Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong implementasi sistem hak asasi manusia (HAM) pada usaha perikanan untuk menjamin pelindungan anak buah kapal (ABK) karena karakteristik pekerjaan ini secara alamiah yang berbahaya.

"Mencegah ABK dari praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) melalui sistem perekrutan yang benar," ujar Kepala subbagian pengawakan dan kapal perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Mohammad Iqbal dalam diskusi secara daring, Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan sistem HAM pada usaha perikanan khususnya perikanan tangkap merupakan keniscayaan untuk memastikan produk dari usaha perikanan tangkap bebas dari praktik kerja paksa dan dapa diterima di pasar global.

"Sistem dan sertifikasi HAM pada usaha perikanan bertujuan untuk kesejahteraan bagi pekerja laut, nelayan, dan masyarakat sekitar," ujar dia.

Baca juga: Pengusaha perikanan didesak beri perlindungan maksimal awak kapal
Baca juga: Pemerintah diminta atasi potensi praktik kerja paksa perikanan


Kemudian, produk perikanan yang bebas dari pelanggaran HAM, usaha perikanan yang menghormati HAM, dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berkelanjutan secara sosial.

"Sistem dan sertifikasi HAM itu berlaku untuk pengusaha perikanan antara lain pemilik kapal yang berukuran lebih dari 30 GT, penyewa/pengelola kapal perikanan yang berukuran lebih dari 30 GT, unit pengolahan ikan, dan eksportir produk perikanan," ujar Iqbal.

Pada tahun ini, KKP melakukan sosialisasi Sistem dan sertifikasi HAM kepada para pemangku kepentingan, melakukan penilaian implementasi sistem HAM perikanan terhadap perusahaan yang telah dilatih dan didampingi tahun sebelumnya, melanjutkan pendampingan kepada wakil perusahaan untuk penyusunan dokumen implementasi HAM.

"Sampai dengan saat ini belum ada perusahaan yang disertifikasi, dalam pengertian memiliki sertifikat HAM perikanan dari KKP," ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur SAFE Seas Project Nono Sumarsono berharap Sistem dan sertifikasi HAM bersifat wajib karena sejauh ini masih dalam tahapan sosialisasi dan imbaun.

"Harus ada sampai kapan batas waktu bagi perusahaan untuk mengimplementasikan sistem HAM perikanan," kata dia.

Ia mengatakan banyak perekrutan untuk anak buah kapal (ABK) yang dilakukan dengan sistem tidak sesuai standar yang berlaku.

"Memang tidak semua perusahaan perekrut pekerja laut seperti itu, tapi mereka harus distandarisasi dalam hal pelindungan ABK, pelindungan ini harus melibatkan multi pihak," kata Sumarsono.

Anak buah kapal harus ada kepastian bekerja dalam bentuk kontrak kerja, minimun penghasilan, asuransi dan jaminan mendapatkan makanan dan minuman yang layak.

"Selain itu harus ada data di mana pelaut kita bisa mendapatkan informasi, mana perusahaan yang menjamin hak-hak awak kapal," kata dia.

Hal tersebut dilakukan untuk melindungi anak buah kapal, mencegah adanya kerja paksa dan tindak pidana perdagangan orang.

Baca juga: Tampung pengaduan ABK WNI, Indonesia dirikan Fisher Center
Baca juga: KKP terus tingkatkan sinergi untuk perlindungan awak kapal perikanan