Jakarta (ANTARA) - Anggota Tim Kerja Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja DPD RI Hasan Basri akan memelototi 174 pasal RUU Ciptaker tersebut agar tidak melucuti kewenangan daerah.
Wakil Ketua Komite II DPD RI itu menegaskan bahwa kepentingan daerah akan menjadi fokus perjuangan mereka dalam pembahasan dan pengisian daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Cipta Kerja yang sedang berlangsung saat ini.
"Sedikitnya ada 174 pasal yang akan kami pelototi," kata Hasan usai mengikuti rapat koordinasi antara pimpinan DPD RI dan para pimpinan serta anggota alat kelengkapan dewan yang tergabung dalam Tim Kerja RUU Cipta Kerja DPD RI di kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan RUU Cipta Kerja berasal dari 79 undang-undang, memuat 15 bab dan 174 pasal dengan menyasar 11 kluster, yaitu menyangkut penyederhanaan perizinan; persyaratan investasi dan ketenagakerjaan.
Selain itu, kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi.
Menurut Hasan, pasal RUU Cipta Kerja itu justru membuat daerah hanya bisa pasrah ketika investasi-investasi besar akan masuk ke daerah karena yang jadi regulator perizinan adalah pemerintah pusat.
Hasan mencontohkan pelaksanaan kewenangan perizinan berusaha dan kegiatan berusaha dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Baca juga: Kawal RUU Cipta Kerja, La Nyalla minta DPD RI fokus kepentingan daerah
Berikutnya, tentang perizinan berusaha yang tidak dilaksanakan sesuai dengan NSPK dan norma (tenggat) waktu yang ditetapkan maka pelaksanaan perizinan berusaha diberikan oleh pemerintah pusat.
Selanjutnya, terkait dengan pelaksanaan perizinan berusaha dan kegiatan berusaha yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Program Prioritas Pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah Pusat.
Belum lagi, lanjut Hasan, pasal-pasal krusial mengenai pertanahan, tata ruang, administrasi perizinan, administrasi pemerintahan, dan lainnya.
"RUU Cipta Kerja dengan metode omnibus law ini sangat-sangat jauh dari kata sempurna. Karena sangat dipaksakan dengan alasan reformasi birokrasi," katanya.
Untuk itu, dia meminta masyarakat dan pemerintah daerah dapat lebih proaktif di dalam menyuarakan dan memberikan masukan kepada DPD RI agar dapat menjadi landasan dan acuan Tim Kerja DPD RI sebelum menyampaikan penyempurnaan RUU Cipta Kerja kepada pemerintah.
Baca juga: RUU Cipta Kerja perlu keseimbangan lingkungan-pembangunan ekonomi
"Selama ini, DPD RI sebagai wakil (utusan) daerah sudah melakukan berbagai macam upaya. Akan tetapi, pemerintah daerah masih banyak yang pasif dalam menanggapi RUU ini," katanya menandaskan.
Di sisi lain, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan bahwa kewenangan penerbitan perizinan usaha ditetapkan bersama antara pemerintah pusat dan daerah.
"Jadi, kewenangan penerbitan perizinan berusaha pada prinsipnya ada di pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang pelaksanaannya berdasarkan NSPK yang ditetapkan oleh Presiden," kata Susiwijono.
Ia menjelaskan bahwa peraturan pemerintah (PP) pelaksanaan RUU Cipta Kerja justru mengatur mengenai NSPK agar terdapat standar pelayanan penerbitan perizinan usaha oleh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Konsepsi itu juga berkaitan dengan semua penerbitan perizinan berusaha yang selama ini telah dilakukan melalui Sistem Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (OSS).
Baca juga: Kadin sebut saat ini waktu tepat perbaiki iklim investasi
Sebelumnya, pemerintah telah melahirkan sistem OSS dan melakukan penyederhanaan perizinan berusaha melalui sistem elektronik untuk menyesuaikan proses kemudahan berinvestasi dengan era digital.
"Perizinan berusaha yang terintegrasi dan dilakukan secara elektronik dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja," kata Susiwijono.
Menurut dia, perizinan berbasis elektronik itu juga telah direkomendasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu langkah pencegahan korupsi, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas-PK).
Hasan Basri: Ada 174 pasal yang akan dipelototi
6 Agustus 2020 23:13 WIB
Logo DPD RI. ANTARA FOTO
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: