Kasus Djoko Tjandra
LeCI: Penangkapan Djoko Tjandra momentum bongkar kasus Bank Bali
2 Agustus 2020 13:25 WIB
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (ketiga kanan) bersiap menandatangani berita acara penyerahterimaan kepada Kejaksaan Agung di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (31/7/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Legal Culture Institute (LeCI) M Rizqi Azmi mengatakan penangkapan Djoko Tjandra menjadi momentum penting membongkar kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Bank Bali.
"Ini adalah momen penting yang harus dimanfaatkan Kapolri dan Jaksa Agung membongkar kasus korupsi kelas kakap BLBI dan Bank Bali yang selama ini selalu menemui jalan buntu secara hukum dan politik di DPR," kata Rizqi melalui keterangannya di Jakarta, Minggu.
Ia menyatakan Djoko Tjandra adalah salah satu kunci untuk membongkar pelaku-pelaku lainnya dan mengambil kembali aset negara yang telah dirampas dan dicuri oleh "white collar crime".
Baca juga: IPW: Penangkapan Djoko Tjandra tak terkait bursa Kapolri
Terhadap Djoko Tjandra, kata dia, Polri dan Kejaksaan Agung harus bertindak tegas dalam eksekusi kasus lama dan penegakan terhadap kasus tindak pidana yang baru saja dilakukannya sebagai residivis.
Ia mengemukakan Djoko Tjandra sebagai seseorang koruptor berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) pada 2009 harus menjalani hukumannya yang setimpal, mulai dari segala itikad buruknya sewaktu masih menjadi buronan.
"Serta kejahatan baru yang merupakan tindak pidana dalam pemalsuan surat (termasuk penyuapan birokrasi), penipuan, kejahatan lintas negara ditambah dengan pemberatan pidana sebagai residivis sampai dengan permufakatan jahat dengan oknum aparat penegak hukum dan birokrat," tuturnya.
Ia menjelaskan secara delik pidana, Djoko Tjandra sebagai koruptor yang melarikan diri dapat diberikan pemberatan hukuman sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 juncto Pasal 378 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara dikaitkan dengan pemalsuan dan penipuan berupa penerbitan surat berharga yang dapat menimbulkan kerugian.
Baca juga: Mahfud: Pejabat yang lindungi Djoko Tjandra harus siap dipidana
"Dalam yurisprudensi tetap perlakuannya disebut 'intelectuele valsheid' atau pemalsuan secara intelektual yang menimbulkan kerugian bagi kepentingan masyarakat," ucap Rizqi.
Sementara terkait residivis dan itikad buruk yang berkenaan dengan pasal di atas dapat dikenakan juga ketentuan Pasal 486 KUHP dengan penambahan sepertiga hukuman terutama terkait kasus tindak pidana baru Djoko Tjandra yang belum lewat lima tahun.
"Selanjutnya, terkait kongkalikong dengan oknum pejabat, Djoko Tjandra dapat juga dikenakan Pasal 88 dan Pasal 55 terkait permufakatan jahat yang seharusnya ini bisa dimanfaatkan Polri, Kejaksaan dan KPK dalam mengurai dan membongkar benang kusut pemberantasan kasus korupsi Bank Bali dan BLBI," tuturnya.
Baca juga: Djoko Tjandra resmi berstatus warga binaan Rutan Salemba
"Ini adalah momen penting yang harus dimanfaatkan Kapolri dan Jaksa Agung membongkar kasus korupsi kelas kakap BLBI dan Bank Bali yang selama ini selalu menemui jalan buntu secara hukum dan politik di DPR," kata Rizqi melalui keterangannya di Jakarta, Minggu.
Ia menyatakan Djoko Tjandra adalah salah satu kunci untuk membongkar pelaku-pelaku lainnya dan mengambil kembali aset negara yang telah dirampas dan dicuri oleh "white collar crime".
Baca juga: IPW: Penangkapan Djoko Tjandra tak terkait bursa Kapolri
Terhadap Djoko Tjandra, kata dia, Polri dan Kejaksaan Agung harus bertindak tegas dalam eksekusi kasus lama dan penegakan terhadap kasus tindak pidana yang baru saja dilakukannya sebagai residivis.
Ia mengemukakan Djoko Tjandra sebagai seseorang koruptor berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) pada 2009 harus menjalani hukumannya yang setimpal, mulai dari segala itikad buruknya sewaktu masih menjadi buronan.
"Serta kejahatan baru yang merupakan tindak pidana dalam pemalsuan surat (termasuk penyuapan birokrasi), penipuan, kejahatan lintas negara ditambah dengan pemberatan pidana sebagai residivis sampai dengan permufakatan jahat dengan oknum aparat penegak hukum dan birokrat," tuturnya.
Ia menjelaskan secara delik pidana, Djoko Tjandra sebagai koruptor yang melarikan diri dapat diberikan pemberatan hukuman sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 juncto Pasal 378 KUHP dengan ancaman 6 tahun penjara dikaitkan dengan pemalsuan dan penipuan berupa penerbitan surat berharga yang dapat menimbulkan kerugian.
Baca juga: Mahfud: Pejabat yang lindungi Djoko Tjandra harus siap dipidana
"Dalam yurisprudensi tetap perlakuannya disebut 'intelectuele valsheid' atau pemalsuan secara intelektual yang menimbulkan kerugian bagi kepentingan masyarakat," ucap Rizqi.
Sementara terkait residivis dan itikad buruk yang berkenaan dengan pasal di atas dapat dikenakan juga ketentuan Pasal 486 KUHP dengan penambahan sepertiga hukuman terutama terkait kasus tindak pidana baru Djoko Tjandra yang belum lewat lima tahun.
"Selanjutnya, terkait kongkalikong dengan oknum pejabat, Djoko Tjandra dapat juga dikenakan Pasal 88 dan Pasal 55 terkait permufakatan jahat yang seharusnya ini bisa dimanfaatkan Polri, Kejaksaan dan KPK dalam mengurai dan membongkar benang kusut pemberantasan kasus korupsi Bank Bali dan BLBI," tuturnya.
Baca juga: Djoko Tjandra resmi berstatus warga binaan Rutan Salemba
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020
Tags: