Sri Mulyani sebut penjaminan korporasi jadi katalis pemulihan ekonomi
29 Juli 2020 10:39 WIB
Tangkapan layar - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada acara Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman untuk Program Penjaminan Pemerintah Kepada Korporasi Padat Karya Dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional Rabu, 29/7/2020). ANTARA/Tangkapan layar Youtube Kementerian Keuangan RI/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan program penjaminan pemerintah untuk kredit modal kerja kepada sektor korporasi menjadi katalis dalam pemulihan ekonomi dari dampak COVID-19.
"Tidak mungkin ekonomi bangkit tanpa sektor swasta korporasi juga bangkit. Oleh karena itu, pemerintah memberikan katalis dengan penjaminan," katanya dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman Program Penjaminan Kredit Korporasi di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani mengatakan penjaminan ini dilakukan melalui dua special mission vehicle (SMV) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yaitu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII).
Baca juga: Defisit RAPBN 2021 naik, pemerintah akan cari sumber pembiayaan murah
Sementara, untuk modal kerja yang bisa diakses oleh pelaku usaha korporasi yaitu mulai dari Rp10 miliar hingga Rp1 triliun dengan target realisasi kredit modal kerja mencapai Rp100 triliun hingga 2021.
Fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan.
Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan, serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi COVID-19.
Sri Mulyani menjelaskan dalam hal ini pemerintah akan menjamin 60 persen terhadap kredit modal kerja dan 40 persen sisanya ditanggung oleh pihak perbankan untuk korporasi dengan sektor nonprioritas.
Di sisi lain, untuk korporasi dengan sektor prioritas akan diberikan penjaminan sebesar 80 persen oleh pemerintah dan 20 persen sisanya ditanggung perbankan.
Sektor prioritas terdiri dari sektor wisata, otomotif, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronik, kayu olahan, furnitur, produk kertas, serta sektor usaha padat karya yang terdampak COVID-19.
"Ini agar kita mampu memberikan stimulasi namun ada pencegahan moral hazard. Bank tetap bertanggung jawab meskipun sebagian besar risikonya diambil pemerintah melalui penjaminan tersebut,” katanya.
Sedangkan, untuk pembayaran imbal jasa penjaminan akan dilakukan pemerintah sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp300 miliar dan 50 persen untuk pinjaman dengan plafon Rp300 miliar sampai Rp1 triliun.
Perbankan yang terlibat dalam penjaminan kredit modal kerja ini terdiri dari Bank Danamon, HSBC Indonesia, ICBC Indonesia, Maybank Indonesia, dan MUFG Bank Indonesia.
Kemudian juga Resona Bank Indonesia, Standard Chartered Indonesia, UOB Indonesia, BCA, DBS, BNI, BRI, BTN, Bank Mandiri, dan Bank DKI.
Sri Mulyani berharap penjaminan kredit modal kerja bagi sektor korporasi akan mampu memberikan dampak pada mulai bergeraknya perekonomian.
"Sehingga dia memenuhi complement terhadap belanja yang akan kita akselerasi mencapai Rp2.739 triliun sampai akhir tahun," ujarnya.
Baca juga: Sri Mulyani ungkap peluang Indonesia selamat dari resesi ekonomi
Baca juga: Sri Mulyani: Presiden putuskan defisit RAPBN 2021 naik ke 5,2 persen
"Tidak mungkin ekonomi bangkit tanpa sektor swasta korporasi juga bangkit. Oleh karena itu, pemerintah memberikan katalis dengan penjaminan," katanya dalam Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan Nota Kesepahaman Program Penjaminan Kredit Korporasi di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani mengatakan penjaminan ini dilakukan melalui dua special mission vehicle (SMV) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yaitu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII).
Baca juga: Defisit RAPBN 2021 naik, pemerintah akan cari sumber pembiayaan murah
Sementara, untuk modal kerja yang bisa diakses oleh pelaku usaha korporasi yaitu mulai dari Rp10 miliar hingga Rp1 triliun dengan target realisasi kredit modal kerja mencapai Rp100 triliun hingga 2021.
Fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karya yang memiliki minimal 300 karyawan.
Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan, serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi COVID-19.
Sri Mulyani menjelaskan dalam hal ini pemerintah akan menjamin 60 persen terhadap kredit modal kerja dan 40 persen sisanya ditanggung oleh pihak perbankan untuk korporasi dengan sektor nonprioritas.
Di sisi lain, untuk korporasi dengan sektor prioritas akan diberikan penjaminan sebesar 80 persen oleh pemerintah dan 20 persen sisanya ditanggung perbankan.
Sektor prioritas terdiri dari sektor wisata, otomotif, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, elektronik, kayu olahan, furnitur, produk kertas, serta sektor usaha padat karya yang terdampak COVID-19.
"Ini agar kita mampu memberikan stimulasi namun ada pencegahan moral hazard. Bank tetap bertanggung jawab meskipun sebagian besar risikonya diambil pemerintah melalui penjaminan tersebut,” katanya.
Sedangkan, untuk pembayaran imbal jasa penjaminan akan dilakukan pemerintah sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp300 miliar dan 50 persen untuk pinjaman dengan plafon Rp300 miliar sampai Rp1 triliun.
Perbankan yang terlibat dalam penjaminan kredit modal kerja ini terdiri dari Bank Danamon, HSBC Indonesia, ICBC Indonesia, Maybank Indonesia, dan MUFG Bank Indonesia.
Kemudian juga Resona Bank Indonesia, Standard Chartered Indonesia, UOB Indonesia, BCA, DBS, BNI, BRI, BTN, Bank Mandiri, dan Bank DKI.
Sri Mulyani berharap penjaminan kredit modal kerja bagi sektor korporasi akan mampu memberikan dampak pada mulai bergeraknya perekonomian.
"Sehingga dia memenuhi complement terhadap belanja yang akan kita akselerasi mencapai Rp2.739 triliun sampai akhir tahun," ujarnya.
Baca juga: Sri Mulyani ungkap peluang Indonesia selamat dari resesi ekonomi
Baca juga: Sri Mulyani: Presiden putuskan defisit RAPBN 2021 naik ke 5,2 persen
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: