Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam Joint Commission Meeting (JCM) dengan mitranya dari Selandia Baru, Winston Peters, membahas di antaranya kerja sama penanganan dampak pandemi COVID-19.

“Selandia Baru termasuk salah satu negara yang telah melakukan kerja sama dengan Indonesia selama pandemi,” kata Retno usai pertemuan yang diselenggarakan secara virtual itu, Rabu.

Komitmen kerja sama senilai 6,12 miliar dolar Selandia Baru (setara Rp59,4 miliar) diberikan dalam bentuk peningkatan kualitas layanan tes COVID-19 dengan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sebesar Rp6,3 miliar dan Rp4,5 miliar untuk keperluan lain.

Baca juga: Selandia Baru sumbang Rp1,5 M untuk Indonesia tingkatkan tes COVID-19
Baca juga: Selandia Baru apresiasi Indonesian AID


Selanjutnya, Rp48,6 miliar disalurkan melalui Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) untuk peningkatan layanan komunikasi risiko terhadap komunitas, penyediaan dan distribusi alat pelindung diri, peralatan kebersihan, dan pencegahan infeksi serta peningkatan kesiapan layanan penting lainnya.

Dalam pertemuan tersebut, Indonesia dan Selandia Baru menyepakati Rencana Aksi untuk tahun 2020-2024, yang telah menyertakan situasi baru dengan adanya COVID-19 yang diperkirakan dampaknya masih akan tetap dirasakan dalam jangka panjang.

“Beberapa hal terdapat dalam Rencana Aksi komitmen kedua negara dalam mitigasi pandemi dan pemulihan ekonomi pascapandemi, di mana kedua negara menekankan pentingnya solidaritas global untuk menghadapi situasi ini,” kata Retno.

Dalam konteks nasional, Menlu Retno juga menjelaskan empat fokus diplomasi dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia selama pandemi, yaitu perlindungan WNI, pengadaan peralatan kesehatan, pengadaan obat dan vaksin, serta kerja sama ekonomi.

“Saya sampaikan kepada menlu Selandia Baru, mengenai vaksin kita membicarakan sejauh mana kerja sama yang kita lakukan dengan negara lain dan secara nasional dalam rangka pengadaan vaksin untuk masyarakat Indonesia,” tutur dia.

Selandia Baru dianggap sebagai salah satu negara yang berhasil mengalahkan virus corona baru dengan memberlakukan kebijakan karantina wilayah sejak dini dan didukung kapasitas tes, pelacakan, serta kepatuhan masyarakatnya.

Pada Juni lalu, pemerintah Selandia Baru mencabut aturan karantina wilayah setelah Perdana Menteri Jacinda Ardern mengumumkan bahwa penularan virus sudah berhenti selama 17 hari dan semua pasien COVID-19 telah pulih.

Namun, hanya seminggu berselang sejak pengumuman Ardern pada 8 Juni 2020, dua perempuan yang baru saja tiba dari Inggris dinyatakan positif terinfeksi COVID-19---menjadikan Selandia Baru kembali bergulat dengan masalah kesehatan ini.

Hingga Kamis, 29 Juli 2020, Selandia Baru mencatat 1.559 kasus COVID-19 dengan 22 kematian, berdasarkan data lembaga statistik Worldometer.

Sementara pemerintah Indonesia hingga Rabu, 28 Juli 2020, mengonfirmasi 102.051 kasus dengan 4.901 kematian akibat COVID-19.

Baca juga: Selandia Baru berkomitmen dukung Indonesia tangani COVID-19
Baca juga: Selandia Baru sumbang Rp4,5 M ke Eijkman tingkatkan tes COVID-19