Jakarta (ANTARA) - Remaja berusia 17 tahun asal Florida yang dituduh sebagai otak peretasan Twitter pada Juli lalu, menyatakan ia tidak bersalah, di hadapan pengadilan pada Selasa (4/8) waktu setempat.

Remaja bernama Graham Clark kepada Hakim Pengadilan Sirkuit di Tampa, Christopher Nash, menyatakan dia tidak bersalah atas tuduhan 30 kejahatan yang diarahkan kepadanya, Reuters mengutip rekaman pengadilan, Rabu.

Clark dijadwalkan kembali hadir di pengadilan pada Rabu, waktu setempat, soal kewajibannya sebesar 750.000 dolar dan kondisi pembebasan.

Baca juga: Peretasan Twitter bermula dari serangan ponsel

Baca juga: Ribuan pegawai Twitter punya kontrol ke sistem internal


Dua orang lainnya, Mason Sheppard (19) asal Inggris Raya dan Nima Fazeli (22) dari Florida dikenakan hukuman sesuai dengan undang-undang federal karena membantu serangan siber tersebut.

Sheppard, alias Chaewon, dituduh melakukan penipuan dan pencucian uang, sementara Nima Fazeli, yang menggunakan nama samaran Rolex, dituduh membantu kejahatan, menurut keterangan Departemen Kehakiman.

Clark menggunakan metode "social engineering" untuk mengelabui pegawai Twitter demi mendapatkan akses masuk ke sistem internal. Dia mengaku sebagai salah seorang pegawai di departemen TIK dan meminta pegawai yang menjadi korban itu memberikan akses ke portal layanan pelanggan.

Setelah mendapatkan akses, pelaku mencuit dari 45 akun terverifikasi, antara lain Bill Gates, Joe Biden dan Barack Obama, meminta pengikut mereka mengirimkan sejumlah uang dalam bentuk bitcoin.

Catatan public bitcoin menunjukkan kiriman dari cuitan tersebut berjumlah lebih dari 100.000 dolar.

Twitter menyatakan pelaku kemungkinan juga membacara kotak pesan (direct message) dari beberapa akun, termasuk seorang pejabat Belanda.

Baca juga: Tren gaming di Twitter naik, game kasual jadi terpopuler

Baca juga: Twitter survei pengguna untuk fitur layanan berbayar

Baca juga: Remaja 17 tahun dituduh otak peretasan Twitter