Oslo (ANTARA News/Reuters) - Presiden Barack Obama membela hak Amerika Serikat melancarkan "perang yang dibenarkan (legal)," saat dia menerima Hadiah Nobel Perdamaian, Jumat pagi WIB, dan mengakui bahwa sebagai presiden di era perang, itu adalah pilihan kontroversial.

Pada pidato dalam seremoni pemberian penghargaan itu di Oslo, yang didahului oleh tiupan sangkala, Obama menyatakan bahwa dia tidak akan berkompromi dengan ancaman-ancaman yang dihadapi Amerika Serikat.

Dia mengingatkan momok tentang babak baru perlombaan senjata yang potensial terjadi di Timur Tengah atau Asia Timur, dan menyerukan sanksi tegas terhadap negara-negara yang tidak mematuhi hukum internasional, yang adalah peringatan terhadap Iran dan Korea Utara.

Obama juga menerima kritik bahwa dia tidak layak menerima Nobel dan belum banyak menunjukkan prestasi nyata di umur pemerintahannya yang masih muda yang sekitar 11 bulan. Dia mengatakan bahwa dia berada di awal, bukan di ujung, kiprahnya di panggung dunia.

Pidato penerimaan (Nobel) dari sang presiden, yang biasa disampaikan oleh para penerima Nobel Perdamaian sebelum ini, menarik perhatian banyak orang karena disampaikan di tengah dominannya tema perang.

Dia berpidato hanya enam hari setelah memerintahkan menggelarkan tambahan 30.000 tentaranya di Afghanistan dalam sebuah ekspansi besar-besar selama perang yang telah berusia delapan tahun itu.

Obama berharap tentara tambahannya itu akan bisa membantu mematahkan momentum perlawanan Taliban dan membeli waktu untuk melatih pasukan keamanan Afghanistan guna nantinya mengambil alih peran pasukan AS.

"Kita sedang berperang, dan saya bertanggungjawab atas penggelaran ribuan anak muda Amerika untuk bertempur di negeri yang asing. Sebagian akan membunuh, sebagian akan terbunuh," kata Obama, merujuk pada penggelaran pasukan AS di dunia.

Obama secara retorik berusaha membela dirinya saat mengantarkan paradoks seorang presiden yang menerima penghargaan perdamaian tertinggi di dunia, yang saat bersamaan dia terlibat dalam dua konflik besar di luar negeri, yaitu Irak dan Afghanistan.

"Agaknya masalah terdalam yang menyelimuti penerimaanku atas penghargaan ini adalah fakta bahwa saya adalah panglima tertinggi sebuah bangsa yang tengah berada di dua perang," katanya.

"Akan ada masanya saat bangsa-bangsa -baik secara individual maupun bersama-sama-- akan menggunakan kekuatannya tidak saja karena harus, namun juga karena secara moral dibenarkan," katanya seraya menyatakan bahwa perang di Afghanistan terpaksa dilakukan Amerika Serikat setelah serangan 11 September 2001 yang dirancang Alqaeda dari negeri itu.

Dia mengutipkan kalimat pejuang hak-hak sipil dan penerima Nobel, Martin Luther King, bahwa "kekerasan tidak pernah menciptakan perdamaian yang abadi."

"Tapi saya menghadapi dunia seperti adanya, dan tidak bisa lembek terhadap ancaman yang dihadapi rakyat Amerika," katanya.

Sekitar 900 tamu undangan serempak memberikan tepukan meriah begitu Obama menerima Nobel di balairung gedung dewan kota Oslo, dimana dia menjadi presiden AS ketiga yang berdiri di situ untuk menerima Nobel perdamaian yang telah berumur 108 tahun itu.

Saat penghargaan itu mendatangkan suka cita internasional, rakyat Amerika justru dibekap pengangguran yang kini mencapai dua digit dan lebih tertarik kepada bagaimana Obama merencanakan penciptaan lapangan kerja baru.

Orang Amerika masih mengkhawatirkan perekonomiannya yang membuat popularitas Obama menurun menjadi 50 persen atau di bawah itu.

Standard moral

Obama mengatakan bahwa Amerika Serikat harus menegakkan standard moral ketika melancarakan peperangan yang dianggap harus dan dibenarkan (legal).

"Bahkan ketika kita menghadapi musuh yang busuk yang tidak tunduk pada hukum apapun, saya percaya bahwa Amerika Serikat mesti tetap mematuhi standard moral dalam melancarkan perangnya. Itulah yang membuat kita berbeda dari mereka yang kita perangi," kata Obama.

Dengan berjanji menutup tahanan Teluk Guantanamo yang diperuntukkan bagi tersangka teroris asing dan melarang teknik interogasi bengis, Obama telah berupaya menegakkan standard moral tinggi di mana dulu dituduhkan kepada pendahulunya Presiden George W. Bush.

Dalam mencari alternatif kekuatan, adalah penting untuk bersikap tegas, kata Obama.

"Rezim-resim yang melanggar aturan mesti dibuat akuntabel. Sanksi-sanksi harus diberlakukan setimpal," kata Obama, menunjuk Korea Utara dan Iran.

"Mereka yang mencari perdamaian tidak boleh lembek kepada bangsa-bangsa yang mempersenjatai dirinya dengan senjata nuklir."

Di hari yang diselimuti hujan dengan temperatur nyaris membekukan, ribuan orang berjejer menyambut Obama di jalan-jalan kota Oslo yang dijaga sangat ketat.

Sejumlah orang membentangkan poster, "Obama, Anda telah memenangkannya (Nobel Perdamaian), kini buktikan." (*)