Pengamat: Penangkapan Djoko S Tjandra jadi kado HUT Kemerdekaan
31 Juli 2020 11:14 WIB
Djoko S Tjandra, buronan kelas kakap kasus korupsi (tengah) dibawa ke Kantor Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, setelah tiba di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis malam. Ia buron dari Indonesia sejak 2009 dan sempat bermukim di Papua Nugini. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Jakarta (ANTARA) - Pengamat kepolisian, Dr Edi Hasibuan, mengatakan, capaian polisi menangkap Djoko Tjandra menjadi kado untuk negara dan rakyat Indonesia yang akan merayakan HUT ke 75 Kemerdekaan.
"Ini adalah bukti pengabdian terbaik Polri kepada negara dan bangsa menjelang HUT Kemerdekaan. Polri telah menjawab semua keragukan masyarakat," kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia ini di Jakarta, Jumat.
Dalam keterangan tertulisnya, Hasibuan memberikan apresiasi yang tinggi kepada tim Polri yang dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi Listyo Prabowo, saat menangkap Djoko Trandra, di Malaysia, Kamis (30/7).
Baca juga: Kabareskrim: Penangkapan Djoko Tjandra bukti Polri serius
Menurut mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional ini, komitmen Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Idham Azis, tentang ini sangat jelas dengan tidak mentolelir anak buahnya yang adalah penegak hukum, yang terlibat membantu pelarian dan aktivitas lain Djoko Tjandra.
Hasibuan juga mengapresiasi Prabowo yang memproses hukum jenderal yang terindikasi membantu Djoko Tjandra, walau itu teman seangkatan di Akademi Kepolisian.
"Djoko Tjandra yang sebelumnya diragukan sulit ditangkap berhasil dibekuk Polri di Malaysia," kata pengajar di Universitas Bhayangkara ini.
Baca juga: Mahfud MD tak kaget Djoko Tjandra akhirnya ditangkap
Terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) antara PT Era Giat Prima (EGP) dengan Bank Bali kabur ke Papua Nugini pada 10 Juni 2009.
Mahkamah Agung menghukum Djoko dua tahun penjara dan uang Rp546,468 miliar dirampas untuk negara.
Setelah 11 tahun menjadi buron, pada 8 Juni 2020, Djoko muncul di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali atas vonis Mahkamah Agung. Djoko sempat membuat paspor ke Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada 23 Juni 2020.
Ia lalu kabur ke Malaysia tanpa melalui pemeriksaan Imigrasi.
Baca juga: Kabareskrim janji transparan tuntaskan kasus Djoko Tjandra
Dalam perkara ini, Aziz mencopot Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pengawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo, Kepala Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte, dan Sekretaris National Central Beureu (NCB) Interpol Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Nugroho Slamet.
Utomo kini menjadi tersangka karena membuat surat jalan palsu agar Djoko bisa terbang dari Jakarta ke Pontianak.
Sedangkan, Bonaparte dan Slamet dicopot karena ikut berperan dalam menghapus status buronan interpol untuk Djoko Tjandra. Kedua perwira tinggi penegak hukum itu dinilai melanggar kode etik dan disiplin Kepolisian Indonesia.
Baca juga: Kabareskrim: Penangkapan Djoko Tjandra instruksi langsung Presiden
"Ini adalah bukti pengabdian terbaik Polri kepada negara dan bangsa menjelang HUT Kemerdekaan. Polri telah menjawab semua keragukan masyarakat," kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia ini di Jakarta, Jumat.
Dalam keterangan tertulisnya, Hasibuan memberikan apresiasi yang tinggi kepada tim Polri yang dipimpin Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, Komisaris Jenderal Polisi Listyo Prabowo, saat menangkap Djoko Trandra, di Malaysia, Kamis (30/7).
Baca juga: Kabareskrim: Penangkapan Djoko Tjandra bukti Polri serius
Menurut mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional ini, komitmen Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Idham Azis, tentang ini sangat jelas dengan tidak mentolelir anak buahnya yang adalah penegak hukum, yang terlibat membantu pelarian dan aktivitas lain Djoko Tjandra.
Hasibuan juga mengapresiasi Prabowo yang memproses hukum jenderal yang terindikasi membantu Djoko Tjandra, walau itu teman seangkatan di Akademi Kepolisian.
"Djoko Tjandra yang sebelumnya diragukan sulit ditangkap berhasil dibekuk Polri di Malaysia," kata pengajar di Universitas Bhayangkara ini.
Baca juga: Mahfud MD tak kaget Djoko Tjandra akhirnya ditangkap
Terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) antara PT Era Giat Prima (EGP) dengan Bank Bali kabur ke Papua Nugini pada 10 Juni 2009.
Mahkamah Agung menghukum Djoko dua tahun penjara dan uang Rp546,468 miliar dirampas untuk negara.
Setelah 11 tahun menjadi buron, pada 8 Juni 2020, Djoko muncul di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali atas vonis Mahkamah Agung. Djoko sempat membuat paspor ke Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada 23 Juni 2020.
Ia lalu kabur ke Malaysia tanpa melalui pemeriksaan Imigrasi.
Baca juga: Kabareskrim janji transparan tuntaskan kasus Djoko Tjandra
Dalam perkara ini, Aziz mencopot Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pengawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Prasetijo Utomo, Kepala Divisi Hubungan Internasional Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Napoleon Bonaparte, dan Sekretaris National Central Beureu (NCB) Interpol Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Nugroho Slamet.
Utomo kini menjadi tersangka karena membuat surat jalan palsu agar Djoko bisa terbang dari Jakarta ke Pontianak.
Sedangkan, Bonaparte dan Slamet dicopot karena ikut berperan dalam menghapus status buronan interpol untuk Djoko Tjandra. Kedua perwira tinggi penegak hukum itu dinilai melanggar kode etik dan disiplin Kepolisian Indonesia.
Baca juga: Kabareskrim: Penangkapan Djoko Tjandra instruksi langsung Presiden
Pewarta: Santoso
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020
Tags: