Pekanbaru (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sepakat bekerja sama dengan Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD) untuk membangun pusat konservasi harimau sumatera di kawasan Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil, Provinsi Riau.

“Dengan melihat permasalahan yang terjadi selama ini terhadap harimau sumatera, maka pembangunan Pusat Konservasi Harimau Sumatera di Provinsi Riau harus segera direalisasikan," kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono dalam pernyataan pers kepada ANTARA di Pekanbaru, Rabu.

Pembangunan Pusat Konservasi Harimau Sumatera akan dilaksanakan di Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil, Desa Tasik Betung, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak. Dimana areal kerja sama meliputi juga di Suaka Margasatwa Bukit Batu, Desa Temiang, Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis.

Kesepakatan kedua pihak tertuang dalam penandatanganan perjanjian kerja sama antara Kepala BBKSDA Riau dengan Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo, di kantor YAD di Jakarta, Rabu. Turut menyaksikan penandatanganan itu Direktur Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno, dan Pimpinan YAD, Hasyim Joyohadikusumo.

“Alhamdulillah, hari ini bertepatan dengan peringatan Global Tiger Day tanggal 29 Juli 2020, kami menandatangani perjanjian kerjasama dengan Yayasan Arsari DJoyohadikusumo untuk secara bersama melestarikan Harimau Sumatera, khususnya di Bumi Melayu Riau dan disaksikan oleh Bapak Dirjen KSDAE, KLHK dan Pimpinan YAD Bapak Hasyim Joyohadikusumo,” kata Suharyono.

Baca juga: KLHK beri 47 penghargaan terkait penanganan konflik harimau di Riau

Baca juga: BKSDA gandeng kepolisian selidiki kematian harimau di Aceh Selatan


Ia menjelaskan kerja sama tersebut dilakukan terutama untuk konservasi spisies dan habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) khususnya pada habitat ekosistem rawa gambut.

Latar belakang dari kerjasama ini adalah intensitas konflik Harimau Sumatera dan manusia yang sering terjadi di Provinsi Riau, belum adanya tempat rehabilitasi Harimau Sumatera di Provinsi Riau, tingginya ancaman perburuan dan aktivitas ilegal, perubahan dan degradasi serta fragmentasi habitat yang terjadi. Sebagai akibat dari menyempitnya habitat karena peralihan kawasan menjadi perkebunan, pemukiman dan hutan tanaman industri (HTI), sehingga area jelajahnya menjadi terbatas dan sebagian besar berada di luar kawasan konservasi.

“Kasus kematian satwa liar terkhusus Harimau Sumatera beberapa kali terjadi terutama disebabkan karena kegiatan perburuan dengan pemasangan jerat satwa. Disamping kematian, juga menimbulkan adanya luka yang perlu penanganan secara medis,” katanya.

Menurut dia, upaya untuk melakukan pencegahan yang saat ini dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan operasi atau patroli sisir jerat secara rutin.

YAD sebenarnya sudah memiliki pusat rehabilitasi harimau sumatera di Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Sejumlah harimau yang berkonflik dan terluka di Riau selama ini dibawa ke lokasi tersebut, dan butuh waktu lama untuk mencapainya dari Riau.

Suharyono menilai, keunggulan dari pusat konservasi yang akan dibangun di Riau adalah lokasinya berada dalam Zona Inti Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu, memiliki kurang lebih 200 ribu hektar hutan primer rawa gambut, populasi satwa mangsa yang melimpah, dan dukungan dari pemerintah daerah.

“Adapun kemanfaatan yang ingin dicapai, kelestarian dan peningkatan populasi harimau sumatera, sebagai tempat pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan, peluang usaha ekonomi bagi masyarakat sekitar, dan kegiatan ekowisata atau wisata terbatas,” katanya.

Ia menambahkan, komitmen dari Yayasan Arsari Djojohadikusumo untuk Konservasi Harimau Sumatera, mendapatkan apreasiasi yang tinggi dari Ditjen KSDAE Kementerian LHK.

“Semoga dengan adanya dukungan berbagai pihak kelestarian harimau sumatera akan terjaga,” demikian Suharyono.

Baca juga: Pusat konservasi harimau sumatera akan dibangun di Giam Siak Kecil

Baca juga: BKSDA pindahkan harimau yang terperangkap ke pusat konservasi Tambling