Jakarta (ANTARA News) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia minta agar pelarangan film "Balibo Five" dicabut untuk memberikan informasi kepada publik mengenai peristiwa tersebut dari sudut pandang lain dari apa yang disampaikan pemerintah Indonesia selama ini.

"AJI Indonesia menyatakan protes atas keputusan Lembaga Sensor Film (LSF) yang melarang peredaran film Balibo Five yang rencananya diputar pada Jakarta Internasional Film Festival (Jiffest) XI tahun 2009," kata Ketua AJI Indonesia Nezar Patria dalam siaran persnya, di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, keputusan LSF tersebut bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspreasi, berapresiasi dan tidak menghormati hak masyarakat untuk tahu.

Menurut pihak LSF, pelarangan film tersebut akan "membuka luka lama" konflik Indonesia dengan Australia dan Timor Leste. "Alasan tersebut terkesan berlebihan," kata Nezar.

AJI Indonesia menduga pelarangan tersebut sangat politis karena film tersebut mengungkap pelanggaran HAM berupa pembantaian lima jurnalis asing di Balibo, Timor Leste, tahun 1975. Pelarangan tersebut terkesan untuk menutup-nutupi keterlibatan oknum aparat keamanan dalam pembataian tersebut.

"Penayangan film tersebut sangat berguna untuk mengingatkan semua pihak agar menghormati jurnalis yang tengah bertugas. Film tersebut juga menjadi peringatan bahwa pembunuhan terhadap jurnalis harus diusut tuntas," katanya.

Film "Balibo Five" yang dibuat oleh sutradara Australia Rob Conolly diangkat dari kisah terbubuhnya lima jurnalis di wilayah perbatasan Timor Leste tahun 1975, saat meliput masuknya tentara Indonesia.

Lima wartawan Australia, Selandia Baru dan Inggris adalah Greg Shackleton, Brian Peters, Malcolm Rennie, Gary Cunningham dan Toney Steward.

Pemerintah Indonesia menyebutkan kelimanya tewas karena terjebak di medan peperangan, namun pengadilan koroner di negara bagian Australia, New South Wales, menyebutkan kelima wartawan tersebut dibunuh. (*)