Jakarta (ANTARA News) - Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC) Tegal, Jawa Tengah (Jateng) menyita puluhan ribu bungkus rokok ilegal berbagai merek.

Kepala Humas Ditjen Bea dan Cukai Departemen Keuangan, Evi Suhartantyo di Jakarta, Senin, menjelaskan, rokok tersebut disebut ilegal karena tidak dilekati pita cukai.

Jumlah rokok yang disita mencapai 134 bal atau 29.000 bungkus rokok yang terdiri dari berbagai merek. Kerugian negara akibat tindakan melanggar hukum itu diperkirakan mencapai sekitar Rp60 juta.

"Pelaku dan barang bukti dibawa ke KPPBC Tegal untuk proses penyidikan," kata Evi.

Sementara itu berkaitan dengan tarif baru cukai yang akan berlaku mulai 1 Januari 2010, Dirjen Bea Cukai Anwar Suprijadi telah menerbitkan peraturan tentang Desain Pita Cukai Hasil Tembakau dan Miniman Mengandung Etil Alkhohol.

Hal itu diatur melalui Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor P-48/BC/2009.

Peraturan itu antara lain menetapkan warna cetakan dasar pita cukai hasil tembakau antara lain abu-abu dominan dikombinasi warna jingga untuk jenis sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), sigaret kretek tangan (SKT), sigaret kretek tangan filter (SKTF), sigaret putih tangan (SPT), dan SPTF yang diproduksi oleh pengusaha pabrik golongan I.

Pada akhir bulan lalu, Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi mengatakan rencana kenaikan tarif cukai rokok pada 2010 terkait dan disebabkan oleh masalah kesehatan.

"Selain dalam rangka peningkatan penerimaan cukai menjadi sekitar Rp56 triliun dalam APBN, kenaikan ini juga dalam rangka keinginan beberapa pihak yang berhubungan dengan masalah kesehatan, seperti teman-teman dari Departemen Kesehatan," ujarnya.

Ia mengatakan, kenaikan ini juga atas permintaan pemerhati kesehatan yang menghendaki cukai rokok dinaikkan, namun kenaikan ini juga masih mempertimbangkan dan memperhatikan sektor tenaga kerja dan industri yang bekerja dan hidup dari industri rokok.

Menurut Anwar, komposisi besaran kenaikan juga mempertimbangkan untuk produksi rokok kecil yang tidak akan dibebani dengan cukai relatif besar sehingga masih bisa bersaing dengan produksi rokok besar. (*)