Jakarta (ANTARA) - Sekitar 52 persen pengaduan dari masyarakat di berbagai daerah terkait program sembako diterima Ombudsman RI selama membuka posko COVID-19 sejak Februari hingga 31 Juli 2020.

"Dalam pengaduan pada posko COVID-19 yang terbanyak ialah terkait bantuan sosial. Kemudian pengaduan tertinggi dalam bansos ialah terkait program sembako," kata Anggota Ombudsman RI Ahmad Su’adi dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Selain program sembako, terdapat pula sekitar 42 persen pengaduan terkait bantuan langsung tunai, 1,86 persen program keluarga harapan dan 2,60 terkait prakerja.

Menurutnya, banyaknya pengaduan terkait bantuan sosial itu menunjukkan darurat COVID-19 benar-benar memengaruhi kehidupan dalam jangka waktu yang sangat pendek.

Ia mengatakan terdapat perubahan pengaduan dari bulan pertama, kedua, ataupun ketiga. Sebagai contoh, pada bulan pertama pengaduan masyarakat lebih terkait data.

"Jadi ada orang yang belum tercatat, ada yang tercatat belum mendapatkan dan ada yang kebingungan bagaimana cara mencari bantuan," katanya.

Baca juga: Anggota DPRD jadi penerima bansos, pendataan dinilai bermasalah

Bagi yang kebingungan tersebut, ujar dia, disebabkan oleh adanya mobilisasi masyarakat terutama dari kota ke desa saat COVID-19 melanda sehingga terjadi berbagai kesalahan atau simpang siur informasi.

Kemudian bulan kedua pada hakikatnya sudah relatif terdata sebab diperoleh dari RT, RW, lurah dan seterusnya. Meskipun di sisi lain diakui masih banyak yang belum sesuai sasaran sehingga pengaduan yang tertinggi saat itu ialah dari mereka yang belum mendapatkan bantuan.

Secara umum sebenarnya terdapat dua kategori dalam laporan masyarakat tersebut yakni pertama pengaduan alami misalnya tidak adanya data dan bantuan tidak sampai. Kedua, adanya penyimpangan.

"Penyimpangan misalnya beberapa RT RW yang memotong dana untuk operasional sehingga jumlah yang diterima masyarakat tidak sesuai," ujarnya.

Namun hal tersebut dapat ditangani oleh Ombudsman di mana biasanya dana tersebut dikembalikan sehingga program bantuan sosial benar-benar sampai pada sasarannya.

Untuk saat ini, menurutnya, terjadi mobilisasi balik dari desa ke kota sehingga hal itu cenderung akan menyebabkan terjadinya pergeseran data penerima bantuan kembali.

Ia menyarankan pemerintah kembali fokus pada pendataan dan sebaiknya menahan masyarakat yang sudah berada di desa tersebut agar tidak kembali ke kota.

Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan kepastian bantuan atau jaminan sosial atau memberikan pekerjaan. Sebab, kondisi pandemi COVID-19 di Tanah Air masih mengkhawatirkan dengan data yang masih bergerak naik.

Baca juga: Hanya 100 daerah perbaharui data kemiskinan 10 tahun terakhir
Baca juga: Ombudsman beri saran ke Kemensos terkait pengaduan bansos