muda itu bisa disebut mewakili "generasi kedua" dari gerbong politik Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut dia, pertemuan "generasi kedua" Mega dan SBY itu dapat dimaknai sebagai ikhtiar yang positif untuk memapankan fondasi rekonsiliasi politik antara PDI Perjuangan dan Partai Demokrat.
Baca juga: Pertemuan Puan-AHY bicarakan COVID-19 hingga Pilkada 2020
Meski menemui AHY dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPR, kata dia, Puan tetap menjadi representasi gerbong besar PDI Perjuangan.
Bahkan kepada Puan, AHY menitipkan salam kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Pertemuan AHY dan Puan ini adalah simbol rekonsiliasi yang patut diapresiasi, di tengah ruang demokrasi nasional yang belakangan ini sarat nuansa konflik dan fragmentasi," kata Umam yang juga dosen ilmu politik dan international studies Universitas Paramadina Jakarta.
Sebagai simbol tokoh pemimpin muda di gerbong politik masing-masing, kata dia, AHY dan Puan tampaknya memiliki cara pandang yang lebih egaliter dalam memaknai setiap dinamika dan konstelasi politik.
Baca juga: Usai bertemu Puan, AHY sampaikan salam hormat bagi Megawati
"Jadi, bagi para pemimpin muda, sudah sepatutnya laku politik mereka lebih mengedepankan logika politik yang rasional, bukan emosional, apalagi transaksional”, kata peraih gelar Doktor dari School of Political Science and International Studies, The University of Queensland, Australia itu.
Umam menilai siapapun yang dalam berpolitik lebih cenderung mengedepankan emosi, apalagi memelihara dendam justru menunjukkan kedangkalan berpikir mereka dalam berdemokrasi.
Oleh karena itu, lanjut dia, dalam berkompetisi dan berdemokrasi seharusnya bukan ego atau dendam pribadi yang menentukan laku politik mereka, tetapi bagaimana visi dan cara pandang mereka dalam mengagregasikan kepentingan rakyat ke dalam ranah kebijakan publik.
Umam mengatakan pertemuan Puan dan AHY kemarin merupakan langkah awal yang baik untuk membangun konsolidasi demokrasi yang lebih matang ke depan.
Baca juga: AHY: Demokrat-PDI Perjuangan usung 28 paslon di Pilkada 2020
Bahkan, jika pertemuan kedua tokoh pemimpin muda itu dapat ditindaklanjuti dengan komunikasi politik yang baik maka tidak menutup kemungkinan akan mengubah arah dan peta konstelasi politik 2024.
"AHY dan Puan bisa menjadi tokoh kunci yang menentukan konstelasi 2024, baik sebagai salah satu calon kandidat maupun sebagai 'king and queen makers' dalam menentukan komposisi gerbong koalisi politik 2024 nanti," kata Umam.
Manager Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam, di Jakarta, Jumat, mengatakan pertemuan kedua tokoh muda itu bisa disebut mewakili "generasi kedua" dari gerbong politik Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut dia, pertemuan "generasi kedua" Mega dan SBY itu dapat dimaknai sebagai ikhtiar yang positif untuk memapankan fondasi rekonsiliasi politik antara PDI Perjuangan dan Partai Demokrat.
Baca juga: Pertemuan Puan-AHY bicarakan COVID-19 hingga Pilkada 2020
Meski menemui AHY dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPR, kata dia, Puan tetap menjadi representasi gerbong besar PDI Perjuangan.
Bahkan kepada Puan, AHY menitipkan salam kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
"Pertemuan AHY dan Puan ini adalah simbol rekonsiliasi yang patut diapresiasi, di tengah ruang demokrasi nasional yang belakangan ini sarat nuansa konflik dan fragmentasi," kata Umam yang juga dosen ilmu politik dan international studies Universitas Paramadina Jakarta.
Sebagai simbol tokoh pemimpin muda di gerbong politik masing-masing, kata dia, AHY dan Puan tampaknya memiliki cara pandang yang lebih egaliter dalam memaknai setiap dinamika dan konstelasi politik.
Baca juga: Usai bertemu Puan, AHY sampaikan salam hormat bagi Megawati
"Jadi, bagi para pemimpin muda, sudah sepatutnya laku politik mereka lebih mengedepankan logika politik yang rasional, bukan emosional, apalagi transaksional”, kata peraih gelar Doktor dari School of Political Science and International Studies, The University of Queensland, Australia itu.
Umam menilai siapapun yang dalam berpolitik lebih cenderung mengedepankan emosi, apalagi memelihara dendam justru menunjukkan kedangkalan berpikir mereka dalam berdemokrasi.
Oleh karena itu, lanjut dia, dalam berkompetisi dan berdemokrasi seharusnya bukan ego atau dendam pribadi yang menentukan laku politik mereka, tetapi bagaimana visi dan cara pandang mereka dalam mengagregasikan kepentingan rakyat ke dalam ranah kebijakan publik.
Umam mengatakan pertemuan Puan dan AHY kemarin merupakan langkah awal yang baik untuk membangun konsolidasi demokrasi yang lebih matang ke depan.
Baca juga: AHY: Demokrat-PDI Perjuangan usung 28 paslon di Pilkada 2020
Bahkan, jika pertemuan kedua tokoh pemimpin muda itu dapat ditindaklanjuti dengan komunikasi politik yang baik maka tidak menutup kemungkinan akan mengubah arah dan peta konstelasi politik 2024.
"AHY dan Puan bisa menjadi tokoh kunci yang menentukan konstelasi 2024, baik sebagai salah satu calon kandidat maupun sebagai 'king and queen makers' dalam menentukan komposisi gerbong koalisi politik 2024 nanti," kata Umam.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020
Tags: