KPAI: Sistem zonasi permudah siswa bahkan di saat pandemi
5 Agustus 2020 18:15 WIB
Calon siswa didampingi orang tuanya menggunakan masker pelindung wajah saat melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi secara daring ditengah wabah virus corona (COVID-19) di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (13/7/2020). ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan sistem zonasi memberikan banyak kemudahan bagi siswa bahkan di saat pandemi karena tempat tinggalnya berada di satu zona yang sama dengan sekolah.
"Andaikan saja anak sudah terpetakan dengan sistem zonasi dan betul-betul dekat sekolah rumahnya, maka pandemi ini akan mudah," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) secara daring yang membahas hasil pengawasan dan pengaduan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020, di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPAI dorong pemerataan sapras sekolah dalam zonasi PPDB
Ia mengatakan bahwa jika zona hijau atau zona bebas COVID-19 memungkinkan siswa untuk mengikuti pembelajaran secara tatap muka, maka sistem zonasi dalam pendidikan akan memudahkan sekolah yang berada di zona bebas COVID-19 untuk mengajak siswa-siswanya kembali ke sekolah karena siswa-siswa tersebut berada di zona yang sama.
"Kalau ada anak sekolahnya zona hijau, rumahnya zona merah, kan engga bisa juga (mengikuti pembelajaran tatap muka). Tetapi kalau andaikan dia benar-benar dekat sekolah, maka zonanya akan sama antara rumah anak dan sekolahan anak," kata Retno.
Kemudian, ketika zona sekolah dan tempat tinggal siswa hanya memungkinkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring, tetapi siswa-siswanya kesulitan mengakses internet karena keterbatasan ekonomi, maka dengan sistem zonasi, siswa tersebut dapat memanfaatkan jaringan Wifi sekolah yang berada dekat dengan tempat tinggal mereka untuk bisa mengikuti PJJ secara daring.
Baca juga: Evaluasi KPAI terkait PPDB 2020
Kemudian, anak-anak juga bisa belajar secara bergantian dalam jumlah kecil dengan teman-teman yang tinggal berdekatan dengan tetap menjaga jarak, dengan menggunakan fasilitas sekolah, bahkan mungkin meminjam laptop sekolah yang jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal siswa.
"Jadi sebenarnya (sistem zonasi) ini harusnya menjadi bentuk yang harus kita perkuat. Jangan 50 persen lagi. Harusnya dikembalikan 80 persen," kata Retno.
Selain itu, dampak positif lain sistem zonasi adalah memungkinkan siswa untuk mengakses pendidikan di sekolah negeri yang dekat dengan tempat tinggal sehingga biaya pendidikan menjadi lebih ringan, terutama bagi siswa yang keluarganya kurang mampu.
Dengan sistem zonasi yang mendekatkan sekolah dengan tempat tinggal siswa, maka siswa tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi karena dia bisa pergi ke sekolah dengan berjalan kaki.
Siswa juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makan siang di luar karena dia bisa menyempatkan diri untuk makan di rumah saat jam istirahat.
Selain itu, siswa juga memiliki waktu istirahat yang cukup karena mereka tidak perlu menghabiskan waktu lama untuk pergi ke sekolah.
Baca juga: KPAI: Rencana buka sekolah di zona nonhijau bahayakan kesehatan siswa
Baca juga: KPAI sarankan Kemendikbud gratiskan internet siswa dari dana POP
Baca juga: Komisioner KPAI sebut surat terbuka ke Mendikbud dapat banyak dukungan
"Andaikan saja anak sudah terpetakan dengan sistem zonasi dan betul-betul dekat sekolah rumahnya, maka pandemi ini akan mudah," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) secara daring yang membahas hasil pengawasan dan pengaduan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020, di Jakarta, Rabu.
Baca juga: KPAI dorong pemerataan sapras sekolah dalam zonasi PPDB
Ia mengatakan bahwa jika zona hijau atau zona bebas COVID-19 memungkinkan siswa untuk mengikuti pembelajaran secara tatap muka, maka sistem zonasi dalam pendidikan akan memudahkan sekolah yang berada di zona bebas COVID-19 untuk mengajak siswa-siswanya kembali ke sekolah karena siswa-siswa tersebut berada di zona yang sama.
"Kalau ada anak sekolahnya zona hijau, rumahnya zona merah, kan engga bisa juga (mengikuti pembelajaran tatap muka). Tetapi kalau andaikan dia benar-benar dekat sekolah, maka zonanya akan sama antara rumah anak dan sekolahan anak," kata Retno.
Kemudian, ketika zona sekolah dan tempat tinggal siswa hanya memungkinkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring, tetapi siswa-siswanya kesulitan mengakses internet karena keterbatasan ekonomi, maka dengan sistem zonasi, siswa tersebut dapat memanfaatkan jaringan Wifi sekolah yang berada dekat dengan tempat tinggal mereka untuk bisa mengikuti PJJ secara daring.
Baca juga: Evaluasi KPAI terkait PPDB 2020
Kemudian, anak-anak juga bisa belajar secara bergantian dalam jumlah kecil dengan teman-teman yang tinggal berdekatan dengan tetap menjaga jarak, dengan menggunakan fasilitas sekolah, bahkan mungkin meminjam laptop sekolah yang jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal siswa.
"Jadi sebenarnya (sistem zonasi) ini harusnya menjadi bentuk yang harus kita perkuat. Jangan 50 persen lagi. Harusnya dikembalikan 80 persen," kata Retno.
Selain itu, dampak positif lain sistem zonasi adalah memungkinkan siswa untuk mengakses pendidikan di sekolah negeri yang dekat dengan tempat tinggal sehingga biaya pendidikan menjadi lebih ringan, terutama bagi siswa yang keluarganya kurang mampu.
Dengan sistem zonasi yang mendekatkan sekolah dengan tempat tinggal siswa, maka siswa tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi karena dia bisa pergi ke sekolah dengan berjalan kaki.
Siswa juga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makan siang di luar karena dia bisa menyempatkan diri untuk makan di rumah saat jam istirahat.
Selain itu, siswa juga memiliki waktu istirahat yang cukup karena mereka tidak perlu menghabiskan waktu lama untuk pergi ke sekolah.
Baca juga: KPAI: Rencana buka sekolah di zona nonhijau bahayakan kesehatan siswa
Baca juga: KPAI sarankan Kemendikbud gratiskan internet siswa dari dana POP
Baca juga: Komisioner KPAI sebut surat terbuka ke Mendikbud dapat banyak dukungan
Pewarta: Katriana
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: