Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengharapkan momentum pemulihan ekonomi dapat terjadi pada triwulan III dan IV 2020 agar pertumbuhan bisa kembali berada pada zona positif.

"Kita berharap pada triwulan tiga dan empat pemulihan ekonomi bisa terjaga," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers KSSK di Jakarta, Rabu.

Sri Mulyani mengakui upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam situasi saat ini bukan merupakan hal yang mudah mengingat berbagai sektor lapangan usaha maupun kelompok pengeluaran mengalami kontraksi yang dalam.

Meski demikian, tambah dia, pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait terus berupaya untuk mendorong percepatan stimulus maupun insentif yang sudah direncanakan agar berdampak kepada masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.

Dari sisi permintaan, pemerintah akan terus mempercepat penyaluran bantuan sosial maupun bantuan lainnya agar daya beli masyarakat terjaga dan melakukan pembenahan iklim investasi untuk mengantisipasi adanya pemulihan ekonomi.

Pemerintah juga akan mempercepat belanja yang masih terhambat dari sisi administrasi dengan mendorong Kementerian Lembaga untuk menyelesaikan dokumen pelaksanaan anggaran agar belanja pemerintah dapat menjadi stimulus.

"Pemerintah, melalui Kementerian PUPR, juga akan mempercepat pembangunan infrastruktur dan program padat karya lainnya. Selain itu, juga akan membuka kawasan industri di daerah serta food estate untuk meningkatkan ketahanan pangan," kata Sri Mulyani.

Dengan berbagai upaya itu, Sri Mulyani mengharapkan ekonomi triwulan III dapat tumbuh pada kisaran 0-0,5 persen dan triwulan IV 2020 dapat tumbuh hingga mendekati 3 persen agar pertumbuhan bisa kembali ke zona positif.

"Triwulan tiga memang probabilitas negatif masih ada, karena penurunan beberapa sektor mungkin tidak pulih cepat. Triwulan empat kita berharap bisa meningkat mendekati tiga persen. Kalau itu terjadi maka keseluruhan tahun bisa terjaga di zona positif, minimal 0-1 persen," katanya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi terkontraksi pada level negatif untuk pertama kalinya sejak triwulan I-1999, setelah perekonomian pada triwulan II-2020 tumbuh negatif 5,32 persen.

Dari sisi lapangan usaha, kontraksi terjadi di berbagai kelompok seperti industri pengolahan yang minus 6,19 persen, perdagangan minus 7,57 persen dan konstruksi minus 5,39 persen.

Lapangan usaha lainnya yang ikut tumbuh negatif adalah pertambangan minus 2,72 persen, administrasi pemerintahan minus 3,11 persen dan yang terdampak paling besar yaitu transportasi dan pergudangan minus 30,84 persen.

Meski demikian, masih ada sektor yang tumbuh positif dalam periode ini antara lain sektor pertanian 2,19 persen, informasi dan komunikasi 10,88 persen serta jasa keuangan 1,03 persen.

Dari sisi kelompok pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang kontraksi terbesar dengan tumbuh negatif 5,51 persen disusul pembentukan modal tetap bruto (PMTB), yang merupakan komponen investasi, dengan tumbuh minus 8,61 persen.

Dalam periode ini, konsumsi pemerintah juga terkontraksi hingga 6,9 persen, ekspor barang dan jasa tumbuh minus 11,66 persen serta impor barang dan jasa tumbuh negatif 16,96 persen.

Baca juga: Komisi XI akan panggil Menkeu cegah ekonomi negatif berlanjut

Baca juga: Pemerintah fokuskan penggunaan anggaran untuk tiga proyek prioritas

Baca juga: OJK: Masa "survival" terlewati, Indonesia masuk ke pemulihan ekonomi

Baca juga: Indef minta pemerintah optimalkan belanja untuk dorong ekonomi RI